Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mencermati Demarkasi Science dan Pseudoscience

23 Mei 2022   18:32 Diperbarui: 23 Mei 2022   18:38 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KARL POPPER membahas tentang istilah science dan pseudoscience. Bila kita cermati standar garis batas (demarkasi) antara kedua hal tersebut, pada umumnya dapat dilihat dalam konsep dan konteks science sebagai ilmu pengetahuan yang teruji secara empiris dan teoritis, bahkan proses uji hipotesis senantiasa berlanjut hingga benar-benar tepat guna dan tidak ada yang menyangkalnya.

Jadi, hal-hal di luar kerangka tersebut belum dapat disebut science, tetapi bisa saja masih sebatas pengetahuan atau bahkan masih berbentuk konsep pemikiran dalam benak manusia bedasarkan hukum kejadian alam, termasuk  dalam istilahkan pseudoscience.

Menariknya, pseudoscience termasuk hal-hal yang dipikirkan secara mendalam oleh manusia berdasarkan keilmuan tertentu, maka materi tersebut mempengaruhi pembahasan science. Pseudoscience dapat ditemukan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, baik itu fisika murni dan terapan, serta ilmu sosial. 

Pada abad ke-19, di Amerika sangat populer masalah-masalah supernatural. Contohnya antara lain pembahasan tentang kemungkinan manusia hidup di luar angkasa, adanya mahluk luar angkasa, pengobatan alternatif, astrologi, aktivitas supranatural, dan lainnya.

Pembahasan Karl Popper terkait pseudoscience yang menekankan bahwa orang percaya hal-hal tertentu walau tidak didasari oleh ciri ilmiah. Alasannya karena ada 'masalah demarkasi'. Oleh karena itu, bagi kelompok tertentu yang percaya pseudoscience pasti akan kesulitan membedakan antara sains yang teruji dengan sains yang tidak memiliki bukti-bukti empiris. 

Namun demikian, Popper mengkritisi keras paham kaum positivis yang sangat mengedepankan pola induksi, observasi dan verifikasi sebagai prinsip metodologi ilmu pengetahuan. Menurut Popper bahwa hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai standar demarkasi. Apa yang disampaikan Popper melalui konsep yang dikenal Rasionalisme-Kritis tersebut telah memperkokoh perkembangan ilmu pengetahuan abad ke-20.

Permasalahannya, banyak juga kelompok yang percaya bahwa hal-hal yang dikategorikan sebagai pseudoscience merupakan bagian dari scien. Materi tersebut diakui atau tidak, telah mempengaruhi tatanan kehidupan manusia, apalagi ketika science gagal menjelaskan bagian tertentu dari sekian banyak materi yang dikategorikan oleh saintis sebagai pseudoscience. Ukuran dalam filsafat ilmu, science berangkat dari epistimologi, ontologi, dan aksiologi.

Posisi Science dan Pseudoscience

Pada bagian pendahuluan sudah cukup jelas batas antara science dan pseudoscience.  Berbicara science berarti kita berbicara secara mendalam tentang fakta empiris dan teoritis. Konsep yang telah diformulakan akan terus diuji dan dikembangkan, bahkan dengan cara melahirkan teori baru yang lebih tepat untuk memperkuat teori-teori lama yang perlu disesuaikan akibat perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Pseudoscience hanya sebatas hal-hal yang dipercaya dan diyakini, baik berdasarkan fenomena alam atau bukan, bahwa sesuatu itu merupakan bagian dari entiti kehidupan yang ada dan mempengaruhi kehidupan manusia, walaupun tanpa ada uji hipotesis secara empiris. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pseudoscience tidak bisa dikategorikan dalam kelompok science.

Ciri dan karakteristik science

(1). Memiliki tahapan ilmiah. Tahapan dimaksud adalah: observasi, menanyakan dalam riset, hipotesis, ujian, analisis, dan memformulasikan sehingga melahirkan teori sebagai bentuk pembenaran ilmiah.

(2). Berkembang dan berkelanjutan. Salah satu ciri utama sains dalam konteks ilmu pengetahuan adalah adanya riset berkelanjutan untuk menguji kebenaran empiris yang membuat ilmu pengetahuan semakin berkembang. Bagi ilmu pengetahuan, teori yang disanggah dan menghasilkan teori baru merupakan satu bentuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Fred N. Kerlinger dalam bukunya Foundation of behavior research (1973), bahwa asumsi dasar sains adalah semua kejadian pasti atas sebab akibat. Oleh karena itu, dalam berasumsi senantiasa merujuk kepada hukum sebab akibat yang rasional. Maka cara kerja sains yang paling nyata adalah mencari hubungan sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain.

Ciri dan karakteristik pseudoscience

 (1). Menggunakan istilah ilmiah yang menyesatkan.  Ditemukan penggunaan istilah formal dihidrogen monoksida pada sebuah pengobatan alternatif. Padahal hanyak untuk menyebutkan air. Pemakaian istilah tersebut berakibat menyesatkan karena mengelabui mata dan pemikiran manusia akibat istilah yang terkesan ilmiah padahal tidak memiliki ciri-ciri keilmiahan.

(2). Adanya klaim berlebihan. Pseudoscience sering muncul dengan klaim yang berlebihan tanpa dapat dibuktikan secara empiris. Akibatnya kepalsuan yang ada tidak bisa diverifikasi walaupun jelas-jelas tidak benar.

(3). Banyak permasalahan yang dianggap pribadi. Penganut pseudoscience cenderung tertutup dengan ide mereka dan berusaha memerangi ide dari luar yang menyangkal kepercayaan mereka.

(4). Tidakadanya keterbukaan dari para ilmuan. Permasalahan yang utama jarang sekali dilakukan uji hipotesis terhadap materi yang dikalim sebagai saians. Kalaupun ada, jarang sekali keterbukaan dari para ilmuan untuk membahas atau pembuktian masalah ini.

(5). Tidakadanya upaya pengembangan dalam ilmu pengetahuan. Ciri utama sains adalah diuji dan terus diuji untuk melahirkan teori-teori baru yang bermanfaat untuk mengembangan ilmu pengetahuan. Dalam pseudoscience, ide dan gagasan bisa berjalan selama bertahun-tahun tanpa ada perubahan dari hasil riset.

***

Kepercayaan yang ada dalam konsep pseudo-scinece berbeda jauh dengan konsep kepercayaan dan keyakinan (iman) dalam agama, seperti Islam. Kepercyaan tentang kehidupan mahluk di alam lain selain alam manusia, merupakan buah dari kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan dalam kitab suci, termasuk semua materi yang sulit dinalar secara empiris. 

Apabila percaya kebenaran kitab suci al-Qur'an berarti percaya terhadap semua yang terkandung di dalamnya, termasuk hal-hal yang berada di luar logika akal manusia. Dasar ilmu Islam adalah kepercayaan, keyakinan, dan keanekaragaman ilmu, selain masalah dasar logika dan obyektifitas, serta dasar aspek kemanusiaan dari ilmu pengetahuan.

Tiga hal mendasar yang dipersoalkan oleh Popper terkait kinerja kaum positivisme, yaitu: masalah induksi, demarkasi, dan verifikasi. Disebutkan bahwa ketiga hal tersebut saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan. Perihal induksi, Popper menolak adanya generalisasi. 

Alasan prinsipil atau metode induksi yang dengan prinsip generalisasinya, tidak dapat dijadikan sebagai dasar pembenaran suatu pengetahuan ilmiah. 

Demikian juga dalam prinsip falsifikasi, Popper menegaskan bahwa kebenaran suatu ilmu pengetahuan bukan ditentukan melalui upaya-upaya pembenaran (verifikasi) saja, melainkan melalui mekanisme ilmiah, salah satunya penyangkalan terhadap proposisi yang dibangun oleh ilmu itu sendiri.

Jadi jelas sekali bahwa science merupakan ilmu pengetahuan yang telah teruji secara empiris dan teoritis, bahkan Popper dengan tegas menyatakan bahwa teori ilmu pengetahuan itu bukan sebuah kemutlakan, tetapi bersifat sementara karena harus terus menerus diuji dan dikembangkan. 

Pseudoscience tidak melalui mekanisme tersebut, bahkan seolah-seolah muncul sebagai sebuah kemutlakan. Oleh karena itu pseudoscien bukanlah dalam kelompok science yang walaupun turut membahas masalah science.[]

Sekadar berbagi. Semoga bermanfaat.

KL: 23052022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun