Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bukan Agama Musuh Pancasila, Justru Satu Ini yang Keliru dari Profesor Yudian

13 Februari 2020   11:42 Diperbarui: 13 Februari 2020   13:22 1951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof Yudian Wahyudi [Beritabaru.co]

"Tetapi saya masih ada pertanyaan besar, Pak. Saya ingin tahu, bagaimana Bapak menyintesakan Marxisme dengan religi?" tanya Asmara Hadi di beranda, semalam sebelum besoknya ia berlayar kembali ke Jawa.

"Marxisme saya itu adalah Marxisme yang didalamnya menggema suara Tuhan," jawab Soekarno.

"Kemudian rakyat sebagai kaum marhaen akan diperjuangkan terutama melawan kolonialisme? Saya sangat setuju, Pak, pandangan Bapak mengenai sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, untuk menjadi gagasan terciptanya asas musyawarah dan keadilan sosial" sambung Asmara Hadi.

"Pinter kamu, Ndol."

Dialog di atas adalah salah satu scene dalam film Ketika Bung di Ende. Sejumlah sejarahwan progresif terkemuka seperti Pieter Rohi, Peter Kasenda, dan Roso Daras terlibat dalam pembuatannya.

Menyimak dialog di atas, apalagi ditambah membaca pidato Soekarno di depan sidang BPU PKI, 1 Juni 1945, memberikan pandangan yang jernih tak terbantahkan tentang posisi penting Ketuhanan dan religiositas---dan tentu saja agama sebagai tubuh sosial dan politik Ketuhanan---dalam Pancasila. Tanpa ketuhanan, Pancasila hanya akan terdiri dari sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, hanya akan seperti Marxisme.

Maka menyangka Kepala BPIP Profesor KH Yudian Wahyudi sungguh-sungguh bermaksud mengatakan agama adalah musuh Pancasila merupakan pemaksaan yang genit dan tindakan menutup mata yang lebai. Semua orang jujur tahu, kata-kata yang terlontar dari mulut Prof. Yudian bukanlah apa yang sungguh dipikirkannya. Ini persoalan wajar, manusiawi. Orang menulis saja sering ada problem saltik dan kurang kata, apalagi bicara.

Ditambah pula, Prof. Yudian Wahyudi sudah memberi klarifikasi, bahwa yang ia maksud adalah sekelompok kecil orang Indonesia yang menghadap-hadapkan Pancasila dengan agama; memanipulasi ajaran dan simbol agama; mengklaim penafsiran tunggal mereka sebagai paling benar dan memaksakannya agar diterima mayoritas warga bangsa. (1)

Meski begitu, bukan berarti tidak ada masalah dalam pendapat Prof. Yudian Wahyudi. Ada satu hal penting yang tidak tepat menurut saya---bukan berarti saya yang tepat, lho ya. Ini soal beda pendapat saja--, yaitu pandangannya tentang asas tunggal Pancasila.

Dari pernyataannya, tampak bahwa Prof. Yudian menghendaki semua organisasi menganut azas Pancasila dan meniadakan kekhasan organisasi-organisasi tersebut. (2) Pandangan seperti ini merupakan sikap Orde Baru. Pada 1985, melaui UU Nomor 3/985, pemerintahan Orde baru mewajibkan semua parpol dan ormas menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun