Selain China, Amerika Serikat juga memperburuk hubungan dagangnya dengan beberapa negara Eropa. Perselisihan tarif atas industri otomotif, produk pertanian, dan teknologi semakin meruncing. Washington menekan Uni Eropa untuk mengikuti kebijakan proteksionismenya, tetapi negara-negara Eropa lebih memilih memperkuat hubungan dengan China dan negara-negara Asia lainnya.
Peningkatan tensi ini mengancam kemitraan transatlantik yang selama ini menjadi pilar stabilitas ekonomi global. Uni Eropa mulai mencari cara untuk lebih mandiri dalam kebijakan ekonomi dan pertahanan, dengan Jerman dan Prancis mendorong kebijakan industri berbasis otonomi strategis.
Perang Dagang Amerika Serikat vs. Kanada: Lebih dari Sekadar Perang Tarif
Perang dagang antara AS dan Kanada bukan sekadar perselisihan tarif, tetapi juga mencerminkan pergeseran dalam dinamika ekonomi dan politik global. Pada 4 Februari 2025, Kanada memberlakukan tarif 25% atas barang-barang Amerika Serikat dengan total nilai perdagangan sebesar 155 miliar USD. Tarif ini diterapkan bertahap, dimulai dengan komoditas senilai 30 miliar USD dan kemudian diperluas hingga 125 miliar USD.
Langkah ini merupakan respons terhadap kebijakan proteksionisme AS yang semakin agresif. Sebagai negara yang sangat bergantung pada perdagangan dengan Amerika, Kanada berupaya mencari pasar alternatif, termasuk memperkuat perjanjian dengan Uni Eropa dan Asia-Pasifik. Ketegangan ini juga memperburuk hubungan diplomatik kedua negara, yang sebelumnya dikenal sebagai sekutu dekat dalam bidang ekonomi dan pertahanan.
Dampak Global Munculnya Blok-Blok Ekonomi Baru
Ketegangan perdagangan yang meluas ini tidak hanya berdampak pada negara-negara yang terlibat langsung, tetapi juga mengubah lanskap geopolitik global secara lebih luas. Dunia semakin bergerak menuju sistem multipolar, di mana kekuatan ekonomi tidak lagi terpusat hanya pada AS dan sekutunya.
Asia sebagai Pusat Pertumbuhan Baru: Negara-negara Asia Tenggara semakin menjadi pusat manufaktur global, dengan perusahaan-perusahaan besar mengalihkan produksi ke kawasan ini untuk menghindari dampak tarif.
Penguatan Aliansi Ekonomi Non-Barat: China, Rusia, dan negara-negara BRICS semakin memperkuat kerja sama ekonomi sebagai respons terhadap kebijakan proteksionisme AS dan Eropa.
Instabilitas Pasar Global: Fluktuasi harga komoditas, ketidakpastian investasi, dan gangguan rantai pasokan menjadi tantangan utama bagi bisnis global.
Dengan semakin terfragmentasinya ekonomi dunia, persaingan di sektor teknologi semakin ketat. Blok-blok ekonomi baru mendorong inovasi dalam bidang kecerdasan buatan, energi terbarukan, dan manufaktur canggih. Negara-negara anggota bekerja sama dalam penelitian dan pengembangan (R&D) untuk meningkatkan daya saing di pasar global.