Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kampung Halaman Wonder Woman di Dunia Nyata

11 Juni 2020   08:04 Diperbarui: 11 Juni 2020   18:12 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para gadis Noiva do Cordeiro [facebook.com/noivadocordeiro]

Di Nusa Tenggara Timur, terutama di kantung-kantung buruh migran, sering kita jumpai perkampungan yang dihuni penduduk mayoritas perempuan.

Kesulitan uang tunai menyebabkan para lelaki merantau ke negeri-negeri yang jauh atau ke provinsi-provinsi seberang, tempat pekerjaan berupah bulanan menanti. Di kampung, tinggallah para perempuan bersama anak-anak  dan lansia, menunggu mente berbuah atau saatnya asam jatuh dari pohon.

Dalam dunia imaji, generasi tua mengenal tokoh komik Wonder Woman. Para belia masa kini mengenalnya sebagai karater superhero milik Warner Bros. Saya penasaran, kalau Wonder Woman diadu dengan Captain Marvel, siapa yang keluar sebagai jawara?

Tetapi baiklah, tak perlu mengadu domba dua perempuan fiksi itu. Kita bicara saja yang di dunia nyata, dan bukan tentang NTT.

Pernahkan Anda mendengar ada kampung yang mirip-mirip Amazon di Pulau Themyscira, kampung halaman Wonder Woman? Nyaris semua penghuninya perempuan. Hampir seperti di kantung-kantung asal buruh migran di NTT. 

Bedanya, di kampung yang sedang kita bicarakan ini, para perempuan sungguh berjaya. Maksud saya, tata kehidupan masyarakat berjalan dalam nilai-nilai 'keperempuanan' dan dipimpin  para perempuan.

facebook.com/noivadocordeiro
facebook.com/noivadocordeiro

Nama kampung itu Noiva do Cordeiro, lebih tepatnya sebuah kota kecil, terletak di pedalaman sisi Tenggara Brazil. Dari Rio de Janeiro, jaraknya sekitar 300 mil. Itu kurang lebih 20 kilometer lebih jauh dibandingkan jarak Jakarta-Semarang.

Kalau Anda kebetulan jadi stafsus Presiden dan bisa menabung honornya untuk membeli  mobil listrik Ford Mustang Mach-E berkapasitas baterai 98,8 Kwh, cukup sekali charge penuh di Rio de Janeiro, Anda sudah bisa tembak langsung ke Noiva do Cordeiro.

Oh iya, artikel ini saya rombak dari versi yang pernah saya tayangkan di salah satu blog pribadi.

Seperti sudah saya bilang tadi, hampir seluruh penduduk tetap Noiva do Cordiro adalah perempuan. Sekitar 600 orang jumlahnya dan separuhnya berusia angkatan kerja. Sisanya anak-anak dan lansia.

Karena hampir semuanya perempuan, nyaris seluruh profesi di  Noiva do Cordeiro juga dijalankan oleh perempuan. Mulai dari bertani hingga montir di bengkel; Bu Polisi hingga penjaga pom bensin.

Para lelaki asal Noiva do Cordeiro, yang jumlahnya memang sedikit itu bekerja di kota lain, sekitar 100 km jaraknya dari Noiva do Cordeiro. Karena jauh, mereka baru kembali ke kota kecil itu setiap akhir pekan.

# Asal Mula

Sejak mula-mula Noiva do Cordeiro sudah jadi permukiman kaum perempuan. Pendirinya adalah suami-istri 'perkawinan terlarang' Francisco Augusto Arajo Fernandes  dan Maria Senhorinta.

Aslinya  Maria Senhorinha de Lima adalah gadis desa Rocas Novas. Pada 1891 orang tua memaksa si gadis menikah dengan Arthur Pierre, lelaki Prancis.

Maria emoh sebab ia sudah punya gebetan, seorang petani miskin, Francisco Augusto. Tetapi karena mulanya tidak bisa menolak, Maria jadi juga istri Pierre. Namun setelah tiga bulan usia pernikahan, Maria meninggalkan Pierre dan tinggal bersama Fracisco.

Cinta memang butuh keberanian, Fulgensio!

Karena perempuan bersuami lari dengan lelaki lain adalah tabu di mana pun dalam masyakat moderen, maka pasangan Maria-Francisco diisolasi dari pergaulan sehari-hari. Para tetangga menjauhi mereka; tetapi pergunjingan menempel ketat seperti daki dalam keseharian hidup mereka.

Mungkin karena tidak tahan dengan mulut usil emak-emak sekampung, Maria dan Fracisco, bersama sejumlah kerabat dekat meninggalkan desa Rocas Novas dan pergi menetap di tempat yang jauh dari mana-mana.

Lambat laun pemukiman itu berkembang. Tetapi orang-orang di sana tetap terisolasi sebab Gereja Katolik memberi sanksi ekskomunikasi terhadap pasangan itu. Pada masa itu ekskomunikasi bukan cuma larangan  terlibat di dalam aktivitas gerejawi tetapi juga dikucilkan secara sosial. Bukan main-main, ekskomunikasi dijatuhkan kepada lima tingkat keturunan Maria-Francisco.

[facebook.com/noivadocordeiro]
[facebook.com/noivadocordeiro]

#Bebas dari Lembaga Agama

Sampai di generasi ketiga  hidup terisolasi dari Gereja Katolik, Delia Fernandes, salah serorang cucu Maria-Francisco jatuh cinta dan menikah dengan Anisio Pareira, seorang pendeta Kristen Evangelical. Anisio turut pindah ke  Noiva do Cordeiro dan menerikan gereja di sana, Noiva do Cordeiro Evangelical Church. Dari sinilah nama kota kecil itu berasal.

Saat itu semua warga Noiva do Cordeiro mengikuti jejak Delia, memeluk agama Anisio.

Tetapi aturan dalam Kristen Evangelical yang dipimpin Anisio sangat ketat aturan-aturannya, terutama terhadap kaum perempuan.

Para perempuan tidak boleh mendengarkan musik dan menari; dilarang menggunting rambut, dilarang pakai kontrasepsi, dan harus selalu mengenakan pakaian panjang yang tertutup dari atas sampai bawah.

Ya maklumlah, banyak agama masih memadang tubuh perempuan --bukan mata dan otak lelaki-- sumber dosa itu.

Selain itu, para perempuan juga tidak didengarkan pendapatnya, baik dalam menentukan kebijakan publik (urusan kolektif warga kota) pun dalam rumah tangga.

Jangan mengeluh, Klementina!

Sudah serba dibatasi di kota sendiri, para permpuan Noiva do Cordeiro masih pula mengalami perlakuan diskriminatif bahkan perundungan oleh masyarakat luar. Mereka dituding sebagai pelacur. Yaelah, padahal sudah berkapaikan serba tertutup.

Sementara anak-anak mereka, para lelaki keturunan Nova de Cordeiro, kesulitan mendapatkan pekerjaan di kota-kota sekitar. Dampaknya, orang-orang Noiva do Cordeiro kerap mengalami kelaparan, dan tentu saja sehari-hari hidup miskin.

# Akhirnya ... 'Revolusi'!

Kesulitan hidup selalu butuh kanal katarsis. Jika itu pun kauhambat, meledaklah orang-orang.

Itulah yang terjadi dengan Revolusi Mahasiswa di Paris dan Nantes, Prancis 1968. Kemarahan para mahasiswa oleh larangan bertamu ke asrama mahasiswa bertemu kemarahan masyarakat umum yang masih tersisa oleh perang Vietnam --marahnya ke Amerika dan kapitalisme dunia--. Kemarahan itu sampai bisa bikin Sang diktator Charles de Gaulle lari terbirit-birit ke luar negeri.

Demikian pula dengan para perempuan  Noiva do Cordeiro. Mereka ingin sejenak saja melupakan berbagai tekanan dan kesulitan hidup denga menari dan bernyanyi. Maka pada sebuah acara pernikahan, pecahlah pertengkaran dengan pihak gereja. Para perempuan tidak mau lagi dikungkung aturan-aturan tak masuk akal. Mereka memutuskan untuk menari, menyanyi, sekalipun ditakut-takuti ancaman masuk nereka.

Untuk apa masuk surga jika di sana tak boleh menari dan menyanyi? Bukankan tanpa musik dan tarian, segala neraka belaka?

Kini setiap hari adalah hari berkesenian [facebook.com/noivadocordeiro]
Kini setiap hari adalah hari berkesenian [facebook.com/noivadocordeiro]

Pascapertengkaran itupara perempuan Noiva do Cordeiro merenungkan dan mendiskusikan peran agama bagi hidup mereka. Kesimpulannya: agama tidak lebih dari wujud otoritas patriarki lainnya.

Maka sejak itu mereka meruntuhkan bangunan gereja. Di atas reruntuhan itu mereka mendirikan bar, tempat warga Nova de Cordeiro menikmati surga di muka bumi: bernyanyi, menari, bahkan minur bir, saling peduli.

Bukankah kegembiraan adalah wujud kehadiran Tuhan di tengah-tengah kita?

Maka pada 1990, agama resmi terusir dari Noiva do Cordeiro. Sebagai gantinya, masyarakat hidup dengan prinsip cinta kasih kepada sesama. Terpujilah!

#Nilai, Prinsip, dan Praktik Hidup

Tanpa kehadiran otoritas yang mengklaim peran sebagai perumus tunggal nilai-nilai kebaikan hidup, komunitas Noiva do Cordeiro secara demokratis merumuskan nilai-nilai hidup baru mereka.

Pertama, pimpinan masyarakat Noiva do Cordeiro adalah matriakh. Seorang perempuan.

Kedua, pertengkaran antarwarga diharamkan. Jika terjadi juga, perdamaian ditempuh melalui diskusi, berlarut-larut sekalipun, hingga mencapai mufakat. Mereka mengharamkan penyelesaikan konflik lewat berperkara di lembaga peradilan yang menganut asas menang-kalah.

Ketiga, pekerjaan-pekerjaan, terutama di bidang pertanian dikerjakan secara kolektif. Setiap orang menyumbang tenaga dan materi sesuai apa yang mampu mereka sumbangkan.

Memproduksi pangan, memasak, hingga merawat anak dan lansia adalah urusan kolektif [facebook.com/noivadocordeiro]
Memproduksi pangan, memasak, hingga merawat anak dan lansia adalah urusan kolektif [facebook.com/noivadocordeiro]

Keempat, ada perlakuan setara dalam beragam bentuk orientasi seksual. Homo dan heteroseksual mendapat perlakuan sama.

Kelima, masyarakat secara bergilir mendapat tugas merawat anak-anak dan kaum lanjut usia. Jadi anak-anak dan lansia dirawat oleh masyarakat (bukan oleh negara).

Keenam, komunitas selalu menyediakan makanan --dikerjakan secara gotong royong bergilir-- di pusat komunitas. Siapapun yang ingin, boleh makan di sana.

Ketujuh, meski bekerja keras, warga Noiva do Cordeiro selalu beristirahat di siang hari. Hakikat kerja adalah memanusiakan manusia, bukan menjadikan diri budak.

Kedelapan, masyarakat Noiva do Cordeiro menjadikan kesenian unsur sentral dalam keseharian hidup mereka. Pagi bekerja, siang istirahat, sore olahraga, malam berkesenian.

Kesembilan, masyarakat Noiva do Cordeiro tidak anti-politik. Dalam pemilu Brazil mereka memberikan suara kepada Partido dos Trabalhadores (PT), partai buruh berhaluan sosialis.

Memasak di dapur umum, gotong royong setiap hari [facebook.com/noivadocordeiro]
Memasak di dapur umum, gotong royong setiap hari [facebook.com/noivadocordeiro]

Oleh praktik-praktik hidup seperti ini --ternyata hal yang kita sangka utopia, bisa terwujud di sini--, komunitas luar menduga-duga ideologi masyakat Noiva do Cordeiro. Ada yang menilai mereka anarko, ada yang menilai mereka komunis, fabianis, dan lain-lain.

Tetapi masyarakat Noiva do Cordeiro mengakui mereka bukan semua itu. Mereka hanya hidup berprinsip kecantikan ... dan kecantikan selalu hadir di balik cinta pada sesama.

# Pernah Bikin Heboh Jagat Raya

Pada Agustus 2015, dunia sempat heboh dengan percakapan tentang Noiva do Cordeiro. Itu gara-gara koran The Telegraph memuat wawancara dengan Nelma Fernandes (saat itu 23 tahun), warga Noiva do Cordeiro, bahwa mereka, para perempuan Noiva do Cordeiro sedang mencari kekasih untuk dijadikan suami.

Syaratnya mudah saja: tidak berpaham patriarkis; bersedia melakukan kerja domestik (memasak, membersihkan rumah, sama seperti apa yang kaum perempuan lakukan); serta berpikiran terbuka dan progresif.

Yah! Itu bukan sekadar gaya hidup, sayang. Itu ideologi yang dihidupi, dipraktikkan dalam keseharian, sepenuh jiwa. Ternyata ada utopia yang bisa terwujud. Semoga bertahan selamanya. Jayalah jaya!

Dosa itu bersarang di mata dan pikiran kita, Kakak [facebook.com/noivadocordeiro/]
Dosa itu bersarang di mata dan pikiran kita, Kakak [facebook.com/noivadocordeiro/]

Sumber:

  • Marlena Waldthausen (28/2/2019).  "Noiva do Cordeiro -- Where Women Rule." Photographic Museum of Humanity, phmuseum.com

  • Simon McCormack (28/8/2014). "Residents Of Noiva Do Cordeiro, Almost All-Woman Town, Seek Bachelors."huffpost.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun