Hal ini sejalan dengan teori "Clash of Civilizations" yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington dalam bukunya yang berjudul sama (1996). Huntington berpendapat bahwa konflik di masa depan akan didominasi oleh benturan antar peradaban, bukan lagi ideologi. Dalam konteks ini, perang dagang dapat dilihat sebagai salah satu manifestasi dari benturan peradaban antara Barat dan Timur.
Polarisasi ini mendorong negara-negara lain untuk mengambil posisi, yang dapat menyebabkan fragmentasi rantai pasokan global dan peningkatan proteksionisme.
Restrukturisasi Rantai Pasok Global
Ketidakpastian akibat perang dagang mendorong perusahaan-perusahaan untuk mendiversifikasi rantai pasokan mereka. Ini dapat menyebabkan relokasi produksi ke negara-negara lain, terutama di Asia Tenggara dan Amerika Latin.
Pergeseran ini dapat dikaitkan dengan konsep "World-Systems Theory" yang dikembangkan oleh Immanuel Wallerstein. Dalam bukunya "The Modern World-System" (1974), Wallerstein menjelaskan bagaimana sistem kapitalis global menciptakan ketergantungan antara negara-negara inti, semi-periferi, dan periferi. Restrukturisasi rantai pasokan dapat dilihat sebagai upaya negara-negara untuk mengubah posisi mereka dalam sistem ini.
Pergeseran ini dapat menciptakan peluang baru bagi negara-negara berkembang, tetapi juga dapat menimbulkan tantangan dalam hal adaptasi dan peningkatan daya saing.
Disrupsi Ekonomi Digital dan Teknologi
Perang dagang telah mempercepat persaingan dalam bidang teknologi, terutama kecerdasan buatan, 5G, dan teknologi informasi lainnya.
Negara-negara yang mampu menguasai teknologi-teknologi ini akan memiliki keunggulan kompetitif dalam ekonomi global. Perkembangan Ekonomi digital ini juga memunculkan tantangan baru, seperti masalah keamanan siber dan privasi data.
Laporan "Future of Jobs 2023" yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) memproyeksikan bahwa dalam kurun waktu lima tahun ke depan (2023-2027), sekitar 83 juta pekerjaan akan hilang, sementara 69 juta pekerjaan baru akan muncul, mengakibatkan penurunan bersih sekitar 14 juta pekerjaan secara global.
Perubahan ini sebagian besar didorong oleh adopsi teknologi yang masif, terutama kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi. Sektor-sektor seperti administrasi, keamanan, manufaktur, dan perdagangan tradisional diperkirakan akan mengalami penurunan pekerjaan akibat digitalisasi dan otomatisasi. Di sisi lain, teknologi juga membuka peluang baru di berbagai bidang. Profesi seperti analis data, ilmuwan data, spesialis pembelajaran mesin (machine learning), serta pakar keamanan siber diproyeksikan akan tumbuh pesat, dengan perkiraan pertumbuhan rata-rata 30% pada tahun 2027. Sektor pendidikan, pertanian, dan kesehatan juga diperkirakan akan mengalami peningkatan lapangan kerja. Pekerjaan di sektor-sektor ini akan membutuhkan keterampilan yang lebih tinggi dan nilai tambah yang lebih besar, didukung oleh kemajuan teknologi.