Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Pelayan Kebaikan

24 Agustus 2022   07:34 Diperbarui: 24 Agustus 2022   07:37 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sang pelayan kebaikan (sumber: myrobin.id)

SANG PELAYAN KEBAIKAN

Cindy bergegas menuju meja yang baru saja ditinggalkan oleh pelanggan kafe. Dengan cekatan ia membersihkan tumpahan minuman, sisa makanan, dan piring yang berantakan. Namun terdengar celotehan tidak menyenangkan.

"Sudahlah, Cindy, tidak perlu berusaha lebih keras. Ini malam minggu, lho. Kamu tidak lihat kafe ini? Kosong melompong. Pelanggannya hanya mereka yang baru saja keluar. Tidak perlu rajin - rajin amat."

Cindy mengabaikan orang yang berkata di belakangnya itu. Bahkan ia sama sekali tidak menoleh. Tetapi orang itu terus merongrongnya dengan sindiran. Tadinya bersender di tembok kafe, ia kini berjalan pelan ke sebelah Cindy.

"Mau bersemangat menjadi pelayan of the week? Jangan repot - repot, toh pelayannya hanya kita berdua. Ditambah koki seorang di belakang sana. Bahkan manajer kafenya saja enggan menampilkan batang hidungnya."

Kali ini Cindy menggubrisnya, "Tidakkah kau berterima kasih karena masih memiliki pekerjaan, Johnny?"

Johnny menaikkan alis dan tersenyum licik. "Kau tahu sendiri bahwa ini hanya pekerjaan sampinganku. Aku adalah seorang agen asuransi. Aku mengambil pekerjaan ini karena dekat dengan rumah. Huh, apa pulang sekarang saja ya? Toh tidak ada pengunjung juga."

Cindy terdiam mendengarkan ucapan Johnny. Ia kembali membereskan meja. Ucapannya itu benar. Bagi Johnny, ini hanya sampingan belaka. Sedangkan baginya ini adalah pekerjaan satu -satunya.

"Jangan lupa untuk merapikan kaki meja yang bengkok itu, Cindy. Aku mau keluar dulu, mau merokok." ujar Johnny sambil melangkah keluar kafe.

Cindy hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Johnny. Tentunya perkataan tentang kaki meja itu hanya sarkas belaka. Namun, seperti itulah nasib kafe ini, pikir Cindy. Tidak besar, dan tidak terkenal. Pelanggannya hanya sedikit. Terletak di pinggiran kota, pamor kafe ini kalah dari kafe - kafe kekinian yang berada di tengah kota, nyaman menjadi tempat nongkrong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun