Mohon tunggu...
Ahmad Muthohar
Ahmad Muthohar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebijakan Full Day Schools (FDS) Berpotensi Tabrak UU Sisdiknas

10 Agustus 2017   03:10 Diperbarui: 10 Agustus 2017   04:53 1351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dunia pendidikan Indonesia, sudah lumrah dikenal anekdot  'Ganti Menteri, Ganti Kebijakan'. Saya sendiri menganggap hal tersebut masih sebagai sebuah kewajaran, sebab setiap menteri tentu saja memiliki fokus dan prioritas tertentu dalam menjalankan tugasnya.

Namun, ketika sebuah kebijakan pendidikan berpotensi merusak sistem pendidikan yang berlaku secara nasional dan telah mengakar kuat ditengah-tengah masyarakat, maka kebijakan tersebut seyogyanya mesti segera ditinjau ulang dan dievaluasi.

Sebagai praktisi pendidikan, saya sendiri heran kenapa menteri pendidikan justru tidak fokus saja pada perbaikan layanan penyelenggeraan dan mutu pendidikan, daripada terus membuat 'kegaduhan' melalui kebijakan-kebijakannya.

Bukankah masih banyak problem mendasar dan krusial pendidikan yang mesti segera dibenahi, semisal persoalan akses pendidikan yang belum merata secara nasional, menuntaskan sertifikasi guru yang masih menggunung, perbaikan sarana prasarana pendidikan yang masih jauh dari mutu se antero negeri ini, memperkuat akreditasi sekolah, menuntaskan problem kurikulum dan masih banyak lainnya.

Pemberlakuan Permendiknas No 23 tahun 2017 atau yang dikenal dengan istilah kebijakan Full Day Schools (FDS) atau Lima Hari Sekolah (LHS) sungguh menuai banyak masalah dan membuat kegaduhan dimana-mana.

Bukan karena menolak maksud baiknya, yakni membangun karakter generasi Bangsa. Namun kebijakan ini senyata-nyatanya berdampak pada akan bubarnya lembaga-lembaga pendidikan lain yang telah lama dan mengakar kuat di masyarakat yang keberadaannya juga dilindungi oleh Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Hemat saya, Nampak betul betapa kebijakan FDS ini tidak melihat sistem pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai satu kesatuan yang Utuh. Kebijakan FDS hanya diambil berdasarkan tujuan sektoral dan program tertentu, namun 'menabak' keberadaan sistem pendidikan lainnya.

Siapa yang di tabrak?

Tentu saja Pesantren, Madrasah Diniyyah, Taman Pendidikan Al Qur'an (TPA/TPQ), lembaga-lembaga kursus, Lembaga Bimbingan Belajar dan Lainnya.  Lembaga-lembaga inilah yang terkena dampak langsung dari kebijakan FDS dan terancam akan tutup.

Kebijakan FDS yang berkonsekuensi pada penambahan jam belajar siswa di sekolah menjadi 8 Jam per Hari menyebabkan siswa tidak dapat lagi mengikuti pendidikan di Pesantren,  Madrasah Diniyyah, Taman Pendidikan Al Qur'an (TPA/TPQ), lembaga-lembaga kursus dan Lembaga Bimbingan Belajar tersebut. Sebab, jam belajar di lembaga-lembaga ini berlangsung antara jam 14.00 -- 17. 00, atau dikenal dengan istilah 'sekolah sore'.

Bagi masayarakat kota, barangkali kebijakan tersebut kurang begitu berpengaruh, sebab dari sisi jumlah, keberadaan pesantren, madrasah diniyyah dan TPA,TPQ  tidaklah terlalu banyak. Namun bagi masayarakat desa dan level kabupaten/kecamatan tentu saja sangat berpengaruh, sebab keberadaan lembaga-lembaga tersebut bisa jadi dua kali lipat dari jumlah sekolah.

Madrasah diniyyah sendiri misalnya, berdiri hampir disetiap kampung, dimana satu desa bisa terdiri dari beberapa kampung. Meskipun bergitu, toh bagi masayarakat kota tetap saja berdampak secara sosial dan ekonomi. 

Berdasarkan penelusuran data yang berhasil saya temukan dari kementerian Agama misalnya, pada tahun 2007-2008 saja,  Berdasarkan tipe Pondok Pesantren, terdapat sebanyak 8.001 (37,2%) merupakan Pondok Pesantren Salafiyah, dan 3.881 (18,0%) Ashriyah, serta 9.639 (44,8%) sebagai Pondok Pesantren Kombinasi. Sehingga total seluruh pesantren berjumlah 21.521 lembaga pesantren

Sementara untuk Madrasah Diniyah, terdapat sebanyak 8.485 (22,9%) merupakan Madin yang berada di dalam Pondok Pesantren, dan 28.617 (77,1%) merupakan Madin yang berada di luar Pondok Pesantren. Sehingga total lembaga madrasah diniyyah sebanyak 37.102 lembaga

Dari sisi Jumlah santri Pondok Pesantren secara keseluruhan adalah 3.818.469 santri, terdiri dari 2.063.954 (54,1%) santri laki laki, dan 1.754.515 (45,9%) santri perempuan. Sedangkan siswa Madrasah Diniyah secara keseluruhan adalah 3.557.713 siswa, terdiri dari 3.237.037 siswa Madin tingkat Ula, 253.435 merupakan siswa Madin tingkat Wustha, dan 67.241 merupakan siswa Madin tingkat Ulya. Jumlah ini belum termasuk santri TPQ dan TPA.

Artinya, jika kebijakan FDS ini dipaksakan, maka terdapat 58.623 lembaga pesantren dan Madrasah diniyyah dan terdapat 7.376.182 santri dan anak bangsa yang menjadi korban karena tidak dapat mengenyam pendidikan agama/diniyyah.

Dengan jumlah puluhan ribu lembaga dan jutaan santri/siswa yang akan terkena dampak kebijakan tersebut dan berpotensi menjadi 'calon korban kebijakan' tersebut, maka seyogyanya kebijakan FDS mesti segera dicabut dan dibatalkan untuk dievaluasi secara menyeluruh.

Secara regulasi, kebijakan FDS dapat berpotensi menabrak UU sistem pendidikan nasional (Sisdiknas), khususnya Bab III Pasal 4 Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, Bab VI pasal 13 tentang Jenjang dan Jenis Pendidikan serta pasal 30 tentang pendidikan keagamaan.

 Eksistensi pendidikan informal dan pendidikan keagamaan yang didalamnya termasuk pesantren dan madrasah diniyyah adalah jaminan konstitusi bahwa eksistensinya diakui dan hal yang prinsip bahwa pelaksanaan pendidikan secara nasional harus saling melengkapi sebagai suatu keutuhan dan tidak boleh saling terbenturkan. Tanggung jawab pendidikan juga tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat. Itulah konstitusi pendidikan Kita !

Ahmad Muthohar, AR

Dosen FTIK & Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM)

IAIN SAMARINDA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun