Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyikapi Aib dalam Keluarga (Pelajaran dari Sem, Ham, dan Yafet)

20 Oktober 2022   23:32 Diperbarui: 20 Oktober 2022   23:46 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang laki-laki tua yang sedang mabuk alkohol. Sumber: Pexels / Nicola Barts

Setelah Nuh sadar dari mabuknya dan mendengar apa yang dilakukan anak bungsunya kepadanya, berkatalah ia: "Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina bagi saudara-saudaranya." Lagi katanya: "Terpujilah TUHAN, Allah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya. Allah meluaskan kiranya tempat kediaman Yafet, dan hendaklah ia tinggal dalam kemah-kemah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya." (Kejadian 9:24-27)

Kompasianer yang terkasih, ini adalah perkataan kutuk atas Kanaan dan berkat bagi Sem dan Yafet yang diucapkan oleh Nuh. Peristiwa yang melatarbelakanginya adalah pada waktu Nuh mabuk anggur di kala ia menikmati kesuksesannya sebagai seorang petani (ayat 20-21).

Kemabukan Nuh tersebut bukanlah teladan yang baik bagi anak cucunya, tetapi merupakan sebuah aib dalam keluarga, apalagi di masa purba pasca penghukuman air bah, Nuh menjadi pengganti Adam sebagai manusia yang memulai kembali perkembangbiakan manusia untuk memenuhi bumi sebagaimana rencana Allah yang sempurna.

Petaka bagi Ham terjadi ketika ia menyikapi kemabukan Nuh, ayahnya (ayat 22). Nama Ham dituliskan urutan kedua, dengan Sem di urutan pertama, dan Yafet di urutan ketiga (ayat 18-19). Tetapi di ayat 24, Ham dikatakan sebagai anak bungsu. Di ayat 22 itu dikatakan, bahwa Ham yang melihat ketelanjangan dan aurat ayahnya di dalam kemah ayahnya akibat kemabukannya (ayat 21).

Kemudian, Ham menceritakan aib tersebut kepada kedua saudaranya di luar kemah ayahnya. Dari teks Ibraninya, Ham menceritakan aib ayahnya di jalanan dengan cara yang merendahkan dan penuh penghinaan. 

Ham melakukan hal tersebut supaya ayahnya tampak jahat di hadapan kedua saudaranya. Di jaman itu, melihat aurat orang lain dianggap sebagai persoalan yang serius.

Ham disebut sebagai bapa Kanaan (ayat 18, 22) yang menunjukkan, bahwa ia sendiri adalah seorang ayah juga, yang seharusnya lebih bersikap hormat terhadap Nuh yang merupakan ayahnya.

Adapun dosa Ham di ayat 22 yaitu: pertama, sikap tidak hormat kepada Nuh, ayahnya; atau kedua, suatu jenis tindakan seksual yaitu sebuah pelecehan seksual ketika ia nampak menikmati kebodohan dan ketelanjangan ayahnya.

Kemudian, yang kena kutuk adalah Kanaan, bukan Ham, ayahnya. Mengapa begitu? Karena di ayat 24, menurut para ahli menunjuk kepada Kanaan, yang diterjemahkan sebagai 'anak bungsu', padahal sebetulnya lebih tepat diterjemahkan sebagai 'cucu.' Dengan demikian, aib ketelanjangan Nuh ternyata dimulai dari cerita Kanaan, yang kemudian disebarluaskan oleh Ham.

Kutukan Nuh terbukti di kemudian hari: pertama, tanah Kanaan diberikan kepada Israel. Kedua, Kanaan juga ditundukkan oleh Persia. Ketiga, keturunan Ham lainnya yang berkulit hitam banyak diperbudak oleh bangsa-bangsa keturunan Sem dan Yafet.

Tetapi sebaliknya, Sem dan Yafet bersikap benar dan bijaksana. Mereka justru prihatin dengan kondisi ayahnya. Keduanya bertindak dengan penuh belas kasihan, yaitu dengan cara yang sangat mulia: mengambil sehelai kain, membentangkannya pada bahu mereka, berjalan mundur, lalu menutupi aurat ayahnya sambil memalingkan muka (ayat 23). Dengan demikian, Sem dan Yafet menyatakan kasih dan penghormatan kepada ayahnya yang pada saat itu berlaku tidak patut, yaitu mabuk anggur.

Sikap Sem dan Yafet yang dibenarkan yaitu: pertama, mereka bersepakat untuk menolong sang ayah. Kedua, mereka memalingkan muka supaya tidak melihat sehingga tidak ada yang dapat diceritakan tentang aib tersebut.

Itulah sebabnya, Sem dan Yafet kemudian mendapatkan berkat dari Nuh, ayahnya. Ironis bagi Ham dan Kanaan, anaknya, yang mendapatkan kutuk akibat sikap mereka.

Pelajarannnya bagi Kompasianer pada hari ini adalah jangan pernah menceritakan aib yang ada di dalam keluarga anda, baik itu antara orangtua dengan anak, suami dan istri, kakak dan adik, dan lain sebagainya. 

Apalagi di jaman now, segala sesuatu yang terjadi bisa diceritakan di berbagai media sosial. Saya sering membaca di berbagai media sosial, aib keluarga atau rumah tangga seringkali diumbar di depan publik. Itu sama dengan sikap Ham dan Kanaan!

Tetapi, sebagai orang beriman, marilah Kompasianer menyikapi masalah yang ada di dalam keluarga atau rumah tangga seperti Sem dan Yafet, itu lebih tepat dan lebih etis. Bawa saja masalah tersebut di dalam doa dan permohonan kepada Tuhan. Kiranya Tuhan memberikan solusi dan pemulihan bagi keluarga masing-masing.

Demikianlah pelajaran Alkitab dan renungan pada hari ini, sampai jumpa lagi pada tulisan berikutnya. Tuhan Yesus memberkati Kompasianer sekalian, haleluya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun