Mohon tunggu...
Iin T Wahyuni
Iin T Wahyuni Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini, suka menulis dan membaca

Lahir di Mojokerto, ibu dari 4 orang anak. Pegiat Pendidikan Anak Usia Dini dan Terapis Menulis untuk Bahagia Domisili di Vila Gunung Buring Cemorokandang Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keajaiban Malam (Bagian-3)

5 April 2020   12:46 Diperbarui: 5 April 2020   12:52 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika  lisan seorang dewasa menyampaikan tahapan-tahapan kisah,  anak pun memvisualisasikannya  dalam otaknya. Menjadi seperti film yang  tengah diputar. 

Apalagi jika ia mulai dihinggapi kantuk, gambarannya semakin bening dan nyata. Ini pengalaman pribadi saya  sebagai penyuka kisah sebelum tidur pada masa kanak-kanak dulu. Bahkan sebelum mengenyam bangku sekolah.

Sampai sekarang saya masih dengan baik menyimpan adegan-adegan cerita anak itu dalam ingatan. Eh, ternyata anak-anak saya pun begitu. Padahal itu hanyalah kisah  rekaan biasa. Nancep banget ya! 

Bagaimana pula  kalau kisahnya dinukil dari Al-Qur'an? Karena kisah-kisah di dalamnya selain bersih dari unsur rekaan, juga  disampaikan dengan cara yang sangat indah, menarik dan sarat hikmah.

Kita ambil saja sebagai contohnya kisah tentang keluarga Nabi Ya'kub a.s. dalam surat Yusuf. Allah menempatkan mimpi Yusuf kecil sebagai adegan pembukaannya.

(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, "Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS. Yusuf 12:4)


Dalam visualisasi pikiran anak segera terpampang layar kolosal yang menampilkan  pesona kolaborasi  benda-benda langit dalam mimpi Yusuf. Bagaimana tidak? Bintang-bintang dan rembulan hanya nampak jelas oleh netra kita di waktu malam. 

Dalam kisah ini,  perhiasan alam  itu bersanding bersama. Betapa gemilangnya langit  malam. Betapa  bercahayanya semesta. Dan benda-benda langit yang seluruhnya berjumlah sebelas itu bersujud pada seorang anak kecil.

Ketika si bocah menceritakannya pada ayahnya, sang ayah justru menahannya agar menyimpan mimpi itu. Jangankan Yusuf kecil, kita saja pasti sangat berhasrat segera mengetahui maknanya. 

Namun di dalam Al-Qur'an, isyaroh agung  mimpi itu sengaja ditangguhkan sebagai antiklimaks perjalanan hidup seorang Nabi yang hidupnya penuh lika-liku. 

Seluruh kisah dalam surat itu bisa menghabiskan waktu berhari-hari untuk  menjadi fragmen demi fragmen   yang sangat dinantikan anak setiap malamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun