Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hal "Salam Tempel," Dialog dengan Diri Sendiri

11 Juni 2018   13:08 Diperbarui: 11 Juni 2018   13:28 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu bentuk ungkapan syukur. Benar.

Sayangnya tidak semua orang bisa bersyukur dengan cara demikian. Tetapi karena sudah jadi tradisi, banyak orang terpaksa bikin pesta juga.

Untuk itu sering orang mencari pinjaman ke sana ke mari. Tidak bisa disangkal. Adanya koperasi yang menyediakan layanan pinjaman pembiayaan pesta Sambut Baru adalah buktinya.

Nah, bayangkan saja jika harus ditambah pula dengan tradisi bagi-bagi uang saat Natal seperti orang bagi-bagi uang saat Idul Fitri di tempat lain itu. Bayangkan jika orang harus meminjam khusus untuk itu. Lebih gawat karena Sambut Baru hanya diadakan sekali untuk tiap anak, Natal setiap tahun.

Jika tidak meminjam, keluarga-keluarga kurang mampu mau bagaimana?

Menerima tamu Natal, terus anak-anak tamu bertanya kepada anak kita, "Papamu miskin sekali ya? Kok tidak ada bagi-bagi uangnya?" Bagaimana perasaan anak kita?

Ketika merayakan Natal bersama keluarga besar misalnya. Saat saudara-saudaramu sudah berbaris dengan amplop di tangan dan siap membagikan uang kepada anak-anak, dirimu cuma berdiri di pojok dan berpura-pura sibuk dengan sesuatu yang tak penting? Berpura-pura sibuk membantu cuci piring?

Lalu anakmu bersama saudara-saudara sepupunya menerima uang dari ankel-onti, paman-bibi, abah-bunda, dan segala macam sebutan mereka untuk saudara-saudarimu. "Kok papa-mamamu nggak ikut bagi-bagi amplop?" Anak-anak lain bertanya kepada anakmu. Bagaimana perasaan dia?

Jadi bagi saya itu tradisi yang mengerikan jika harus terjadi di lingkungan saya, dalam kebudayaan saya. Ini kebudayaan yang menendang kaum miskin, merampas kebahagiaan hari raya dari mereka yang kurang beruntung.

Jadi tidak setuju dengan tradisi bagi-bagi uang saat lebaran itu, kan? Saya sudah mengancing diri saya sendiri, mendesaknya hingga ke pojok.

Ya kan pertanyaannya bagaimana jika terjadi di sini, di NTT. Kalau di luar sana, di tempat lain, di kebudayaan lain, sila lanjutkan terus. Mungkin mereka punya alasan tersendiri. Tidak patut saya menilainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun