Mohon tunggu...
Adetio Gilang Pamungkas
Adetio Gilang Pamungkas Mohon Tunggu... Mahasiwa

Saya adalah mahasiswa diploma yang memiliki hobi berkendara dan menulis apa yang menurut Saya menarik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dominasi Pemasaran Digital dan Gen Z dalam Strategi Eksplitasi Saluran Selurer untuk Audiens yang Imersif dan Permanen Terkoneksi

13 Oktober 2025   09:05 Diperbarui: 13 Oktober 2025   09:00 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

I. Suara Hati Generasi Digital

Kita hidup di abad ke-21, sebuah babak sejarah di mana perangkat seluler bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan denyut nadi kehidupan. Bagi Generasi Z, mereka yang tumbuh bersama smartphone (sekitar 1997-2012), konektivitas telah berevolusi menjadi kebutuhan mendasar---kondisi mutlak bagi eksistensi sosial dan identitas diri. Telepon genggam telah menjadi cermin, perpanjangan jiwa, dan gerbang menuju dunia yang begitu imersif, hingga batas antara kehidupan fisik dan digital terasa menghilang.

Di ranah pasar, ini melahirkan sebuah tantangan: bagaimana sebuah merek dapat didengar di tengah hiruk pikuk informasi digital, yang sering kita sebut 'ekonomi perhatian'. Frasa "Strategi Eksploitasi" dalam konteks ini harus kita pahami sebagai seni merangkul dan memahami---bukan memanfaatkan---peluang untuk berinteraksi dengan audiens yang hidup dalam keadaan permanen terkoneksi. Eksploitasi yang sejati adalah tentang kebijaksanaan dan pelayanan. Oleh karena itu, tulisan ini menyerukan sebuah perubahan paradigma: dominasi pemasaran digital yang berkelanjutan hanya bisa dicapai melalui strategi seluler yang berlandaskan etika, kejujuran, dan empati, sebuah pendekatan yang mengedepankan hubungan manusiawi di atas sekadar angka penjualan.

II. Mengenal Jiwa Generasi Z: Kebutuhan Akan Kebenaran dan Kebaikan

Untuk dapat berbisnis dengan hati, kita harus memahami mengapa Gen Z bertindak dan merasa. Koneksi ubikuitas (ketersediaan di mana saja) telah membentuk mereka menjadi individu yang lincah dan menuntut interaksi yang relevan secara personal.

A. Kejujuran sebagai Tuntutan Moral

Generasi ini, yang dibesarkan dalam gelombang konten organik dan ulasan jujur, telah mengembangkan insting yang tajam terhadap kepalsuan. Mereka cenderung skeptis terhadap citra yang terlalu sempurna, menjadikan autentisitas sebagai tolok ukur moral dalam menilai sebuah merek (Djafarova & Rushworth, 2017). Gen Z mencari manusia di balik nama perusahaan; mereka ingin mendengar kisah yang tulus, melihat proses yang transparan, dan merasa yakin bahwa praktik bisnis dilakukan dengan etis, dari pekerja hingga lingkungan. Kampanye seluler yang menyentuh hati adalah yang berani menunjukkan sisi mentah, sisi manusiawi, bukan hanya wajah yang dipoles iklan.

B. Berbisnis dengan Hati Nurani: Pemasaran Berbasis Tujuan

Generasi Z adalah generasi yang sadar akan krisis global---mulai dari iklim hingga ketidaksetaraan. Bagi mereka, setiap keputusan pembelian adalah pernyataan nilai, sebuah dukungan kecil terhadap merek yang berkomitmen pada kebaikan yang lebih besar. Pendekatan seluler yang humanis harus merangkul purpose-driven marketing, menggunakan ponsel sebagai megafon untuk menyuarakan tanggung jawab sosial. Ketika merek menggunakan fitur Instagram Story untuk mengedukasi tentang daur ulang atau meluncurkan challenge di TikTok untuk menyalurkan donasi, mereka tidak hanya menjual; mereka bermitra dalam perjuangan Gen Z untuk menciptakan dunia yang lebih baik.

III. Etika Interaksi: Dari Gangguan Iklan Menjadi Ajakan Bersahabat

Pemasaran yang agresif di perangkat seluler sering terasa invasif---seperti teriakan yang mengganggu ketenangan pribadi (interruption marketing). Strategi humanis harus mengubah dinamika ini dari gangguan menjadi ajakan bersahabat, bergeser ke prinsip Permission Marketing (Godin, 1999) yang berakar pada rasa saling menghormati dan pertukaran nilai.

A. Kemitraan Berbasis Izin dan Pertukaran Nilai

Permission Marketing mengajarkan bahwa kita hanya boleh berbicara ketika diizinkan, dan hanya jika yang kita sampaikan membawa manfaat yang jelas. Bagi Gen Z, manfaat itu dapat berupa hiburan, wawasan yang berharga, atau penawaran yang terasa dirancang khusus untuk mereka. Di ranah seluler, hal ini berarti:

  • Personalisasi yang Melayani: Data geofencing dan riwayat interaksi harus digunakan dengan bijak---bukan untuk mengintai---tetapi untuk menyaring kebisingan dan menyajikan konten yang benar-benar bermanfaat pada saat yang tepat (Tania, 2023).

  • Interaksi yang Menyenangkan: Iklan pasif harus digantikan dengan konten interaktif: polling yang menyenangkan, filter Augmented Reality (AR) yang membuat pengguna berkreasi, atau kuis yang menawarkan hadiah. Ini adalah bentuk pertukaran nilai yang memberikan kegembiraan dan rasa memiliki.

B. Menghormati Ruang Sunyi dan Kesehatan Mental

Merek memegang tanggung jawab etis dalam "ekonomi perhatian" (Davenport & Beck, 2001). Kita tahu bahwa Gen Z rentan terhadap kecemasan dan tekanan mental akibat paparan digital yang tiada henti (FOMO) (RRI, 2024). Pemasaran yang etis harus berhati-hati agar tidak memperburuk kondisi ini. Kita harus menolak taktik notifikasi yang memicu stres (seperti pemberitahuan "kesempatan terakhir" yang mendesak) dan sebaliknya, memosisikan merek sebagai sumber konten yang menguatkan dan mendukung kesehatan mental audiens yang permanen terkoneksi.

IV. Masa Depan Keterlibatan: Hidup Bersama Cerita Audien

Loyalitas Gen Z tidak lagi terbatas pada feed media sosial yang ramai; ia tumbuh di ruang komunitas digital yang lebih intim, seperti Discord atau grup Telegram. Strategi seluler masa depan harus mengakui pergeseran ini:

  • Dari Bercerita ke Menghidupi Cerita: Merek harus beralih dari story-telling (menceritakan kisah sendiri) menjadi story-living (berpartisipasi dan membiarkan audiens menjadi penulis cerita). Konten harus berupa micro-content vertikal yang mudah dicerna, dibagikan, dan diubah menjadi ekspresi diri mereka sendiri (meme, reaksi).

  • Membangun Rumah Digital: Perangkat seluler harus menjadi kunci untuk memasuki komunitas merek, tempat di mana Gen Z merasa diterima, didengar, dan dapat berinteraksi secara informal dengan sesama penggemar. Loyalitas tumbuh dari ikatan komunitas, bukan hanya dari diskon musiman (Kampus Akademik, 2025).

V. Epilog: Kemanusiaan di Inti Digital

Kemenangan dalam pemasaran digital bagi Generasi Z bukanlah pencapaian teknologi yang dingin, melainkan sebuah usaha tulus untuk mendapatkan kepercayaan dan kasih sayang audiens yang paling intim dengan teknologi. Strategi seluler yang efektif harus menghargai bahwa perangkat seluler adalah ekstensi yang sangat pribadi.

Eksploitasi yang bijak dan humanis berarti memberi tanpa menuntut, menghormati privasi sebagai hak suci, dan berbicara dengan hati yang jujur. Merek yang melihat Gen Z hanya sebagai data akan segera dilupakan; tetapi merek yang melihat mereka sebagai mitra sosial dan manusia seutuhnya akan menemukan resonansi yang mendalam. Hanya dengan menempatkan etika dan empati sebagai inti dari strategi seluler, kita dapat mengubah dominasi digital menjadi kemitraan yang berkelanjutan, memuliakan martabat audiens yang imersif dan permanen terkoneksi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun