Mohon tunggu...
thomas wibowo
thomas wibowo Mohon Tunggu... Guru - pedagog

praktisi pendidikan di kolese kanisius jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengajar Itu Ilmu Atau Seni?

31 Juli 2015   15:06 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:06 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika pertanyaan yang sama dilontarkan kepada anda kira-kira apa jawabannya? Saya percaya pastilah beragam opini bermunculan di sana.

Pengalaman menunjukkan, satu pihak banyak yang mengatakan kalau pengajaran itu ilmu. Faktanya, begitu banyak bermunculan ilmu-ilmu terkait pengajaran dan pembelajaran. Banyak sekali teori belajar, pembelajaran, dan bagaimana seorang guru mengajar kita jumpai di toko buku. Sayangnya, tatkala ilmu mengajar itu dikuasai juga dengan sendirinya pembelajaran menjadi efektif pula.

Di pihak lain, banyak yang sependapat kalau mengajar itu lebih dominan unsur seninya. Kelompok ini berpendapat kalau mengajar tidak bisa diatur-atur, didikte, dan ditentukan formulanya. Setiap orang punya keyakinan dan caranya tersendiri yang berbeda satu dengan lainnya.

Sebagai contoh ada yang meyakini bahwa mengajar itu merupakan seni bertanya. Pengajaran dikatakan baik ketika si guru begitu fasih, lihai, dan pandai mengajukan pertanyaan esensial kepada siswanya. Pertanyaan yang variatif, kreatif, dan mendalam akan semakin membantu para siswa menggali informasi dan pemahaman yang juga semakin bermakna bagi siswanya. Jadi, pengajaran yang baik bukan lagi soal berapa banyak teori yang diterapkan dan jenis ilmu yang digunakan.

Berliner (1986), menyimpulkan bahwa pengajaran yang efektif merupakan campuran antara keahlian dalam berbagai strategi pembelajaran dengan pemahaman yang mendalam sang guru atas setiap siswa di kelas dan kebutuhan belajar yang dimiliki siswa.

Apa yang disimpulkan Berliner itu rupanya semakin diperkuat dengan hasil riset yang dilakukan Robert J Marzano (2007), sebagaiman ditulis dalam bukunya berjudul The Art and Science of Teaching, yang mengatakan bahwa penelitian tidak akan pernah mengidentifikasi strategi yang tepat untuk setiap siswa. Penilitian, menurutnya, hanya bisa memberi tahu strategi mana yang memiliki kesempatan lebih baik. Dan setiap guru harus menentukan sendiri strategi mana yang harus digunakan pada siswa yang sesuai dan pada waktu yang tepat.

 Ciri pembelajaran yang efektif

 Marzano menguji karakteristik pembelajaran yang efektif melalui serangkaian penelitian yang dikembangkan dalam 10 desain pertanyaan. Melalui penelitiannya dia merekomendasi hal-hal yang dilakukan para agar pembelajaran yang dilakukan efektif, tepat sasaran, dan menjawab kebutuhan para siswa secara tepat.

Pertanyaan 1, apa yang sebaiknya dilakukan guru untuk membangun dan mengomunikasikan tujuan pembelajaran, kemajuan siswa, dan merayakan keberhasilan dalam belajar?.

Riset menunjukkan bahwa semakin jelas tujuan disampaikan kepada siswa, semakin sering penilaian dilakukan secara konsisten, dan apresiasi/ pujian dilakukan guru akan meningkat pula keberhasilan para siswa dalam belajar. Hal yang sama berlaku untuk umpan balik (feed back) yang dialami siswa. Sebaliknya, keberhasilan belajar menurun jika hal demikian jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan si guru kepada siswanya.

Pertanyaan 2, apa yang harus dilakukan untuk membantu siswa berinteraksi secara efektif dengan pengetahuan baru?

Terkait hal itu, riset menunjukkan bahwa memberikan gambaran awal (previewing) atas materi yang sedang diajarkan membantu seorang siswa memahami lebih cepat materi baru. Metode KWL (Know, Want, Learn), misalnya, dapat dipergunakan dalam hal ini. Mengubah materi menjadi potongan kecil informasi (small chunks) juga bermanfaat. Secara makro untuk lebih mengaktifkan cara belajar beberapa teknik dapat dilakukan, seperti: merangkum/ mencatat (summarizing/ note taking), penggambaran secara non linguistic, bertanya (questioning), reflection, dan pembelajaran kelompok (collaborative learning).

Pertanyaan 3, apa yang dapat dilakukan guru untuk membantu siswa mempraktikkan dan memperdalam pemahaman mereka tentang ilmu pengetahuan baru?

Mengadopsi teori Piaget (1971), teori asimilasi (menghubungkan pengetahuan lama-baru) dan akomodasi (interaksi pengetahuan untuk mendapat pemahaman baru) perlu dipahami dengan baik. Teori pengembangan skema melalui pertumbuhan, penyesuaian dan restrukturisasi pengetahuan dikembangkan dikembangkan dengan kerangka pijak teori Piaget.

Keterampilan mengembangkan pengetahuan procedural, konsisten memberi PR dan membuat persamaan dan perbedaan dapat mempertajam bagian ini.

Sekalipun PR seolah hal biasa acapkali guru tidak memahami secara persis apa makna dan bagaimana cara mengelola PR secara efektif sehingga sungguh memberi dampak positif bagi proses belajar siswa itu sendiri. Khususnya terkait tujuan, bentuk, durasi, dan bagaimana bentuk intervensi pihak ketiga.

Pertanyaan 4, apa yang sebaiknya dilakukan guru untuk membantu siswa menghasilkan dan menguji hipotesis baru?

Kebiasaan guru yang secara langsung memberi solusi permasalahan tertentu pada siswa tidak sepenuhnya positif. Akan lebih baik manakala guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya lebih jauh yang membantu mereka membuat generalisasi dan hipotesa tertentu. Bentuk-bentuk problem solving akan banyak membantu siswa dalam hal “reasoning analysis” (penalaran) mereka, lebih jauh juga akan membiasakan mereka untuk mengambil keputusan dengan bahasa dan cara mereka sendiri.

Pertanyaan 5, apa yang dilakukan guru untuk mendorong siswa mau belajar?

           Jensen (2005), riset menunjukkan bahwa antusiasme, energy postif, dan energi yang tinggi dari seorang guru saat mengajar memberi andil dalam tingginya minat siswa belajar. “Hebatnya, bagian otak yang memproses gerakan adalah juga bagian otak yang memproses belajar”. Rosenshine (1970), menyimpulkan bahwa antusiasme guru memfasilitasi prestasi siswa “karena perilaku guru yang bersemangat membangkitkan perilaku keikutsertaan para siswa”

 

Pertanyaan 6, apa yang perlu dilakukan guru untuk mempertahankan aturan atau prosedur di kelas?

Saat yang baik membangun kultur pembelajaran di kelas adalah awal tahun ajaran, Moskowitz (1976). Menurut Emmer (2003), saat awal tahun ajaran merupakan kesempatan yang sangat baik bagi guru untuk mengajak siswa menetapkan ekspektasi umum atau standar yang mau dicapai (aturan) dan ekspektasi perilaku yang harus ditunjukkan/ diharapkan (prosedur).

Pertanyaan 7, apa yang perlu dilakukan untuk mengecek ketaatan siswa terhadap aturan atau prosedur di kelas?

Untuk membangun ketaatan pada aturan disarankan guru menggunakan instrument yang sederhana, baik verbal maupun non verbal. Perilaku yang diharapkan harus bisa diukur, melibatkan pihak luar, misal orang tua, untuk level pendidikan tertentu bisa membantu untuk memastikan perilaku positif yang diharapkan.

Guru bukanlah penonton atau penikmat dalam menegakkan aturan di sekolah, oleh karena itu dia harus menjadi saksi (witness) atas perilaku dan sikap yang diharapkan dari hasil belajar siswanya. Guru juga tidak boleh segan-segan untuk memberikan konsekuensi atas pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat, baik bersifat pribadi atau kelompok/kelas.

Pertanyaan 8, apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan hubungan yang efektif di dalam kelas?

Sejumlah riset menunjukkan bahwa bahasa tubuh sangat mempengaruhi seberapa kuat kedekatan dan hubungan relasi belajar yang dibangun guru dengan siswanya. Perilaku yang dimaksud antara lain: lama interaksi, frekuensi, pujian, sentuhan, dorongan, senyuman, gerakan badan, dan kontak mata.

Beberapa model pendekatan yang bisa dilakukan untuk mempertahankan intimitas yang dimaksud, misalnya (a) mengetahui “sesuatu” dari setiap siswa, (b) menunjukkan perilaku afeksi tertentu, (c) menggunakan metafora, (d) humor, (e) perilaku fisik tertentu saat berkomunikasi, (f) gunakan bahasa yang positif, dan (g) menunjukkan emosi secara obyektif.

Pertanyaan 9, apa yang sebaiknya dibuat guru untuk mengomunikasikan tingginya harapan kepada siswa?

Data menunjukkan bahwa ekspektasi yang tinggi terhadap para siswa sangat mempengaruhi hasil belajar para siswa. Ada sejumlah hal perlu mendapat perhatian, misalnya (a) sejauh mana antusiasme yang ditunjukkan guru, (b)bagaimana kualitas interaksi, (c) sabar memberi tanggapan atas respon siswa, dan (d) ekspektasi yang tinggi vs ekspektasi rendah.

Pertanyaan 10, apa yang seharusnya dilakukan guru untuk mengembangkan pembelajaran yang diorganisir secara efektif?

Akhirnya, seorang guru perlu merancang pembelajaran dengan baik sambil mencermati pertanyaan reflektif berikut: identifikasi focus instruksi pembelajaran yang dilakukan, rencanakan pembelajaran yang dilakukan (tidak ada spontanitas), rencanakan bagian perbagian secara spesifik bagian per bagian, praktikan secara konsisten, fleksibilitas dalam perencanaan perlu dilakukan, dan berikan pertanyaan-pertanyaan kritis atas semua itu.

Semoga bermanfaat bagi guru. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun