Mohon tunggu...
Tias  Anggraini
Tias Anggraini Mohon Tunggu... Lainnya - Aku Kamu dan Dia

Berkarya tebarkan Inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tegas Bukan Berarti Keras

20 September 2021   11:38 Diperbarui: 20 September 2021   11:51 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berbeda dengan kondisi Muhammad Al-Fatih kecil. Sang ayah yakni bernama Sultan Murad II sangatlah mengerti pendidikan. 

Sultan Murad II menitipkan Fatih kepada guru kepercayaannya. Awalnya di tangan seorang guru yang bernama Ahmad bin Ismail Al Kurani. Sang guru tak segan-segan untuk melakukan ketegasan. 

Muhammad Al-Fatih merasakan pecutan untuk pelajaran pertamanya. Mungkin, Fatih kecil sangatlah kecewa saat dipukul dan teluka batinnya. Pukulan kedua lebih dikenang pahit oleh Muhammad Al-Fatih. Pukulan kedua ini datang dari gurunya yang mendampingi hingga kelak ia menjadi sultan. 

Hingga ia resmi menjadi sultan kenangan tersebut masih bekecamuk dalam pikirannya. Dia pun akhirnya bertanya kepada guru," Guru aku mau bertanya. Masih ingatkah suatu hari guru menyabetku, padahal aku tidak bersalah waktu itu. Sekarang aku mau bertanya, atas dasar apa guru melakukannya ?" sungguh dahsyat jawabannya gurunya. 

"Aku sudah lama menunggu datangnya hari ini. Dimana kamu bertanya tentang pukulan itu. Sekarang kamu tahu, Nak... bahwa pukulan kedzaliman itu membuatmu tak bisa melupakannya begitu saja. Ia terus mengganggumu. Maka ini pelajaran untukmu di hari ketika kamu menjadi pemimpin seperti sekarang. Jangan pernah sekalipun mendzalimi masyarakat mu. Karena mereka tak pernah bisa tidur dan tak pernah lupa pahitnya kedzaliman."

MasyaAllah, konsep pendidikan yang sungguh luar biasa. Hasilnya pun sungguh menakjubkan. Menjadikan Muhammad Al-Fatih sebagai penakhluk Konstantinopel. Wahai ayah/bunda, sampaikan kepada anak-anak kita. Bahwasannya kita sebagai orang tua mendidik anak-anaknya dengan ketegasaan. Semua ketegasaan mulai dari memajang muka masam, cubitan, jeweran, hukuman, dan pukulan pendidikan kelak akan berbuah manis. 

Tapi, anak hari ini sulit membedakan antara ketegasan dan kemarahan. Anak zaman sekarang menganggap bahwa seseorang itu dikatakan tegas ketika berbicaranya dengan nada tinggi dan membentak. Ketika kritikannya sangatlah amat pedas, menyentuh hati dan membakar jiwa. Sehingga sulit untuk dilupakan hingga berakibat trauma. 

Sedangkan marah, terkadang bisa diluapkan dengan cara ngambek, judes, dan kata-kata yang kasar. Padahal sebenarnya, tegas itu bisa disampaikan dengan cara halus tidak harus terbawa amarah. 

Sentuh anak tepat di hatinya. Jangan menjadikan marah sebagai senjata untuk menasehati anak. Sebab, marah itu tidak memberikan solusi yang tepat untuk anak. 

Saya yakin kepada ayah/bunda semua pasti sudah bisa mengontrol emosi. Jelas berbeda ketika kita masih bayi berusia 1-6 bulan sering menangis karena lapar, lelah, dan butuh perhatian. 

Berbeda lagi ketika kita berusia 6-12 bulan yang emosinya terlalu berlebih. Berbeda juga ketika usia kita 12-24 bulan, cemburu terhadap hal positif suka tersenyum dan menertawakan orang, selalu membuat ulah dengan orang lain. Namun ketika sudah dewasa, kita bisa membedakan mana yang buruk dan baik. Tahu kapan kita harus tegas dan marah kepada anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun