Mohon tunggu...
t. ernayuni
t. ernayuni Mohon Tunggu... Sekedar Menulis Kata

Suka nulis hasil nyuri waktu ketika rebahan dan ngelamun, daripada ngehalu mending corat-coret disini, ya kan? 😁😊📝

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen : Tiket 5A untuk Pulang

14 Oktober 2025   20:05 Diperbarui: 14 Oktober 2025   20:05 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto pribadi t.ernayuni

Udara pagi Purwokerto terasa lembab dan dingin. Aku Arina terbangun ketika alarm ponsel berbunyi pelan di meja samping kasur. Jam menunjukkan pukul empat lewat lima belas. Di luar, azan Subuh baru saja berkumandang dari masjid yang tak jauh dari rumah Bule Aini, adik Ibu aku, yang semalam resmi berangkat menunaikan ibadah haji. Rumah ini masih terasa lengang, seolah menyimpan gema langkah-langkah dan tangis haru semalam.

Aku duduk di tepi tempat tidur sambil menarik napas panjang. Ada semacam rasa kosong yang tersisa setelah seminggu berada di rumah Bule. Biasanya setiap pagi beliau sudah sibuk di dapur, menjerang air untuk teh hangat sambil memanggil, "Rin, sarapan dulu, nanti masuk angin." Tapi kini dapur sunyi. Aroma wedang jahe yang biasa menandai pagi di rumah ini pun tak ada.

Hari ini aku akan pulang ke Yogyakarta kota kelahiranku, tempat semua kenangan lama tersimpan, dari masa kecil hingga kuliah. Mas Adi, sepupuku yang selama ini menemaniku di Purwokerto, sudah memesankan tiket kereta Taksaka Pagi untukku. Kelas bisnis, katanya, biar nyaman, biar perjalanan dua jam setengah itu bisa kugunakan untuk membaca atau sekadar melamun.

Pukul lima lewat tiga puluh, Mas Adi dan istrinya Mbak alika sudah siap di ruang tamu, berjilbab krem dengan wajah cantik yang tampak lebih segar dari biasanya.

"Ayo, Rin. Takutnya nanti antrean masuk stasiun panjang," katanya.

Aku mengangguk, lalu menenteng koper kecilku ke luar rumah. Udara Subuh menusuk hidung, tapi langit mulai membiru di ufuk timur. Mobil meluncur pelan di jalanan kota Purwokerto yang masih sepi. Lampu-lampu jalan belum sepenuhnya padam, dan toko-toko masih tertutup rapat.

Kami sampai di Stasiun Purwokerto sekitar pukul enam kurang seperempat. Aku menatap bangunan tua berarsitektur kolonial itu dengan rasa nostalgia. Entah kenapa, stasiun selalu membuatku sentimental tempat pertemuan dan perpisahan bercampur jadi satu.

Sambil menyerahkan tiket digital di ponsel, aku berpamitan pada Mas Adi dan Mbak alika.

"Hati-hati ya, Rin. Nanti kabari kalau sudah sampai Jogja."

Aku tersenyum, memeluknya erat. "Siap, Mbak. Makasih ya udah nganterin."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun