Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesusahan Cukup Untuk Hari Ini Saja (Matius 6:34)

19 Februari 2025   22:41 Diperbarui: 20 Februari 2025   06:54 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Seorang perempuan sedang berdiri di depan bangunan kosong. Sumber: Pexels/Elanur Buse

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari (Matius 6:34).

Kompasianer yang terkasih, setiap orang pasti pernah merasa kuatir dalam hidupnya, yah kuatir dalam berbagai hal. Apa sih kuatir itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kuatir adalah takut, cemas, gelisah terhadap sesuatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Jadi, orang yang kuatir adalah orang yang mempercayai sesuatu yang belum pasti akan terjadi pada dirinya. Sementara kuatir dari teks Yunani merimnao menyiratkan perasaan terganggu atau ditarik ke arah yang berbeda karena suatu kekuatiran. Dengan demikian, orang yang kuatir yang dimaksud Tuhan Yesus adalah orang yang perasaannya (pikirannya; terjemahan King James Version) terganggu atau ditarik ke arah yang berbeda dengan apa yang Allah tetapkan bagi masa depannya.

Mengapa kita tidak boleh kuatir? "Karena besok mempunyai kesusahannya (kekuatirannya; teks Yunani merimnao) sendiri." Jadi kalau hari ini kita kuatir, itu sama dengan kita mendahului Allah untuk menetapkan apa yang akan terjadi besoknya pada diri kita. "Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari", perhatikan kata 'kesusahan' yang dari teks Yunaninya kakia yang mengacu pada keadaan moral yang rusak dan jahat; menggambarkan sifat dosa yang melekat pada umat manusia dan kebobrokan moral yang bertentangan dengan kebenaran Allah. Jadi, kesusahan (merimnao) dan kesusahan (kakia) merupakan masalah moral yang serius pada diri kita dalam hubungan kita dengan Allah. Dengan kata lain, ketika kita kuatir soal kebutuhan hidup, berarti kita tidak mengenal Allah sebagai Bapa yang mengetahui apa yang kita perlukan sebelum kita minta kepada-Nya (ayat 8,32), dan itu jahat!

Jadi, bagaimana kita harus menyikapinya? Pertama, memiliki iman bahwa Bapa di sorga menyediakan kebutuhan hidup kita (ayat 26-30). Kedua, percaya bahwa Bapa di sorga menjamin hidup kita hari ini dan hari yang akan datang (ayat 31-32). Ketiga, mengutamakan Kerajaan Allah dan kebenarannya yaitu Tuhan Yesus Kristus dalam hidup kita (ayat 33). Sebagai pelengkapnya, rasul Paulus menasihati jemaat di Filipi dalam menghadapi kekuatiran: "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus" (Filipi 4:6-7). Amin, Tuhan Yesus memberkati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun