Dia dikenal sebagai pencerita ulung berwawasan luas. Mulai dari seni, sejarah, politik, teori, hingga soal percintaan bisa jadi bahan ceritanya.
Sebagai pendaki aktif, Gie rutin mendaki ke Gunung Gede, Gunung Salak, dan Gunung Pangrango di Jawa Barat. Lembah Mandalawangi yang ada di Gunung Pangrango menjadi spot favoritnya.
Saking sukanya, Gie mengabadikan lokasi itu dalam banyak catatan ataupun sajaknya. Gunung Slamet di Jawa Tengah dan Gunung Semeru di Jawa Timur pun dijajalnya.
Namun sayang, Gunung Semeru menjadi tempat terakhir dalam catatan perjalanan hidup Gie. Sehari jelang ulang tahunnya yang ke-27, yakni pada 16 Desember 1969, Gie tutup usia lantaran menghirup gas beracun.
Dia meninggal bersama sang kawan, Idhan Dhanvantri Lubis di Mahameru atau Puncak Gunung Semeru. Lalu ada 24 Desember 1969, ia dikubur di pemakaman Menteng Pulo dan dua hari kemudian dipindah ke Pekuburan Kober, Tanah Abang.
Pada tahun 1975, Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober dan jasad Gie pun terpaksa dipindah kembali. Sempat ada penolakan dari pihak keluarga, namun teman-temannya ingat permintaan Gie yang ingin dibakar dan abunya ditebar di gunung.
Berdasar amanat tersebut, akhirnya pihak keluarga menyepakatinya. Gie pun dikremasi dan abunya disebar di Puncak Gunung Pangrango.
Oleh: Sony Kusumo