Betapa rakyat kecil itu amat dibutuhkan, terutama oleh politisi. Paling mutakhir menjelang kontestasi politik elektoral 2018 yang bakal dihelat di 117 wilayah di Tanah Air.
Rakyat kecil seperti pedagang keliling atau tukang parkir, merupakan sosok yang tak ubahnya sebuah berlian yang tergolek di pinggir jalan.
Manakala seorang politisi yang ikut bertarung merebut jabatan gubernur, bupati dan walikota, menemukannya secara tak sengaja ataupun sengaja. Mereka pun "menjumputnya".
Mereka disapa, ditemui, diajak ngobrol dan tentu akan diajak foto bersama oleh sang kontestan, sang politisi. Merekatkan harapan dalam balutan dua kutub yang saling mendambakan.
Bagi sang kontestan tentu berharap dukungan coblosan kala di tempat pemungutan suara nantinya dan bagi pedagang keliling, ada harapan diberikan akses modal murah dan terjangkau, misalnya.
Aroma saling membutuhkan itu terasa uapnya saat Djarot Saiful Hidayat, calon Gubernur Sumut usai makan di salah satu restoran dengan khas burung goreng di Sinaksak, Kabupaten Simalungun, Selasa (20/3).
Djarot paham sepertinya, tak cukup dia bercengkrama dan makan bersama dengan elit politik di sekelilingnya. Konon menikmati sajian yang lumayan enak dan sudah pasti mahal bagi ukuran warga kelas bawah.
Sebagai politisi yang sudah mengenyam kerasnya politik di Ibu Kota, Djarot sadar dia butuh energi dan diskusi dengan orang-orang, yang di kalangan PDI Perjuangan disebut sebagai wong cilik.
Disebut energi, karena usai dia mengisi perut dengan makanan bergizi, sebagai energi raga, dia juga butuh makanan rohani yang tetap akan menjaga semangat dan tekadnya berkontestasi, berupa hadirnya rakyat kecil.
Bisa jadi rakyat kecil ini energi plus baginya, sehingga menyempatkan waktu dan dirinya bersama mereka, berbincang dan mencari solusi. Tentang bagaimana usaha  pedagang kecil bisa maju.