Mohon tunggu...
T Atta Sekar
T Atta Sekar Mohon Tunggu... Content Creator

Belajar dari anak-anak setiap hari. Menulis di sini untuk berbagi cerita, ide, dan refleksi seputar pendidikan, keluarga, serta dunia kecil yang selalu memberi pelajaran besar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Sambil Bermain, Kunci Kurikulum PAUD dalam Membangun Generasi Emas

28 September 2025   19:13 Diperbarui: 28 September 2025   19:13 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenal anka sambil bermain puzzle. Sumber : Educa Studio

Yogyakarta --- Pendidikan anak usia dini (PAUD) kini mendapat perhatian lebih besar dari pemerintah maupun masyarakat. Kesadaran bahwa masa emas perkembangan anak hanya berlangsung sekali dalam hidup mendorong perlunya kurikulum yang tepat. Salah satu pendekatan yang belakangan banyak disinggung belakangan ini adalah belajar sambil bermain, atau yang kini populer disebut joyful learning. Fenomena ini tidak hanya muncul di Indonesia, melainkan telah menjadi tren global di dunia pendidikan anak.

Di Australia, pendekatan play-based learning sudah lama diakui sebagai cara paling efektif menstimulasi perkembangan anak. Kerangka National Quality Framework mewajibkan lembaga PAUD memberikan kesempatan luas bagi anak untuk mengeksplorasi, berinteraksi, dan belajar melalui permainan. Anak-anak diajak aktif bergerak, membangun, dan berimajinasi tanpa tekanan formal yang berlebihan. Bermain dianggap sebagai bahasa universal anak, sehingga kurikulum disusun agar sejalan dengan cara alami mereka belajar.

Fenomena serupa juga dapat dilihat di Finlandia, negara yang kerap menjadi rujukan sistem pendidikan dunia. Pendidikan anak usia dini di sana berfokus pada permainan terarah dan eksplorasi lingkungan. Anak-anak lebih banyak bermain di luar ruangan, berinteraksi dengan alam, serta menjalani kegiatan kreatif seperti melukis, musik, dan permainan peran. Pemerintah Finlandia percaya bahwa anak yang bahagia dalam belajar akan lebih siap menghadapi tantangan di jenjang pendidikan selanjutnya. Hasilnya terlihat jelas: tingkat stres akademik anak relatif rendah, sementara pencapaian mereka di usia sekolah dasar dan menengah tetap tinggi.

Di Inggris, kerangka Early Years Foundation Stage (EYFS) juga menegaskan pentingnya integrasi antara bermain bebas dan kegiatan belajar terarah. Setiap kegiatan bermain dipandang sebagai kesempatan mengembangkan bahasa, keterampilan sosial, hingga kemampuan kognitif. Guru bertugas merancang lingkungan bermain yang kaya pengalaman, di mana anak bisa mencoba banyak hal sambil tetap merasa aman dan nyaman.

Fenomena global ini mulai diadaptasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah melalui Direktorat PAUD dan Dikdasmen Kemdikbudristek meluncurkan kampanye joyful learning dengan tiga pilar utama: joyful, meaningful, dan mindful. Konsep tersebut menempatkan kebahagiaan anak sebagai pintu masuk pembelajaran, diikuti dengan pengalaman bermakna, serta kesadaran penuh anak dalam menjalani proses belajar.

Sejumlah daerah mulai mencoba menerapkan pendekatan ini. Guru-guru PAUD mulai diajak dan dilatih untuk merancang kegiatan belajar kreatif dengan memanfaatkan barang sederhana, seperti kardus, botol plastik, atau pasir. Anak-anak tidak hanya dikenalkan huruf dan angka, tetapi juga dilatih bekerja sama, berbagi peran, serta memecahkan masalah melalui permainan.

Namun, implementasi joyful learning di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Sebagian besar orang tua masih menganggap PAUD sebagai tempat anak belajar calistung (membaca, menulis, menghitung). Banyak dari mereka merasa khawatir jika anak tidak bisa membaca sejak usia dini, mereka akan kesulitan saat masuk SD. Padahal, para ahli pendidikan anak menegaskan bahwa kemampuan calistung bukan tujuan utama PAUD. Yang lebih penting adalah tumbuhnya rasa percaya diri, kreativitas, serta keterampilan sosial dan emosional anak.

Selain itu, kualitas tenaga pendidik juga menjadi faktor penting. Tidak semua guru PAUD terbiasa menggunakan metode pembelajaran kreatif berbasis permainan. Sebagian guru masih cenderung menerapkan cara formal dengan lembar kerja, hafalan, atau pengulangan. Padahal, joyful learning menuntut guru menjadi fasilitator yang mampu menciptakan pengalaman belajar menyenangkan, bukan sekadar penyampai materi.

Sarana dan prasarana juga menjadi kendala tersendiri. Banyak PAUD di perkotaan yang sudah memiliki ruang bermain lengkap dengan alat peraga modern, tetapi di daerah pedesaan masih ada yang mengandalkan ruang seadanya. Hal ini tentu berpengaruh pada sejauh mana anak bisa mendapatkan pengalaman belajar yang variatif dan bermakna.

Meski penuh tantangan, perubahan ke arah joyful learning tetap membawa harapan baru. Belajar sambil bermain bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan nyata anak. Dengan bermain, anak belajar mengendalikan emosi, bekerja sama, berpikir kreatif, dan mengasah kemampuan problem solving. Semua ini akan jauh lebih berguna dibanding sekadar kemampuan akademik yang dipaksakan sejak dini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun