Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Tomorrowland dan Misi Perdamaian Dunia

24 Januari 2020   00:00 Diperbarui: 11 Januari 2023   19:59 3154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampilan Afrojack (kiri), David Guetta (tengah), dan Nicky Romero (kanan) saat Tomorrowland tahun 2013 | flickr.com 

Penonton yang datang ke Tomorrowland saat itu kebanyakan berasal dari luar Belgia, seperti Perancis, Jerman, Inggris, Swiss, Spanyol, dan lainnya. Kasus ini terus berlanjut hingga memasuki tahun 2010, di mana Tomorrowland berhasil menjual 90.000 tiket dalam waktu enam jam! Fantastis. Pada tahun yang sama, Tomorrowland perlahan mulai berhasil mengundang orang-orang dari luar Uni Eropa, seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, India, Australia, dan lainnya untuk datang dan berpesta bersama. 

Sarana Perdamaian

Seperti disinggung di awal, Tomorrowland tidak hanya sekadar festival musik, namun juga menjadi sarana dalam menciptakan perdamaian. Salah satu bukti konkretnya datang dari keterlibatan mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni Ban Ki-moon. Pada tahun 2015 silam, Ban Ki-moon menuliskan pesan di atas sebuah ukiran papan kayu karya Arne Quinze bergambar mata angin lengkap dengan ukiran khas negeri dongeng Tomorowland dan logo PBB di tengahnya (Medved, 2015). 

Pesan yang ditulis oleh Ban Ki-moon berbunyi "Let’s work as one towards dignity for all," atau jika diterjemahkan menjadi "Mari bekerja sebagai satu kesatuan menuju pemenuhan martabat untuk semuanya." Pesan tersebut ditulis, karena Ban Ki-moon menyadari bahwa Tomorrowland sebagai festival musik  mencerminkan semangat dan nilai yang dimiliki PBB, yakni martabat, rasa hormat, keragaman, dan rasa solidaritas. 

Festival ini menurut Ban Ki-moon menjadi jembatan sekaligus wujud nyata, bahwa musik menjadi mediu yang mampu menciptakan satu kondisi hidup yang damai, adil, solider, saling menghargai, dan penuh dengan martabat bagi semua orang. Atas itu, proyek festival musik ini menurut Moon harus terus eksis, karena telah memberikan bukti akan persatuan dan menjadi langkah penting dalam bagaimana menciptakan kondisi hidup yang harmonis di masa depan.

Bukti mengenai hal ini semakin diperkuat dari temuan-temuan riset yang dilakukan Nikjou (2019), bahwa para pengunjung yang datang ke Tomorrowland dan notabene saling berbeda bangsa serta beberapa di antara saling terlibat dalam konflik malah justru bersatu padu dan terhubung secara organik, tanpa mempedulikan latar belakang atau pun masalah-masalah politik yang saling melibatkan mereka secara tidak langsung.

Sebagai contoh, Tomorrowland setiap tahunnya selalu kedatangan pengunjung dari negara-negara yang saling berkonflik, seperti Iran dengan Israel, Cina dengan Jepang, dan Rusia dengan Ukraina. Namun, menurut hasil observasi Nikjou, penduduk dari negara-negara yang saling berkonflik ini, ternyata justru dapat saling menghargai, bekerja sama, bertoleransi, menjunjung martabat, serta dapat saling menghormati. 

Nikjou menemukan beberapa fenomena unik, seperti pengunjung dari Israel dan Iran yang justru saling berdansa serta berpelukan alih-alih berseteru dan saling mengutuk; pengunjung dari Rusia dan Ukraina yang saling duduk bersama serta berbagi makanan alih-alih saling acuh tak acuh; dan tak ketinggalan juga pengunjung dari Tiongkok serta Jepang yang saling berfoto, mengibarkan bendera masing-masing, dan saling berangkulan ketika ada di atas lantai dansa.   

Dari sini saja kita bisa memahami bahwa Tomorrowland itu bukan hanya sekadar festival musik elektronik yang mampu menghadirkan DJ papan atas dan komunikasi visual yang ciamik. Akan tetapi. Tomorrowland telah menjelma menjadi sarana untuk mewujudkan situasi hidup yang damai dan penuh dengan penghargaan, tanpa harus memperdulikan latar belakang atau pun msalah-masalah politik yang akhirnya membuat mereka saling berkonflik. 

Mereka bisa bergaul dengan siapapun, tanpa tekanan dan tanpa paksaan. Fenomena ini memang jarang ditemukan di festial-festival musik manapun, dan Tomorrowland telah membuktikan jika mereka mampu menjadi salah satunya. Tomorrowland setidaknya dapat mengajarkan kita bahwa apalah gunanya rasa saling berselisih paham dan bersikukuh, toh kalau musik ternyata bisa meleburkan semua ego dan rasa dengki itu menjadi rasa persaudaraan yang sejati dan penuh welas asih. 

Daftar Pustaka:
Pajaro, I. (Juli 21, 2018). Inside the fairy tale festival: how does Tomorrowland work? Diakses tanggal 15 November 2019, dari medium.com.
Nikjou, K. (September 6, 2019). Is Tomorrowland World's Best Music Festival? Diakses tanggal 16 November 2019, dari forbes.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun