Mohon tunggu...
Theofilus Kumaat
Theofilus Kumaat Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Milanisti Garis Waras yang mencintai sepakbola dan musik jadul.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Stefano Pioli, Pelatih Medioker yang Mengukir Sejarah di AC Milan

6 April 2022   16:03 Diperbarui: 6 April 2022   16:34 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai sebuah klub yang memiliki segudang prestasi, tentu banyak yang tidak menyangka bahwa AC Milan akan mengalami situasi yang cukup "mengenaskan". Pasca meraih Scudetto di musim 2010/2011, performa klub yang bermarkas di San Siro ini terus menurun. 

Selain tidak bisa bersaing lagi di papan atas Serie A, situasi diperparah dengan banyaknya masalah yang terjadi. Mulai dari dililit hutang, harus menjual pemain bintang, dijual, nyaris bangkrut, kemudian dijual lagi. 

Saking mengenaskannya, pernah ada satu musim (tepatnya musim 2014/2015) dimana AC Milan harus puas finish di peringkat 10 Serie A. Hal ini tentu merupakan sebuah ironi bagi klub yang hingga saat ini merupakan klub Italia peraih gelar Liga Champions Eropa terbanyak (7 kali Juara), dan kedua terbanyak di antara klub Eropa lainya (di belakang Real Madrid yang berhasil juara sebanyak 13 kali).

Di masa-masa sulit tersebut, tercatat ada beberapa pelatih yang menangani I Rossoneri. Nama-nama seperti Clarence Seedorf, Filippo Inzaghi, Sinisa Mihajlovic, Christian Brocchi, Vincenzo Montella, dan Gennaro Gattuso pernah dipercayakan menjadi Allenatore AC Milan. Di antara mereka hanya Vincenzo Montella yang bisa mempersembahkan Trofi. 

Itu pun hanyalah gelar Supercoppa Italia 2016 yang diperoleh lewat jalur "hadiah". Hal ini karena Supercoppa sebenarnya merupakan ajang yang mempertemukan Juara Serie A dan Juara Coppa Italia, namun karena di musim 2015/2016 Juventus menjadi Juara Serie A dan Coppa Italia secara bersamaan, maka AC Milan sebagai Runner-Up Coppa Italia 2015/2016 kembali berhadapan dengan Juventus di ajang Supercoppa. 

Menariknya, di pertandingan tersebut anak asuh Vincenzo Montella yang sejatinya tidak diunggulkan berhasil mengalahkan Juventus melalui babak adu penalti. Trofi Supercoppa 2016 juga seakan menjadi sebuah pelipur lara bagi para Milanisti ditengah masa-masa sulit klub kebanggaan.  

Setelah dipegang oleh Elliot Management pada medio 2018, AC Milan berbenah. Pemilik baru merombak jajaran manajemen klub, dengan memberi kesempatan kepada Paolo Maldini, Frederic Massara, Zvonimir Boban, dan kemudian Ivan Gazidis untuk mengisi posisi penting di jajaran manajemen dengan harapan dapat bertanggungjawab dalam pengelolaan klub. Selain itu, Geoffrey Moncada juga masuk untuk memperkuat bidang pencarian bakat tim. 

Untuk posisi pelatih, selepas era Gennaro "Rhino" Gattuso, manajemen AC Milan menunjuk Marco Giampaolo sebagai pelatih dengan harapan dapat membawa AC Milan kembali berkompetisi di Liga Champions. Untuk memenuhi target tersebut manajemen mendatangkan pemain-pemain seperti Theo Hernandez, Ante Rebic, Rafael Leao dan beberapa nama lain. Hasilnya? Setelah 7 pertandingan, pasukan Marco Giampaolo hanya meraih 3 kemenangan dan 4 kekalahan. 

Jika terus berlangsung seperti ini, maka bukan tidak mungkin target menuju Liga Champions tidak tercapai. Sadar akan hal ini, manajemen AC Milan bergerak cepat untuk mencari Allenatore baru. Beberapa nama yang muncul ketika itu adalah Luciano Spalletti (eks pelatih Roma dan Inter), Claudio Ranieri (eks Pelatih Leicester City), dan Gennaro Gattuso.

Dari nama-nama tersebut, Luciano Spalletti nerupakan nama terkuat yang muncul. Namun karena permasalahan dengan klub lama terkait uang pesangon yang belum selesai maka kesepakatan pun urung terjadi. Di tengah tuntutan untuk segera menunjuk pelatih baru, akhirnya manajemen memilih Stefano Pioli untuk memimpin Theo Hernandez dan kolega di sisa musim 2019/2020. 

Hal ini tentu merupakan sebuah kejutan karena jika dilihat dari perjalanannya sebagai pelatih, Stefano Pioli bisa dikatakan hanyalah pelatih Medioker atau biasa-biasa saja yang belum bisa memberi trofi bagi klub yang dilatihnya. 

Prestasi terbaiknya adalah mengantarkan Lazio tampil di Final Coppa Italia 2014/2015 dan membawa Lazio menjadi Runner-up Supercoppa Italia. Berkaca dari hal tersebut, maka penunjukkannya sebagai Allenatore baru AC Milan tidak disambut dengan euforia. 

Ditambah lagi dengan fakta bahwa Pioli adalah seorang Interisti, maka penunjukkannya sebagai pelatih baru AC Milan justru membuat banyak Milanisti pesimis. Malah pada saat pengumumannya sebagai pelatih baru, tagar #PioliOut langsung menjadi trending topic. Bahkan banyak yang memprediksi bahwa Stefano Pioli hanya pengganti sementara sampai manajemen menemukan pelatih baru yang cocok dengan proyek jangka panjang AC Milan.

Di tengah semua keraguan yang ada, Stefano Pioli tetap berusaha melakukan tugasnya dengan optimal. Walaupun sempat mengalami kekalahan 5-0 dari Atalanta pada akhir 2019, perlahan tapi pasti, dia berhasil memperbaiki performa AC Milan. Selain itu, dia juga bisa memaksimalkan kemampuan setiap pemain yang dimiliki. 

Di musim 2019/2020, khususnya setelah jeda pandemi, AC Milan di bawah asuhan Pioli berhasil membuat rekor tak terkalahkan dalam 12 pertandingan berturut-turut (9 Menang, 3 kali imbang). 

Hasil ini membuat AC Milan berhasil dibawa Pioli finish di posisi 6 Serie A dan lolos ke Europa League. Yang membuat Milanisti semakin sumringah adalah berdasarkan data, dari 32 pertandingan yang dilalui sepanjang tahun 2020 tercatat hanya 2 kali AC Milan mengalami kekalahan (melawan Inter Milan di pekan 23 musim 2019/2020, dan melawan Genoa di pekan 26 musim 2019/2020). 

Sementara 30 laga lainnya berakhir dengan kemenangan atau paling buruk hasil imbang. Bahkan di musim 2020/2021, AC Milan sempat menjadi satu-satunya tim yang tidak terkalahkan di lima liga top eropa. 

Hasil ini tentu membuat skuad asuhan Stefano Pioli memuncaki klasemen Serie A (setelah terakhir kali terjadi di musim 2011) sampai paruh musim. Walaupun akhirnya harus puas mengakhiri musim di posisi kedua, namun ini sudah cukup untuk mengantarkan AC Milan kembali berkompetisi di Liga Champions setelah absen selama 7 musim.

Mengandalkan skema 4-2-3-1, Stefano Pioli berhasil membangun asa AC Milan untuk kembali meraih gelar. Dengan kombinasi pemain muda dan berpengalaman, ia berhasil membawa AC Milan kembali memuncaki klasemen sementara Serie A musim 2021/2022 serta masih melangkah jauh di ajang Coppa Italia. 

Tentu hasil ini patut diapresiasi semua Milanisti karena setelah beberapa musim, AC Milan akhirnya bisa kembali bersaing memperebutkan gelar Serie A. Selain itu, Stefano Pioli bisa dikatakan berhasil memenuhi tuntutan manajemen untuk dapat memaksimalkan potensi setiap pemain yang ada sambil menggunakan anggaran belanja dengan efisien tapi tetap dapat bersaing di zona Liga Champions. 

Di era dimana banyak pelatih yang menuntut manajemen harus menggelontorkan banyak uaang demi pemain incaran, Stefano Pioli justru bertindak sebaliknya. Walau tidak semua permintaannya dapat dipenuhi manajemen, ia tidak mempersoalkan hal tersebut. Yang paling utama baginya adalah semua pemain dapat berjuang bersama untuk kepentingan tim. Kebersamaan inilah yang membuat skuadnya solid.

Walaupun demikian, untuk membangun skuad juara, Stefano Pioli masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Salah satu masalah yang harus diselesaikannya adalah tentang bagaimana bisa konsisten meraih kemenangan di setiap pertandingan apalagi ketika melawan tim dengan pertahanan yang rapat. 

Di musim 2021/2022 ini, AC Milan sering kesulitan untuk meraih kemenangan dari tim yang bermain bertahan. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa sebenarnya AC Milan bermain hanya mengandalkan teknik grasak-grusuk tanpa ada pola yang jelas dan alasan mereka memuncaki klasemen Serie A adalah karena performa para rival yang inkonsisten.

Pertandingan melawan Bologna di San Siro menjadi laga ke 100 Stefano Pioli bersama AC Milan di Serie A. Di era tiga poin per kemenangan (sejak Musim 1994-1995), Pioli adalah manajer Rossoneri dengan rata-rata poin terbaik per pertandingan yakni 2,04 dengan rincian 60 Kemenangan, 23 Imbang, 17 Kekalahan, mencetak 187 gol dan kebobolan 107 gol. 

Tentu rekor ini seakan menjadi tidak berarti apabila Pioli gagal mempersembahkan Trofi bagi AC Milan musim ini. Namun semuanya masih mungkin terjadi, di sisa musim ini Pioli harus bisa memacu anak asuhnya untuk meraih kemenangan. Seperti yang selalu diungkapkannya dalam setiap wawancara bahwa ia dan anak asuhnya terbiasa untuk fokus dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya, hal ini menunjukkan bahwa AC Milan tidak bergantung pada hasil tim lain. Apapun hasil yang didapat, itu merupakan hasil perjuangan dan kerja keras seluruh anggota tim. 

Semangat dan mentalitas seperti ini merupakan modal penting yang diperlukan oleh AC Milan untuk berjuang merengkuh Scudetto dan berbagai trofi lainnya. Satu hal yang pasti, apapun hasil di akhir musim nanti, sudah sepatutnya Milanisti memberi apresiasi kepada Stefano Pioli, Sang Pelatih Medioker yang membawa AC Milan kembali bersaing di papan atas.

Forza Milan!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun