Mohon tunggu...
TIKA PUTRI SIBARANI
TIKA PUTRI SIBARANI Mohon Tunggu... Siswa jenjang SMK

Saya memiliki minat dalam politik. Saya membaca berita melalui media tv dan juga media sosial seperti tiktok, instagram dan sebagainya, tentunya saya tidak langsung mengambil 1 sudut pandang melainkan saya melihat dari berbagai sudut pandang. Saya suka mencoba hal baru yang membuat diri saya merasa tertantang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketidakmerataan Digitalisasi Satker: Ancaman Akuntabilitas dan Penerimaan Negara Indonesia

31 Agustus 2025   08:54 Diperbarui: 31 Agustus 2025   08:54 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saat ini, digitalisasi bukan lagi suatu pilihan melainkan sebagai kebutuhan masyarakat. Era digital memberikan peluang yang besar bagi penerimaan negara Indonesia. Penerimaan negara merupakan aspek penting untuk pembangunan negara Indonesia. Sumber penerimaan negara terdiri dari 3 (tiga) fondasi utama:

Pajak sebagai sumber penerimaan negara terbesar bersifat wajib bagi wajib pajak pribadi dan badan.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) memanfaatkan sumber daya alam (minyak, tambang, gas, perikanan, kehutanan)

Hibah adalah penerimaan negara dari pemberian luar negeri dan juga dalam negeri.

Peluang tersebut harusnya memberikan kemajuan pada tingkat penerimaan negara Indonesia.  Namun salah satu tantangan adalah ketidakmerataan Satker yang menerapkan digitalisasi. Hasil riset suara.com (2025) masih ada 72,1 juta orang Indonesia yang kesulitan mendapatkan akses internet, Indonesia menempati peringkat ke-8 dunia untuk keterbatasan akses.

Artinya, meski infrastruktur digital terus berkembang, ketimpangan masih nyata bagi Satker di daerah pelosok. Meskipun jaringan 4G sudah mencakup 97,42% wilayah permukiman, tetapi cakupan 5G baru sekitar 3,53% wilayah (inews.id). Kita tidak boleh menganggap remeh kesenjangan yang terjadi, karena angka statistik tersebut menunjukkan jutaan masyarakat yang tidak mendapatkan hal digitalnya.

Ketimpangan yang terjadi harus ditanggapi dengan serius karena memberikan pengaruh besar bagi Satker di pelosok yang semakin tertinggal dalam penerapan digitalisasi. Kita tidak boleh mengabaikan fakta kesenjangan digital yang terjadi di daerah pelosok.

Fakta ini menunjukkan banyaknya daerah terpencil yang sulit untuk mendapatkan akses internet. Kita sadar bahwa tanpa adanya internet sulit untuk mendapatkan informasi, komunikasi, dan para pekerja juga kesulitan melakukan aktivitas mereka dalam hal apapun. Apalagi Satker yang berada di daerah tersebut yang membuat masalah serius bagi penerimaan negara Indonesia.

Jika Satker masih mengandalkan audit dengan manual memungkinkan keterlambatan pelaporan, rawan terjadinya kesalahan penginputan data, sulit melakukan proses pengecekan data valid serta dapat dipercaya dan menurunnya akuntabilitas. Hal ini adalah penyebab terjadinya ketidakmerataan digitalisasi Satker yang menjadi ancaman bagi akuntabilitas dan penerimaan negara.

Dengan keterlambatan pelaporan mengakibatkan menurunnya transparansi sehingga adanya peluang untuk manipulasi yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Terjadinya kesalahan penginputan data menjadi masalah yang serius terutama pelaporan bagi penerimaan negara Indonesia.

Transparansi adalah syarat penting untuk mewujudkan akuntabilitas. "Akuntabilitas tidak akan tercapai tanpa sistem informasi yang andal, transparan, dan mudah diverifikasi," ujar Prof. Dr. Agus Dwiyanto (2005) dalam buku yang ia tuliskan berjudul "Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun