Celoteh SH dan BM
SH merasakan tubuhnya diombang-ambingkan. Setelah dicabut dari tempatnya berdiri ia dimasukkan ke dalam kantong plastik. Pemerintah sudah menganjurkan untuk mengurangi pemakaian plastik tetapi masyarakat masih tetap menggunakannya.Â
SH mau berontak dan protes. Namun tangan manusia lebih kuat daripada kekuatan yang dimilikinya. Maka SH menerima nasibnya untuk menghuni kantong plastik putih.Â
Masih bisa bersyukur karena kantong yang menjadi tempat tinggalnya sekarang merupakan tempat yang bersih. Tak bisa dibayangkan kalau kantong plastik tersebut kotor, pasti sangat menyiksanya.
Untuk selanjutnya SH dibawa ke tempat yang agak jauh. Sebuah sepeda motor membawanya pergi. Ia terombang-ambing lagi, bergoyang ke kanan dan ke kiri.Â
Bahkan jalan berlubang yang dilaluinya menyebabkan SH semakin terguncang sangat kuat. Ia berteriak tetapi pengendara sepeda motor yang membawanya tak mendengar. Ia lebih suka mendengar dering HP daripada suara teriakan SH itu.Â
Untuk yang kesekian kalinya SH harus menerima nasib. Sudah beberapa menit motor merah itu belum berhenti. SH semakin bingung akan dibawa ke mana dirinya.
Ketika sampai di gang sempit, SH bisa bernapas lega. Motor tak lagi ngebut, SH merasa diayun-ayun, hingga matanya sebentar-sebentar tertutup. Ia bersyukur lagi bisa menikmati enaknya naik motor.Â
Jalannya halus dan lurus meskipun sempit. Perasaannya senang hingga ia bisa membawa mimpi. Namun ia terkejut, ia dicampakkan begitu saja saat mimpinya belum usai.
"Huh, tak senang lihat orang senang," gerutunya.
Sekali lagi ia harus menerima nasib saat pembawa dirinya menyerakkan tubuhnya di atas papan penutup sumur. SH membuka mata. Rupanya di situ sudah tergeletak si BM. Saudara sebangsa setanah air itu rupanya mengalami nasib yang sama, terbungkus dengan kantong plastik dan kini tergolek lemas.