Mohon tunggu...
Tiara Defa
Tiara Defa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Antara Kita, Nomophobia, dan Pandemi

18 Mei 2021   19:43 Diperbarui: 18 Mei 2021   19:46 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi buat kamu nomophobia?

Apa itu Nomophobia ?

Nomophobia merupakan rasa takut yang muncul ketika seseorang lupa membawa atau tidak dapat menggunakan ponsel karena beberapa faktor seperti tidak adanya sinyal maupun kehabisan baterai (Permana, 2020). 

Nomophobia merupakan akronim dari no mobile-phone phobia. Sebutan ini pertama kali muncul dalam suatu penelitian di Britania Raya pada tahun 2010.

Kecanduan gawai (nomophobia) bukan menjadi masalah baru lagi di Indonesia bahkan sebelum adanya pandemi seperti sekarang ini. Banyak orang dewasa bahkan anak-anak menjadikan gawai sebagai perangkat yang harus dimiliki dan dibawa ke mana-mana.

Di masa pandemi, gawai dapat diibaratkan dengan pisau. Tergantung pada penggunanya yang lebih memanfaatkannya untuk sisi apa, seperti pisau yang dapat digunakan untuk memotong atau juga membunuh.

Memang benar, gawai memiliki sisi positif seperti belajar dan bekerja. Bukan hanya itu, gawai juga digunakan untuk mengurangi rasa bosan dengan berselancar ke media sosial atau aplikasi favoritmu. 

Secara tidak sadar, hal inilah yang membuat kamu bergantung dengan gawai setiap harinya dan dapat terkena nomophobia. Sadarkah kamu sejak kapan ia telah merusak otak kita dan telah mengganggu aktivitas ?

Pemakaiannya yang ekstrim di masa pandemi telah dilakukan oleh banyak orang sehingga telah menjadi suatu hal yang normal. Bahkan, masih banyak yang berpikir bahwa yang dilakukan tidak merugikan orang lain dan tidak melanggar hukum apalagi tindakan kriminal.

Tanpa kita sadari, di antara kita sebenarnya sudah ada yang terkena nomophobia. Hanya saja kita kurang menyadari tentang tanda-tanda apa saja yang menyebabkan seseorang terkena nomophobia, seperti: menghabiskan banyak waktu dalam menggunakan gawai pribadinya, selalu merasa cemas dan gugup ketika ponselnya tidak berada di dekatnya, selalu melihat dan mengecek layar telepon seluler,dsb (Muyana & Widyastuti, 2017)

Generasi milenial dan Z saat pandemi sekarang ini menganggap gawai sebagai sahabat sejatinya di kala kesendiriannya. Seakan tidak bisa jauh dari gawai pribadi miliknya. Padahal mereka tahu efek yang diakibatkan , seperti terganggunya psikis serta fisiknya.

Ada beberapa saran yang dapat kami berikan untuk kamu selama bersahabat dengan gawai di saat pandemi:

1. Kamp detoksifikasi

Kamp detoksifikasi yang pernah diterapkan di Korea Selatan pada tahun 2015, berguna untuk mengatasi anak maupun orang dewasa yang sulit lepas dengan gawai pribadinya. Untuk mengurangi kenaikan ketergantungan gawai, pemerintah dapat meniru program kamp detoksifikasi ini. 

Dimana peserta akan mengikuti kamp detoksifikasi selama empat minggu dengan cara hidup berdampingan dengan alam terbuka tanpa memakai gawai sama sekali. 

Melihat hijaunya alam terbuka dengan membiasakan tanpa kehadiran gawai dapat membuat hati menjadi lebih tenang. Peserta akan dibagi menjadi beberapa kelompok dengan setiap kelompok memiliki mentor yang akan mengarahkan mereka selama kamp detoksifikasi itu berlangsung. 

Selama hidup berdampingan dengan alam terbuka, peserta dapat melakukan seluruh aktivitas dengan memanfaatkan peralatan serta bahan yang ada di sekitarnya. 

Mereka akan difokuskan dengan aktivitas yang tidak melibatkan gawai sama sekali, seperti kegiatan olahraga, musik, outbound, dll. "no gadget, no worry" kalimat ini dapat dijadikan sebagai slogan selama detoksifikasi berlangsung.

2. Dukungan orang tua

Orang tua dan keluarga dapat memberikan kegiatan yang bisa mengurangi penggunaan gawai kepada anaknya. Kesehatan anak menjadi prioritas utama bagi orang tua. 

Peran orang tua sangat dibutuhkan di masa pandemi seperti saat ini. Orang tua dapat menggantikan peran sahabat anaknya menjadi teman curhat anaknya. Kegiatan seperti memasak, membersihkan rumah, membuat kerajinan tangan dan olahraga bersama dapat dilakukan orang tua bersama anaknya. 

Kegiatan yang tidak melibatkan banyak interaksi dengan gawai sangat dibutuhkan untuk keselamatan buah hati di kala mengurangi kecenderungan terkena nomophobia ini.

3. Detoks dopamin

Detoks dopamin dapat dikenal dengan puasa dopamin.

Apa itu dopamin ?

Dopamin adalah senyawa kimia yang berfungsi sebagai hormon yang bertanggung jawab atas rasa senang dalam otak. Kemudahan dalam mengakses gawai meningkatkan dopamin karena adanya rasa senang yang sesaat. 

Namun, jika dopamin yang sudah mencapai ambang tinggi dan telah lama dibiasakan dapat menimbulkan keinginan rasa senang untuk ditingkatkan secara terus-menerus sehingga dapat membuat seseorang menjadi ketergantungan akan hal yang membuatnya merasa senang. 

Detoks dopamin dilakukan bukan untuk menghilangkan dopamin dalam tubuh, tetapi lebih mengontrol dopamin agar kita dapat lebih produktif. Mengatur diri agar bisa menghasilkan dopamin pada kegiatan yang lebih produktif dan positif. Detoks ini dilakukan dengan mengubah perilaku impuls yang kurang baik. Dengan mengaitkan otak dengan perasaan bahagia dan senang ke hal yang lebih baik.

Tidak terelakkan lagi dengan masa kini, pandemi membuat banyak perubahan signifikan dalam rentang waktu yang sangat dekat. Manusia yang merupakan makhluk sosial dengan pasti mengalami perubahan dari cara berinteraksi. Pandemi mengalihkan cara manusia berinteraksi selama hal ini masih berlangsung. 

Gawai yang menjadi jembatan interaksi ini memanglah memudahkan kita. Mulai dari berbagai akses dapat dilakukan melalui ujung jari kamu. Selain interaksi, pandemi juga dapat membuat kita jenuh. Untuk itu kita menggunakan gawai dengan mencari kesenangan melawan rasa jenuh tersebut.

Namun, seperti ungkapan "Segala sesuatu yang berlebihan adalah tidak baik". Pandemi dapat membuat kita menjadi terkena nomophobia. Keadaaan dimana kita memiliki kecenderungan melekat dengan gawai yang kita miliki dan dapat membuat kita merasa ketakutan jika tidak menggunakan gawai. 

Dengan adanya beberapa solusi yang kami tawarkan di atas, diharapkan menyadari kita semua untuk bijak memakai gawai khususnya pada masa pandemi seperti sekarang ini dan dapat menjadi inspirasi kegiatan positif untuk dirimu sendiri maupun orang terdekat di sekelilingmu.

Ingin melihat dedaunan menjadi lebih hijau. Kicauan burung menjadi lebih merdu. Kopi pahit terasa lebih nikmat. Hidup tenang. Pikiran segar bebas gangguan. Lebih fokus. Lebih produktif. Tunggu apalagi, ayo segera sadari apakah kamu juga termasuk salah satu orang yang mengalami ini. Semakin cepat kamu sadari , semakin cepat kamu dapat keluar dari nomophobia ini. Berani ?

Daftar Pustaka

Muyana, S., & Widyastuti, D. A. (2017). NOMOPHOBIA (NO-MOBILE PHONE PHOBIA) PENYAKIT REMAJA MASA KINI. Universitas Ahmad Dahlan, 286.

Permana, B. G. (2020, November 18). Dipetik April 30, 2021, dari sehatQ.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun