Mohon tunggu...
Thomas Je
Thomas Je Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis yang ingin ditulis

There's no Superman.....\r\n\r\n...menulis yang ingin ditulis....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kenduri, Ayam Ingkung yang Kini Telah Berubah Jadi Roti

20 Januari 2020   14:10 Diperbarui: 22 Januari 2020   05:41 1770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah warga menyajikan makanan kenduri (Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Di daerah kelahiran saya Yogyakarta bagian timur, dahulu acara kenduri biasanya dilakukan untuk memperingati peristiwa tertentu. Kenduri di tempat kami  biasa juga disebut selametan. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kenduri  berarti perjamuan makan untuk memperingati peristiwa tertentu, meminta berkah, dan sebagainya. 

Kenduri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Selamatan atau Kenduren (sebutan kenduri bagi masyarakat Jawa) telah ada sejak dahulu sebelum masuknya agama ke Nusantara.

Sebenarnya kenduri menjadi juga menjadi sebuah ritual acara berkumpul, yang umumnya dilakukan oleh laki-laki, dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan dari sang penyelenggara dengan mengundang orang-orang sekitar untuk datang. 

Biasanya acara kenduri ini dipimpin oleh orang yang dituakan atau orang yang memiliki keahlian dibidang tersebut, misalnya Kiai.

Pada umumnya, kenduri dilakukan pada sore/malam hari setelah isya, dan disajikan sebuah nasi tumpeng di dalam besek (tempat yg terbuat dari anyaman bambu bertutup bentuknya segi empat) yang dibawa pulang oleh para tamu undangan yang ikut serta mendoakan selamatan kepada keluarga yang sedang mempunyai hajatan.

Bagi kami anak-anak, menunggu besek dibawa pulang bapak adalah hal yang mengasyikkan. Sudah terbayang kami sekeluarga akan makan besar dengan lauk lengkap. 

Nasi gurih dengan lauk ingkung ayam, dan semua "ubarampe" sayuran serta buah, minimal sebuah pisang, timun atau bengkoang. Dulu kami hanya bisa makan lauk ingkung ayam, hanya kalau pas ada tetangga yang melakukan selamatan alias kenduri. Jadi wajar kalau kami sangat menantikannya.

gambar dari kezia di pinterest.com
gambar dari kezia di pinterest.com
Sebenarnya ayam ingkung yang dibawa pulang bukan ayam utuh 1 ekor , namun ayam ini sudah di bagi menjadi 4 sampai 8 potong per besek. Jadi biasanya sampai di rumah, 1/8 ekor ayam ingkung tadi dibagi lagi dengan cara di suwir-suwir ke anggota keluarga lain. 

Bayangkan jika satu keluarga mempunyai anak 3, maka dari ayam yang tidak seberapa tadi, dibagi lagi menjadi 5 untuk seluruh anggota keluarga.

Walaupun hanya kebagian sesuwir ayam, namun kenikmatannya luar biasa, apalagi dimakan dengan sego gurih (nasi gurih) serta yang pasti ada gudangan-nya, yaitu sayuran yang dimasak, kemudian diberi bumbu parutan kelapa....maknyusss. 

Terus terang, saya sangat merindukan momen makan nasi kenduri sekeluarga ini, nikmatnya tiada tara dan tak tergantikan.

Biasanya yang memasak seluruh makanan untuk hajatan kenduri ini adalah ibu-ibu tetangga sekitar yang punya hajat. Bagi kaum perempuan, kenduri memberikan ruang  untuk berbagi informasi baik tentang keluarga sendiri maupun tetangga yang lain alias ngegosip kalau istilah sekarang. 

Di sinilah wanita bisa saling bertukar cerita dengan bebas tanpa gangguan dari kaum laki-laki selama mereka menyiapkan makanan untuk kenduri, karena biasanya, para wanita akan bekerja mempersiapkan kenduri dalam waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 4-7 hari pada masa perayaan hajatan.

Hajatan yang biasanya disertai dengan acara kenduri di daerah saya adalah: perkawinan, sunatan, kelahiran bayi, dan acara-acara syukur lainnya termasuk peringatan meninggalnya seseorang. 

Kenduri menjadi sarana bersyukur serta doa kepada Yang Maha Esa atas segala karunianya selama ini, dan memohon kelancaran acara bagi keluarga yang sedang berhajat.

Jika yang diperingati adalah meninggalnya seseorang, kenduri menjadi ajang permohonan pengampunan dosa dan doa agar almarhum diterima disisi terbaik Yang Maha Kuasa. Kekuatan sosial dan spiritual pada acara kenduri ini akan tampak semakin berkesan karena biasanya disertai dengan kegiatan doa, sesuai dengan kepercayaan yang dianut sang empunya hajat. Yang artinya, kegiatan ini sebenarnya tidak terlepas dari doa kepada Yang Maha Esa.

Sayangnya pada zaman sekarang, acara hajatan kenduri ini mulai pudar, dan menghilang. Kalaupun ada tidak akan seintensif jaman dulu, yang bisa sampai seminggu persiapan memasak yang dilakukan oleh ibu-ibu. 

ebenarnya sangat disayangkan, karena kenduri sebenarnya merupakan sebuah mekanisme sosial untuk merawat keutuhan, sekaligus melakukan kontrol sosial di dalam masyarakat saat semua warga pria bisa duduk bersama, dan para wanita melakukan acara masak bersama juga, atau istilah Jawanya: rewang. 

Kenduri sebagai sebuah institusi sosial dapat menampung dan merepresentasikan banyak kepentingan di dalam hidup bermasyarakat.

Besek berisi roti. (dokumentasi: tokorotiweek-n di facebook)
Besek berisi roti. (dokumentasi: tokorotiweek-n di facebook)

Saat ini, demi sebuah kepraktisan dan mungkin juga supaya tidak merepotkan keluarga yang punya hajat maupun tetangga, menu yang diberikan pun berubah drastis dan praktis, karena si empunya hajatan tinggal pesan ke toko roti/katering. 

Kalau dahulu, menu utama sebelumnya adalah ingkung ayam yang lezat gurihnya, kini sudah biasa menu kenduri tersebut menjadi roti dalam kotak kertas/box makanan.

Dan sayangnya, kadang roti-roti ini dikirim ke rumah-rumah tetangga sekitar, tanpa ada acara kumpul di rumah yang punya hajat, tanpa ada acara berdoa bersama/selametan memohon kelancaran ke Yang Maha Kuasa. 

Makna selamatan menjadi kurang greget, walaupun para tetangga kemungkinan tetap mendoakan kelancaran hajatan dari rumah masing-masing.

Fungsi sosial Kenduri ini juga menjadi sangat berkurang. Ajang berkumpulnya para laki-laki untuk saling bersapa dan memanjatkan doa bersama, serta para perempuan untuk berinteraksi saat memasak menjadi luntur. 

Saya jadi kangen duduk bersila di tikar, bersama puluhan tetangga, sambil ngobrol, minum teh/kopi dan "nyamil" jajanan pasar khas Jogja, kemudian mendaraskan doa bersama kepada Sang Empunya Jagad Raya. 

Pulangnya kami membawa besek berisi nasi gurih, ingkung ayam 1/8ekor , sayur gudangan, telur ayam rebus, krupuk/rempeyek, ikan asin secuil, jajanan, buah sebiji dan lainnya...hmmm gurih nikmat tak terkira.

dokumentasi: travelingyuk
dokumentasi: travelingyuk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun