Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sinyal Bahaya di Balik Pernyataan Sri Mulyani

28 Januari 2017   18:49 Diperbarui: 31 Mei 2020   17:53 10529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ringkasnya, meningkatkan konsumsi rumah tangga adalah upaya mencegah stagnasi berubah menjadi krisis. Stagnasi itu seperti influenza bagi perekonomian. Ia kerap terjadi, sering periodik seperti influenza kerap menyerang di pancaroba. Namun, jika stagnasi berpadu inflasi, menjadi stagflasi, ia malih ebola, meniupkan kematian massal dalam sekejap.

Bank dan Gerai Ritel Kian Murah Hati

Setahun terakhir ini, jika jeli mengingat kejadian-kejadian yang seolah-olah biasa, kita akan menyadari bahwa saban Jumat datang telepon dari pemasar kartu kredit agar kita jangan lewatkan kesempatan ‘kebaikan hati bank’ memberi kredit berbunga rendah bertenor panjang, atau mendapat tambahan plafon kredit. Di laman surat kabar, promosi potongan harga dan fasilitas belanja kredit berbunga rendah, bahkan nol persen, kian marak dari hari ke hari. Ada apa?

Kita sebenarnya sedang berada dalam orkestra menyelamatkan perekonomian. Mendorong konsumsi rumah tangga itu istilah lainnya adalah “mendorong orang lebih banyak belanja, kurangi menabung.’

Agar rumah tangga lebih banyak belanja, Bank –sebagaimana diharapkan oleh BI, sang konduktor— menurunkan suku bunga tabungan. Dengan bunga rendah, orang-orang memilih menarik dan membelanjakan uangnya, konsumsi pun meningkat. Di sisi lain, bunga kredit ikut turun sehingga pelaku usaha terdorong meminjam untuk berinvestasi.

Cara lain untuk mendorong konsumsi rumah tangga adalah memprovokasi dissaving, yaitu dengan kebijakan kredit yang ‘ramah’. Salah satu instrumennya adalah kartu kredit. Maka jangan heran jika kian sering kita mendapat telepon pemasar agar memiliki kartu kredit baru, menambah plafon, dan menggunakan dana yang telah dialokasikan untuk kita.


Bapak-Ibu, jangan lewatkan kesempatan emas ini, lho. Bank sedang berbaik hati, kalau mau belanja sekarang pakai kartu kredit, Bapak-Ibu boleh cicil di toko hanya dengan bunga 0,9% per bulan.” Pekan depan, “Bapak masih punya jatah dana sekian puluh juta yang belum terpakai. Diambil saja, Pak, mumpung kita kasih bunga super murah.” Jika Anda setuju, limit penggunaan dana menjangkau plafon, pekan depannya lagi Anda akan ditelepon, “Bapak beruntung. Sebagai penghormatan atas loyalitas Bapok menjadi nasabah, Bank memberikan kesempatan untuk menambah limit kartu kredit. Mau, ya Pak, mau ya?

Demikian pula gerai-gerai ritel modern mendadak beramai-ramai baik hati. “Ayo, mumpung diskon 30%.” Jika itu belum mempan juga, “Ayo, bukan cuma diskon, bisa nyicil juga dengan kartu kredit, tanpa bunga, 0% per bulan.” Orang berpikir ini kesempatan langka, ayo belanja sekarang. Lucunya ‘kesempatan langka’ itu seperti hujan Februari, datang terus, sangat sering hingga kita mengutuknya karena bosan. Pekan lalu kesempatan langka, minggu ini ada lagi kesempatan langka, pekan depan pun datang lagi. Ya, kelangkaan yang sering. Tampaknya KBBI harus direvisi, menambah arti langka dengan antonimnya.

Bank-bank pemberi kredit itu sedang memenuhi panggilan tugas. Pertama panggilan untuk survive, mempertahankan hidupnya. Investasi tidak bertumbuh, sebagaimana dikatakan Bu Sri, berarti tidak ada pengusaha yang membangun pabrik baru atau menambah mesin, maka tidak ada pengusaha yang mau meminjam uang di bank. Sayangnya, bank harus memutar uangnya agar ada profit untuk dipersembahkan sebagai deviden kepada pemilik modal, agar ada biaya membayar gaji direktur, teller, hingga satpam, dan agar ada margin untuk membayar bunga penabung? 

Kedua, panggilan tugas mulia menyelamatkan ekonomi kapitalis. Karena investasi sedang seret dan pertumbuhan ekonomi kini disandarkan pada konsumsi rumah tangga, maka rumah tangga harus diberi sebanyak mungkin insentif (juga disinsentif berupa bunga simpanan rendah) agar berbelanja. Dengan itu, para pengusaha yang sudah ada tidak gulung tikar, kapasitas produksi terpasang tidak berkurang. Tugas serupa sedang dijalankan toko-toko, jaringan-jaringan pemasaran ritel.

Bom Waktu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun