Perubahan kepemimpinan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sering kali membawa angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia. Kurikulum Merdeka, sebagai kerangka pendidikan nasional terkini, tetap menjadi landasan, namun kini diperkaya dengan Pendekatan Pembelajaran Mendalam untuk memastikan murid tidak hanya belajar secara bebas, tetapi juga mendalam dan kontekstual (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2025). Dr. Rikardus Herak menegaskan bahwa kebebasan belajar tanpa kedalaman pemahaman hanya akan menghasilkan pembelajaran superfisial. Oleh karena itu, pendekatan ini menekankan tiga prinsip utama—bermakna (meaningful), menggembirakan (joyful), dan berkesadaran (mindful)—untuk menciptakan pembelajaran yang holistik dan relevan dengan kehidupan nyata.
Konsep Zone of Proximal Development (ZPD) dari Lev Vygotsky menjadi tulang punggung pendekatan ini, menjembatani kemampuan aktual murid dengan potensi mereka melalui bimbingan yang tepat. Artikel ini akan menguraikan prinsip-prinsip Pendekatan Pembelajaran Mendalam, dengan fokus pada bagaimana pembelajaran menyenangkan dapat menekan mental block sebagai hambatan psikologis, serta bagaimana ZPD diintegrasikan untuk mengoptimalkan pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka.
Prinsip-Prinsip Pendekatan Pembelajaran Mendalam
Pendekatan Pembelajaran Mendalam dirancang untuk menciptakan ekosistem belajar yang mendukung perkembangan kognitif, emosional, dan sosial murid. Ketiga prinsipnya adalah sebagai berikut:
- Bermakna (Meaningful): Pembelajaran harus menghubungkan pengetahuan dengan konteks nyata, melampaui hafalan menuju pemahaman aplikatif. Misalnya, dalam pelajaran PPKn, murid dapat mengkaji nilai Pancasila melalui analisis konflik lokal, sehingga relevan secara sosial dan pribadi (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2025). Pendekatan ini meningkatkan keterlibatan murid melalui relevansi kontekstual, sebagaimana didukung oleh teori situated learning (Lave & Wenger, 1991).
- Menggembirakan (Joyful): Prinsip ini menekankan penciptaan lingkungan belajar yang positif, menantang, dan mendukung, yang secara langsung menekan kemungkinan terjadinya mental block. Mental block, sebagaimana dijelaskan oleh Sage Neuroscience Center (2021), adalah kondisi psikologis akibat stres, ketakutan gagal, atau kurangnya motivasi, yang menyebabkan pikiran buntu, kecemasan, penurunan fokus, dan ketidakmampuan menyelesaikan tugas. Hal ini secara signifikan menghambat murid dalam pembelajaran, yang dapat menghambat kemampuan murid untuk memproses informasi atau menyelesaikan tugas meskipun mereka telah memahami materi. Penyebabnya sering kali berkaitan dengan tekanan psikologis, seperti ketakutan gagal atau kurangnya lingkungan belajar yang mendukung.
Prinsip pembelajaran menyenangkan dalam Pendekatan Pembelajaran Mendalam secara langsung menangani masalah ini. Dengan menciptakan suasana belajar yang positif—misalnya melalui diskusi kelompok, permainan edukatif, atau proyek kreatif—guru dapat mengurangi stres dan kecemasan yang menjadi pemicu mental block. Lingkungan yang mendukung kegagalan sebagai bagian dari proses belajar, seperti yang diadvokasikan oleh Dweck (2006), memungkinkan murid merasa aman secara emosional, sehingga lebih berani bereksplorasi dan bertahan dalam tantangan. Misalnya, dalam pelajaran matematika, guru dapat menggunakan pendekatan berbasis permainan untuk mengajarkan pecahan, yang membuat murid lebih rileks dan terlibat, sehingga meminimalkan risiko mental block dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Selain itu, pembelajaran menyenangkan memperkuat motivasi intrinsik, yang menurut Ryan dan Deci (2000) merupakan kunci untuk keterlibatan murid yang berkelanjutan. Ketika murid merasa diterima dan didukung, mereka lebih mungkin untuk fokus dan mencapai tujuan pembelajaran tanpa hambatan psikologis.
Lingkungan belajar yang menyenangkan—misalnya melalui proyek kolaboratif atau simulasi interaktif seperti pasar mini untuk mempelajari ekonomi—mengurangi kecemasan dan meningkatkan motivasi intrinsik. Penelitian Dweck (2006) menunjukkan bahwa lingkungan yang merangkul kegagalan sebagai bagian dari proses belajar memupuk growth mindset, yang secara signifikan mengurangi dampak mental block dan mendorong murid untuk belajar dengan lebih baik.
- Berkesadaran (Mindful): Prinsip ini menekankan kehadiran utuh murid dalam proses belajar melalui fokus, refleksi diri, dan keterbukaan terhadap perspektif baru. Dengan kesadaran penuh, murid dapat mengenali proses berpikir mereka, mengelola emosi, dan mengeksplorasi pengetahuan dengan rasa ingin tahu. Contohnya, penggunaan jurnal reflektif dalam pembelajaran IPA membantu murid memahami hubungan antara eksperimen dan teori (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2025). Pendekatan ini selaras dengan konsep mindfulness dalam pendidikan (Kabat-Zinn, 1990).
Ketiga prinsip ini diintegrasikan dalam Kurikulum Merdeka melalui strategi seperti pembelajaran berbasis proyek dan asesmen autentik, yang mendukung perkembangan holistik murid.
Zone of Proximal Development: Landasan Teoretis dan Aplikasi Praktis
Konsep Zone of Proximal Development (ZPD) didefinisikan sebagai “jarak antara tingkat perkembangan aktual yang ditentukan oleh pemecahan masalah mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang dicapai melalui bimbingan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya” (Vygotsky, 1978, dalam Shabani et al., 2010). Bayangkan ZPD sebagai jembatan antara kondisi saat ini murid dan tujuan pembelajaran mereka. Guru atau orang tua berperan dalam membangun scaffolding—struktur dukungan sementara—seperti pertanyaan pemantik atau tugas berjenjang, untuk membantu murid melintasi "sungai" tantangan tersebut. Misalnya, dalam pelajaran matematika, murid mungkin mampu menyelesaikan operasi dasar secara mandiri (kemampuan aktual), tetapi dengan bimbingan guru melalui diskusi, mereka dapat memahami aplikasi konsep tersebut dalam pemodelan masalah nyata (kemampuan potensial) (Mabry, Brooke: 2025).
Dalam konteks Pendekatan Pembelajaran Mendalam, ZPD menjadi alat untuk mengintegrasikan prinsip bermakna, menggembirakan, dan berkesadaran. Misalnya, dalam pelajaran bahasa Indonesia, seorang murid mungkin mampu menulis kalimat sederhana secara mandiri (kemampuan aktual). Dengan bimbingan guru melalui umpan balik terarah atau diskusi kelompok, murid dapat menghasilkan esai yang lebih kompleks (kemampuan potensial). Pendekatan ini selaras dengan Kurikulum Merdeka, yang mendorong pembelajaran berbasis proyek untuk mengeksplorasi potensi murid secara kontekstual.