Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Filsafat | Climate Justice and DRR

Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mentalitas Burung Condor di Balik Tingginya Angka Kasus Covid-19 di Indonesia

15 Februari 2021   06:40 Diperbarui: 15 Februari 2021   07:05 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterampilan burung kondor Andes dalam membubung sangat penting untuk gaya hidup pemulung. Foto: Alamy (sumber : theguardian.com)

Ada dua burung besar yaitu Rajawali (sub famili Aquilinae) dan Burung Condor Andes (Vultur Gryphus) yang keduanya merupakan icon kepemimpinan simbolik. Condor adalah burung terbesar di planet bumi yang memiliki kemampuan untuk bisa melayang di udara (gliding) lebih baik dibanding Rajawali, yaitu sejauh 172 kilometer tanpa kepakan sayap.

Mereka senang makan bangkai dengan gaya hidupnya yang suka berpesta pora bersama hewan besar, dan liar.  Rajawali memiliki sifat berbeda dari Condor, yaitu mereka  tidak mau makan bangkai dan karenanya tidak suka berpesta pora. 

Metafora burung Condor sebagai pihak yang suka memanfaatkan kesusahan orang lain ditengah bencana, sangatlah dekat dengan realita dalam dinamika kehidupan sosial kita.

Ironis memang jika ada pihak berpesta pora mengambil kesempatan untuk kenikmatan dan keuntungan pribadi melalui pandemi covid-19.

Penerapan program nasional vaksinasi Covid-19 di Indonesia mencerminkan harapan perkembangan pandemi yang membaik memasuki awal tahun 2021 sejak diawali Presiden Joko Widodo pada 13 Januari 2021. 

Para tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan pandemi menjadi prioritas pemerintah dalam pemberian vaksin Covid-19. Data per tanggal 14 Februari 2021 menurut laman covid19.go.id jumlah capaian sasaran vaksinasi SDMK (Sumber Daya Manusia Kesehatan) telah mencapai 1.468.764, sedangkan sasaran vaksinasi tahap 1 telah mencapai 1.068.747 dan sasaran vaksinasi tahap 2 telah mencapai 425.578.

Pada sisi lain, jumlah kasus Covid-19 per tanggal 14 Februari 2021 tercatat 1.217.468 positif, dan 1.025.273 sembuh, serta 33.183 meninggal, menunjukkan angka konfirmasi kasus Covid-19 yang terus meninggi. Hal ini tentunya juga menjadi indikator memburuknya persoalan pandemi di negara kita. Artinya ada fenomena kemandekan (stagnasi) kemajuan penanganan Covid-19 yang harus kita hadapi bersama. 

Jika kita bandingkan data dari Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC) bahwa  8.317.180 orang AS (setara 2.5% populasi) telah menerima kedua dosis vaksin Covid-19, terdapat kemajuan jumlah pasien rawat inap akibat Covid-19 di Amerika Serikat (AS) yang menurun.

Fenomena ketidakpastian dan kompleksitas pandemi tersebut telah kita kenal dalam akronim manajerial yang populer sejak era tahun'90an yaitu VUCA (volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity), sebuah situasi untuk menggambarkan fenomena dunia yang mengalami perubahan drastis, serta cenderung sulit diprediksi. 

Para pemimpin dengan mentalitas Condor akan cenderung memperburuk situasi VUCA dimasa pandemi. Presiden Joko Widodo perlu segera mencopot siapapun dalam penangan pandemi Covid-19 ini yang memiliki mentalitas Condor, karena sangat berbahaya dan menghambat kemajuan. Kita membutuhkan pemimpin dengan kualitas mental Rajawali yang tidak kenal takut dan tidak mudah menyerah serta tidak suka berpesta pora atas hasil orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun