Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pramodawardhani

28 Februari 2020   16:12 Diperbarui: 28 Februari 2020   16:06 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Jika esok nyawa meregang, hanya satu warisanku: cinta.

Rakai Pikatan melangkah di antara pepohononan di Hutan Undir. Alas kakinya ternyata tidak cukup untuk melindungi kulitnya dari semak -- semak dan alang -- alang. Beberapa kali ia harus berhenti menggaruk kaki. Namun perhatiannya terus tertuju ke depan.

Di tangannya yang lain ia mengenggam tangan seorang wanita. Sebuah tangan yang lembut, dengan sebuah gelang perak berada di pergelangan tangannya. Pakaian satin berwarna hijau melekat pada tubuhnya. Ia tidak memakai tata rias pada wajahnya, namun ia terbiasa dengan ucapan rakyat bahwa dirinya adalah titisan seorang dewi. Rakai Pikatan telah mengatakan padanya bahwa mereka akan bertualang di Hutan Undir hari ini, oleh karena itu ia membiarkan rambutnya tergerai.

Sinar matahari mencoba menembus dari sela -- sela dedaunan. Bayangan yang dihasilkan membuat tanah seperti bercerita wayang.

Cerita apakah yang hendak diberitakannya? Kematian? Atau kepahlawanan?

Rakai Pikatan terus melangkah bersama Pramodawardhani. Kadang melangkah cepat, kadang melangkah pelan. Pramodawardhani tidak pernah memasuki Hutan Undir. Ia lebih senang mengunjungi tempat -- tempat persembahyangan. Candi Prambanan lebih menarik baginya, walaupun ia tidak beribadah di tempat itu. Ia menyukai seni dan alam, hanya saja ia tidak suka mendapatkannya melalui perjuangan.

Kakiku sudah hampir seperti sarang nyamuk saja. Gatal sekali. Tanganku juga.

Rakai Pikatan berjanji bahwa mereka akan melihat sebuah pemandangan yang luar biasa. Pramodawardhani mengikuti ucapannya, walaupun ia paham bahwa tidak ada yang mampu mengalahkan pemandangan candi baru yang dibangun oleh Samaratungga. Candi yang menjulang, dikelilingi oleh perbukitan dan langit biru. Atau mungkin candi itu tidak akan pernah selesai.

Perjalanan kini mulai menanjak. Pada awalnya Pramodawardhani masih dapat mengikuti langkah -- langkah Rakai Pikatan. Setelah bertanya sejauh apa mereka harus melangkah, jawaban Rakai Pikatan membuatnya berhenti. Ia meneduhkan diri di bawah sebuah pohon rimbun.

"Pemandangan apa yang kau janjikan padaku, wahai Mpu Manuku?"

"Sudah kubilang berkali -- kali, tidaklah kejutan jika aku mengatakannya sekarang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun