Mohon tunggu...
therealkhana
therealkhana Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis menyenangkan diri sendiri dan bermanfaat bagi orang lain

Seorang Penulis Buku Solo "Fika", "Tantangan Menjadi Orang Tua di Masa Pandemi", dan buku puisi "Bulan di Langit Biru"

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kebakaran Hutan di Lahan Gambut

12 September 2019   15:39 Diperbarui: 12 September 2019   15:49 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia beberapa waktu belakang kemudian membuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan enam provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan sebagai provinsi dengan darurat karhutla.

Permasalahan menjadi lebih kompleks bilamana diketahui bahwa keenam provinsi tersebut memiliki lahan gambut yang relatif luas. Lahan gambut biasanya ditemukan pada daerah yang berawa dan berair. 

Pada kondisi alami, lahan gambut memiliki sifat seperti spons yang dapat menyerap air hingga 13 kali lipat dari bobotnya, sehingga gambut dapat menyerap dan menahan air secara maksimal pada musim hujan, sehingga pada musim kemarau tidak terjadi perbedaan cadangan air yang begitu ekstrim karena air tertahan pada bagian bawah permukaannya. Akan tetapi, apabila kondisi lahan gambut sudah mulai terganggu karena adanya konversi lahan maupun pembuatan kanal, keseimbangan ekologis dari lahan gambut tersebut menjadi terganggu.

Gambut merupakan sebutan bagi jenis tanah yang mengandung 65% bahan organik dan terbentuk dari daun, batang, akar tanaman yang membusuk tidak sempurna yang berakumulasi pada lingkungan jenuh air tanpa oksigen. Gambut pada daerah tropis dapat menyimpan karbon lebih dari 4.000 Megagram (Mg) per hektar. 

Gambut juga memiliki fungsi sebagai penampung CO2 yang sangat besar agar tidak terlepas ke atmosfer. Oleh karena itu, terganggunya ekosistem lahan gambut akan berdampak pada terganggunya fungsi lahan gambut dalam mengikat CO2, sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya efek gas rumah kaca.

Pada musim kemarau seperti saat ini, gambut menjadi sangat kering sampai dengan kedalaman tertentu dan mudah terbakar. Kekeringan menyebabkan permukaan air tanah turun dan bagian yang tidak basah akan mengalami dekomposisi, sehingga karbon yang sebelumnya diikat pada bagian itu akan terlepas ke udara. Kebakaran juga akan mempercepat proses terlepasnya karbon ke udara. 

Api di lahan gambut yang terbakar akan menjalar di bawah permukaan secara lambat dan sulit untuk dideteksi. Oleh karena itu, pemadaman kebakaran pada lahan gambut umumnya memakan waktu yang lama karena harus menyasar sampai ke api yang berada beberapa meter di bawah permukaan lahan gambut. Lahan gambut yang terbakar akan menimbulkan asap tebal dan baru bisa padam setelah adanya curah hujan yang intensif.

Pemadaman kebakaran pada lahan gambut mengalami kendala karena api yang sudah padam pada permukaan gambut dapat kembali terbakar karena bagian bawah permukaan gambut yang masih menyimpan api. 

Oleh karena itu, diperlukan stik semprot dengan menggunakan mesin pompa bertekanan tinggi dan peralatan pendukung lainnya yang digunakan petugas pemadam agar pemadaman kebakaran lahan gambut bisa lebih efektif karena diharapkan dapat menjangkau sampai bagian bawah lahan gambut yang terbakar.

Semua pihak, baik pemerintah, pengusaha, dan masyarakat harus sepakat dan memiliki tujuan yang sama untuk menjaga gambut di Indonesia karena apabila gambut telah rusak, tidak mungkin akan bisa dikembalikan lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun