Saya biasanya melihat penerima dengan memakai baju dan perhiasan yang lumayan, memiliki sepeda motor, mengantri panjang di ATM BNI ketika bantuan disalurkan. Sedangkan, beberapa lansia hingga keluarga sangat miskin tidak menerima bantuan yang seharusnya mereka dapatkan.
Selain itu, juga diperlukan perencanaan dan evaluasi ekonometrika yang tepat untuk memastikan program berjalan efektif. Sebetulnya hampir sama seperti kasus BPJS yang di luar negeri dikenal dengan nama Social Security System (SSS) yang juga menggunakan perencanaan ekonometrika yang matang guna memastikan efektivitas program sehingga tidak menggerogoti APBN macam di Indonesia. Ekonometrika sangat penting dalam hal ini.
Juga ada inovasi bantuan bagi lansia seperti yang saya baca di Disway, blog Catatan Dahlan Iskan itu. Yang bisa dijadikan role model juga untuk komponen penyandang masalah kesejahteraan sosial macam lansia ataupun penyandang difabel. Bagaimana Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi, memberdayakan lansia (yang hidup tanpa sanak famili) sekaligus menghidupkan geliat UMKM di Banyuwangi. Dengan menjadikan warung terdekat sebagai pemasok makanan bagi lansia dua kali sehari, dengan skema yang menguntungkan semua pihak. Jangan lupa tentang  petugas kesehatan jemput bola mengecek kondisi kesehatan masyarakat Banyuwangi.
PKH telah membantu banyak keluarga lepas dari jerat kemiskinan demi mendapat kehidupan yang lebih layak. Namun, masih banyak kekurangan yang harus segera dievaluasi. Terutama dalam mekanisme penentuan KPM. Agar kemiskinan cepat teratasi demi terwujudnya kemakmuran bersama yang kita idam-idamkan.
Perlu inovasi serta revisi berkesinambungan untuk terus mengawal PKH menjadi kebijakan terbaik untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.