Mohon tunggu...
Theresia Putri Maharani
Theresia Putri Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Peralihan Jurnalisme di Era Digital: Media Cetak ke Multimedia

26 September 2023   12:31 Diperbarui: 30 September 2023   22:36 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Situs website Kompas.com (Sumber: Kompas.com, screnshoot pribadi)

Jurnalisme sedang mengalami peralihan mendasar dengan kemunculan bentuk media baru dengan sifat yang berbeda. Media baru memiliki sifat dengan aspek ada di mana-mana, dapat mengakses informasi global, kecepatan distribusi, interaktivitas, dan konten multimedia. Keterlibatan audiens menjadi perubahan yang mencolok karena media lama belum mampu untuk menjalankan komunikasi secara dua arah. Deuze (2003) mengatakan bahwa intekativitas jurnalisme online berfokus pada karakteristik internet yang menyediakan koneksi atau hubungan sehingga mempunyai kemungkinan untuk audiens tidak hanya menerima tetapi mampu menyebarluaskan ke audiens lain.

Faktor peralihan jurnalisme ke media online disebabkan oleh adanya internet. Melalui internet, seseorang mampu mengakses ke berbagai platform media sehingga jangkauan yang didapat sangat luas. Pengguna internet semakin lama akan semakin banyak sehingga mempengaruhi pendistribusian berita oleh industri media. Jika industri media tidak mengikuti perkembangan maka akan mudah ditinggalkan.

Kemunculan media online di Indonesia mempengaruhi perubahan yang terjadi pada industri media. Pendistribusian berita tidak lagi konvensional dengan hanya berfokus pada media cetak, tetapi bentuk online mulai dimunculkan seperti lewat website dan media sosial. Perkembangan teknologi digital memudahkan akses bagi individu untuk membaca berita. Namun, individu saat ini tidak hanya berperan sebagai penerima atau pengguna akan tetapi mampu memproduksi informasi yang juga dapat disebarkan melalui publik lewat akun pribadi mereka. Maka dari itu, dimana zaman dahulu pengelolaan media massa dilakukan oleh organisasi tetapi sekarang siapa saja mampu menjadi produsen informasi.

Gambar 2. Data media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia tahun 2023 (Sumber: We Are Social via Kompas)
Gambar 2. Data media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia tahun 2023 (Sumber: We Are Social via Kompas)

Berdasarkan data diatas media sosial Whatsapp, Instagram, Facebook, dan TikTok menjadi media yang paling sering digunakan oleh individu dan masyarakat untuk menyebarkan informasi kepada publik. Kegiatan tersebut disebut sebagai jurnalisme warga (citizen journalism). Jurnalisme warga hadir dengan bersumber dengan satu alat yaitu smartphone. Melalui satu alat tersebut, individu mampu mendapatkan berbagai sumber informasi yang kemudian mereka recreate. Bahkan biasanya lewat jurnalisme warga, berita tersebut lebih menarik perhatian dibandingkan lewat berita arus utama. 


Namun, terdapat keprihatinan dengan adanya jurnalisme warga ditengah perkembangan teknologi digital informasi yaitu mengenai permasalahan etika. Hal tersebut disebabkan oleh produsen pesan yang bukan merupakan seorang jurnalis professional sehingga tidak mendapatkan ilmu etika dalam penulisan naskah jurnalistik. Akan tetapi, dengan judul dan isu yang diberikan oleh jurnalisme warga jauh lebih mendapatkan engagement yang kuat.

Gambar 3. Akun media sosial Instagram @kompascom dan @hariankompas (Sumber: Screenshot pribadi)
Gambar 3. Akun media sosial Instagram @kompascom dan @hariankompas (Sumber: Screenshot pribadi)

Media mainstream di Indonesia dengan salah satu contoh yaitu Kompas Gramedia Group melakukan konvergensi dengan menghadirkan berita online melalui situs website Kompas.com dan akun media sosial Instagram @kompascom, @kompastv, dan @hariankompas. Menurut Deuze (2003 dalam Widodo, 2020), konvergensi merupakan penggabungan antara media yang berbeda. Seperti yang kita ketahui, zaman dahulu berita hanya dapat diakses lewat koran saja tetapi saat ini mampu dijangkau lewat website dengan tampilan visual yang lebih ringkas dan juga terdapat berita berbentuk video. Penggabungan berbagai platform merupakan cara dari perusahaan media untuk tujuan konten berita dapat terdistribusi lebih luas dan tidak hanya spesifik terhadap satu kalangan.

Peningkatan jumlah media berita online masih terus terjadi. Melalui data terakhir yang disampaikan oleh ketua Dewan Pers pada tahun 2016-2019 terdapat 47.000 media massa dan 43.300 media online (Dewanpers.or.id, 2020). Pastinya angka tersebut akan terus naik dengan melihat perkembangan media massa yang juga masih terus berubah dan berkembang. Maka dari itu, tidak heran jika terdapat data survei dari Reuters Institute bahwa media cetak sebagai sumber utama media berita di Indonesia pada tahun 2023 hanya mencapai angka 15% saja dari banyaknya 2.102 (Annur, 2023).

Data lain yang ditunjukkan bahwa media cetak saat ini menurun adalah hasil riset dari perusahaan Informasi dan Pengukuran Global Nielsen, sebanyak 6 juta orang menggunakan media online sebagai sumber berita, sedangkan 4,5 juta orang masih menggunakan media cetak dalam mengakses informasi (Sumardi & Suryawati, 2022). Jumlah menurunya pengguna media cetak disebabkan oleh akses gratis yang dipunyai oleh media online. Maka dari itu, orang akan lebih memilih untuk mencari informasi lewat online karena lebih cepat dan gratis.

Selain itu, pilihan informasi yang disediakan di media online jauh lebih banyak dan bervariasi. Melalui satu situs website berita terdapat ribuan informasi sehingga tidak terbatas jumlahnya. Berbeda dengan media cetak yang hanya berita pilihan ditampilkan dalam koran. Tempo.co mengabarkan bahwa dari 593 media cetak di Indonesia hanya tersisa 399 media pada tahun 2022. Berbagai media lebih memilih untuk beralih ke media digital seperti Koran SINDO, Harian Republika, Majalah Mombi, Tabloid Nova, Majalah Mombi SD, Majalah Bobo Junior, Suara Pembaruan, Koran Tempo, Indo Pos, Tabloid Bintang, dan masih banyak lagi (Dwi, 2023).

Menurut Pavlik (2001) perkembangan media baru menciptakan perkembangan teknik berita storytelling. Media baru mempunyai bentuk komunikasi yang lebih luas karena mencakup tulisan, gambar, audio, video, dan grafik. Selain itu konten berita yang dimunculkan tidak hanya dimiliki satu kanal maka dihadirkan tautan lain (hypermedia) dan keterlibatan audiens yang meningkat.

Kemudian perubahan lain yang dirasakan pada era jurnalisme online adalah perangkat atau peralatan yang digunakan jurnalis lebih fleksibel dan compact. Sering terlihat melalui pemberitaan di kanal televisi ketika seorang jurnalis melakukan wawancara tidak lagi menggunakan kamera atau kabel sehingga perlu dibawa dipundak. Penggunaan smartphone sudah mencukupi sebagai sumber daya jurnalis melakukan peliputan. Hal tersebut diharapkan video atau foto yang diambil melalui smartphone dapat langsung diedit dan diposting ke media online mereka.

Kehadiran news aggregator juga menjadi dampak dari perkembangan jurnalisme online. Menurut Hall (2010) news aggregator merupakan situs indeks yang menyebarkan berita online seperti Line Today. Persaingan berita menjadi lebih rumit lagi dengan kemunculan news aggregator karena bukan lagi bersaing dengan perusahaan media massa.

Selain itu, munculnya situs opini seperti Magdalene. Situs opini hadir sebagai ruang opini untuk berbagai kalangan tertentu dengan tujuan isu atau permasalahan yang minim suara dapat didengar dan menjadi perhatian publik. Hal ini tentunya sangat baik karena memiliki tujuan kemanusiaan dibandingkan tujuan untuk bersaing dengan media massa lain.

Daftar Pustaka:

Annur, C. M. (2023). Retrieved from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/06/16/meski-trennya-turun-media-online-tetap-jadi-sumber-berita-utama-masyarakat-indonesia

Deuze. M. (2003). The Web and its Journalisms: Considering the Consequences of Different Types of News Media Online. New Media Society, 5, 203.

Dewanpers.or.id. (2020). Retrieved from https://dewanpers.or.id/publikasi/opini_detail/173/Media_Online_Perlu_Berbenah_Diri

Dwi, A. (2023). Retrieved from https://bisnis.tempo.co/read/1743257/daftar-perusahaan-media-cetak-di-indonesia-yang-berhenti-terbit

Hall, J. (2010). Online Journalism: A Critical Primer. London: Pluto Press

Nistanto, R. K. (2023). Retrieved from https://tekno.kompas.com/read/2023/02/14/10300097/15-medsos-favorit-orang-indonesia-nomor-1-bukan-instagram

Sumardi, E., & Suryawati, I. (2020). Indonesian Journalism in The Era Information Disruption. PROPAGANDA, 2(1), 15-31. DOI: https://doi.org/10.37010/prop.v2i1.446

Widodo, Y. (2020). Jurnalisme Multimedia. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun