Mohon tunggu...
Tigaris Alifandi
Tigaris Alifandi Mohon Tunggu... Teknisi - Karyawan BUMN

Kuli penikmat ketenangan. Membaca dan menulis ditengah padatnya pekerjaan | Blog : https://tigarisme.com/ | Surel : tigarboker@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Restrukturisasi Kabinet

29 September 2019   22:08 Diperbarui: 29 September 2019   22:15 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabinet Kerja 2014-2019. gambar bersumber dari Kompas.com

UU No 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara memberi waktu bagi presiden baru selama 14 hari semenjak dilantik untuk membentuk kabinet.

Kabinet sendiri adalah pembantu utama presiden dalam menjalankan roda pemerintahan. Begitu vitalnya peran kabinet bahkan ditegaskan dalam penjabaran pasal UUD 1945. Bahwa sebenarnya menteri-menteri negara itulah "pemimpin negara" yang sebenarnya. Karena dalam praktiknya menteri lah yang memegang kekuasaan pemerintahan sektoral.

Selama ini diskursus yang populer di ranah publik mengenai pembentukan kabinet sendiri adalah tentang siapa saja yang akan menduduki pos menteri dalam setiap kabinet baru. Biasanya setelah penetapan pemenang pilpres mulai bersliweran nama-nama yang dijagokan menjadi pembantu presiden.

Pembentukan kabinet baru lebih banyak ditafsirkan sebagai ajang bagi-bagi kue kekuasaan. Deretan nama kandidat banyak dimunculkan lingkaran pihak penguasa baru. Bisa dari partai politik pengusung ataupun relawan.

Kebiasaan balas budi dalam politik membuat kelompok kepentingan tersebut memiliki kuasa menekan calon presiden. Efek dominonya, kabinet yang dibentuk cenderung "gemuk" sebagai implikasi kompromi politik presiden. Jadi jangan heran apabila tafsir bagi-bagi kue kekuasaan dianggap wajar oleh publik.

Setiap presiden umumnya memanfaatkan kuota maksimal pembentukan kementerian yang diamanatkan undang-undang. UU Kementerian Negara terbaru (yang telah dituliskan di atas) membatasi jumlah terbanyak kementerian yang dapat dibentuk presiden sebanyak 34.

Pembatasan tersebut bukan tanpa tujuan. Struktur organisasi lembaga kepresidenan yang ramping meningkatkan efektivitas pemerintahan. Selain itu, dengan adanya pembatasan tersebut mencegah terjadinya inefisiensi penggunaan anggaran akibat kabinet yang kegemukan.

Presiden Joko Widodo pada periode pertamanya membentuk 34 kementerian, meleset dari janji awal politiknya yang berkomitmen membentuk kabinet yang ramping.

Sama dengan apa yang dilakukan Presiden SBY. Total ada 34 kementerian yang dibentuk selama 2 periode. Beberapa pendahulu pun tak jauh beda. Megawati dengan 31menterinya dalam Kabinet Gotong Royong, Gus Dur (35 orang) hingga Soeharto yang semenjak Kabinet Pembangunan IV membentuk antara 32-38 kementerian.

Isu restrukturisasi kabinet kembali mengemuka menjelang periode kedua Presiden Jokowi. Gagasan yang dimunculkan diantaranya tentang peleburan kementerian perindustrian dan perdagangan, pembentukan 2 kementerian baru (kementerian investasi; kementerian digital dan ekonomi kreatif) serta pengalihan beberapa ruang eselon 1 guna memaksimalkan tupoksinya.

Perlu diingat, pada periode pertamanya, Jokowi juga mengubah beberapa nomenklatur kementerian serta melebur beberapa kementerian guna memberi ruang demi terbentuknya kementerian baru, yaitu Kementerian Koordinator Kemaritiman.

Jumlah Ideal Kementerian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun