Mohon tunggu...
Anjas Permata
Anjas Permata Mohon Tunggu... Konsultan - Master Hypnotherapist

Trainer Hypnosis, Master Hypnotherapist, Professional Executive, CEO Rumah Hipnoterapi, CEO Mind Power Master Institute, Ketua DPD Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Bijak Menyikapi Vaksin sebagai Pilihan Bukan Kewajiban

24 Januari 2021   14:12 Diperbarui: 24 Januari 2021   23:34 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nggak ada vaksin teriak-teriak. Giliran sudah tersedia menolak!

Jujur saya bingung melihat fenomena sosial mengenai vaksin di negeri ini. Saya masih ingat betul sepuluh bulan yang lalu keadaan sungguh mencekam. 

Pandemi hadir dengan segala atribut yang menyertai sehingga membuat kita semua tak berdaya. Bulan-bulan berikutnya semakin banyak kebijakan pembatasan aktifitas yang secara tidak langsung melumpuhkan berbagai sendi kehidupan.

Kita yang semula bebas mau kemana saja dan menjalankan semua kegiatan tanpa rasa was-was mendadak harus terhenti kemudian beradaptasi dengan peradaban baru. Terus meningkatnya kasus positif menambah pengukuhan Covid-19 sebagai sosok antagonis yang memang eksis.

Berbagai teori kemudian muncul atas situasi ini. Banyak pihak menuding Covid-19 sebagai bentuk "Man Made Disaster" yaitu bencana wabah yang sengaja diciptakan untuk kepentingan tertentu. 


Banyak pula yang memandangnya memang benar-benar sebagai "Nature Made Disaster" yaitu bencana wabah yang disebabkan pleh proses alamiah. Tapi bagi saya pribadi apapun teorinya tidak penting. Kita dalam situasi sama yang disebut pandemi, itu saja cukup.

Semakin mencari tahu dengan berbagai teori konspirasi atau apalah namanya, justru tidak akan memberikan Anda ketenangan. Pikiran Anda akan diliputi oleh ratusan hingga ribuan pertanyaan yang tidak ada habisnya.

Atas keadaan yang semakin tidak terkendali, masyarakat kemudian menuntut pemerintah untuk melakukan langkah-langkah penanganan yang efektif. Merupakan sebuah tantangan besar mengatur 270 juta jiwa lebih penduduk Indonesia. 

Mulai dari karantina wilayah, penerapan new normal hingga pembatasan-pembatasan kegiatan sosial ditempuh dalam upaya menekan angka penyebaran virus. 

lockdown
lockdown

Kita dihadapkan pada kondisi dilematis nan kompleks. Padahal pengendalian pandemi seharusnya berfokus pada satu tujuan. Tetapi di Indonesia pengendalian ini tidak hanya bertujuan untuk kesehatan melainkan ada faktor lain mempengaruhi yang disebut dengan perekonomian.

Di satu sisi penerapan karantina wilayah dan pembatasan sosial memang cukup efektif mengendalikan. Hal mana dikarenakan penyebaran virus ini melalui droplet dan kontak fisik. Sehingga memang gerak sosial perlu dikurangi. Namun disisi lain ekonomi menjadi lumpuh karena pembatasan aktifitas masyarakat. 

Kesehatan dan ekonomi seolah menjadi dua hal yang membikin pusing karena tidak bisa bersatu. Jikalau aktifitas sosial tidak dibatasi, maka risikonya adalah peningkatan kasus positif yang semakin liar. Sebaliknya jika terlalu dibatasi, maka kondisi ekonomi akan semakin terkoreksi lebih dalam.

Harapan agar masalah diatas bisa diselesaikan muncul dengan diciptakannya vaksin. Mulai akhir 2020 saya mencatat pemerintah sangat aktif dan agresif untuk segera merealisasikan vaksin bagi Indonesia.

Lalu apa sebenarnya Vaksin dan apa saja manfaatnya?

ilustrasi vaksin
ilustrasi vaksin

Vaksin adalah zat yang sengaja dibuat untuk merangsang pembentukan kekebalan tubuh sehingga bisa mencegah terjangkit dari suatu penyakit tertentu. Vaksin biasanya mengandung zat yang menyerupai mikroorganisme penyebab penyakit dan sering dibuat dari mikrob yang dilemahkan atau mati, dari toksinnya, atau dari salah satu protein permukaannya. 

Zat tersebut merangsang sistem imun untuk mengenalinya sebagai ancaman, menghancurkannya, dan untuk lebih mengenali dan menghancurkan mikroorganisme yang terkait dengan zat yang mungkin ditemui di masa depan.

Jadi vaksin bukanlah obat yang menyembuhkan tetapi zat perangsang imunitas.

Contoh vaksinasi polio. Ketika seseorang diberikan vaksinasi polio, maka tubuhnya akan langsung bereaksi dengan membentuk antibodi polio. Suatu saat ketika virus polio datang dan menyerang maka akan dapat dengan mudah dikalahkan oleh tubuh yang sudah pernah divaksin.

Manfaat vaksin untuk individu adalah terciptanya imunitas terhadap suatu penyakit. Manfaat vaksin untuk komunal yaitu terciptanya Herd Immunity.

Herd Immunity (Kekebalan Kelompok) adalah perlindungan tidak langsung dari suatu penyakit menular ketika sebagian besar populasi tersebut menjadi kebal. Kekebalan itu bisa didapatkan secara alamiah (Naturally Herd Immunity) dan buatan melalui program vaksinasi (Vaccination Herd Immunity). 

Studi menyebutkan bahwa peluang keberhasilan Naturally Herd Immunity bisa tercipta ketika minimal 70% total populasi sudah terinfeksi kemudian menjadi kebal. Namun konsep ini sangat berbahaya karena Covid-19 mempunyai tingkat risiko hingga kematian.

Oleh karena itu Vaccination Herd Immunity menjadi pilihan yang jauh lebih bijak. Syaratnya hampir sama yakni melakukan vaksinasi kepada lebih dari 70% populasi sehingga peluang keberhasilannya lebih besar. Pada saat sebagian besar (70%) populasi sudah divaksin maka tentunya banyak juga yang sudah kebal karena tercipta imunitas.

Nah.. jika banyak yang sudah kebal, maka penyakit yang menyerang tentu akan dikalahkan oleh imunitas-imunitas yang dimiliki oleh sebagian besar populasi tadi. Sehingga penyakit tersebut lama kelamaan akan menjadi semakin berkurang jumlah serta tingkat rawannya bagi tubuh manusia.

ilustrasi herd immunity
ilustrasi herd immunity

Sebagai sebuah zat asing yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh, maka tentu ada efek samping yag ditimbulkan. Misalnya perut mual, nyeri di tempat suntikan, pusing dan sebagainya. Namun tidak jarang juga mereka yang telah divaksin sama sekali tidak ada efek samping.

Walaupun mungkin terjadi efek samping setelah divaksin, tetapi manakala terukur atau dengan kata lain tidak parah maka sebenarnya aman-aman saja.

Vaksin tidak dapat dijadikan sebagai alat pengendali secara langsung. Efikasi dan efektivitas vaksin perlu diukur dengan menggunakan metode yang sudah ditentukan. 

Efikasi Vaksin

Pernyataan BPOM soal Efikasi Vaksin Sinovac
Pernyataan BPOM soal Efikasi Vaksin Sinovac

Akhir-akhir ini kata "Efikasi" seringkali muncul pada laman-laman media sosial. Tentunya hal tersebut tidak lepas dari pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. 

Efikasi vaksin adalah persentase atau kemampuan vaksin mengurangi dampak (gejala) keparahan penyakit bagi orang yang disuntik vaksin pada masa uji klinis tahap akhir dibandingkan dengan orang-orang yang tidak disuntik vaksin atau plasebo.

Efikasi vaksin dianggap sangat memengaruhi efektivitas vaksin, sehingga semakin besar persentase efikasi vaksin akan semakin bagus efeknya bekerja untuk mengurangi penyakit yang menginfeksi masyarakat umum seperti pandemi Covid-19.

Dengan begitu penularan infeksi diharapkan mampu dikurangi dan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan kematian bisa ditekan dengan efikasi vaksin yang besar.

BPOM sebagai lembaga resmi yang mengawasi peredaran obat dan makanan menyampaikan bahwa efikasi vaksin Sinovac yang didistribusikan kepada seluruh rakyat Indonesia memiliki tingkat efikasi sebesar 65.3%. Artinya efikasi vaksin tersebut dalam batas aman karena WHO (organisasi kesehatan dunia) memberikan standar aman minimal efikasi vaksin sebesar 50%.

Efektivitas Vaksin

ilustrasi vaksinasi
ilustrasi vaksinasi

Berbeda halnya dengan efikasi, kalau efektivitas artinya sudah mengukur pada tahap setelah dilakukan pendistribusian vaksin. Efektivitas vaksin dapat diketahui setelah proses vaksinasi selesai dilakukan. Jadi efektivitas diukur berdasarkan kondisi riil di lapangan.

Di Indonesia sendiri tingkat efektivitas masih belum dapat diprediksi. Hal tersebut dikarenakan proses vaksinasi yang belum tuntas. Pemerintah memang menargetkan vaksinasi terhadap 190juta penduduk dengan tujuan mencapai treshold 70%. Sehingga diharapkan herd immunity dapat terwujud.

Namun ada yang perlu diingat juga bahwa efektivitas vaksin dapat secara akurat diukur ketika proses tersebut selesai sebelum 6 bulan. Kalau lebih dari 6 bulan, maka akan sangat disayangkan karena pengukuran efektivitas bisa jadi kurang tepat.

Oleh sebab itu pemerintah melalui lembaga-lembaga terkait perlu menuntaskan proses vaksinasi secara masif dan progresif. Dan sebagai Warga Negara Indonesia yang bertanggung jawab seharusnya Kita Siap Vaksin.

***

Kelompok Antivaksin

antivaksin
antivaksin
Saya tidak menyalahkan adanya kelompok-kelompok atau pihak-pihak yang memiliki prinsip antivaksin. Prinsip ini sebenarnya sudah sejak lama ada. Pro dan kontra soal vaksin adalah hal biasa karena yang mau divaksin itu manusia. Makhluk berpikir yang memiliki pilihan dalam hidupnya masing-masing.

Ada beberapa pemikiran yang mendasari kelompok antivaksin ini untuk menolak.

1. Menganggap Vaksin Tidak Cukup Ampuh

Kelompok antivaksin beranggapan bahwa vaksin tidak cukup ampuh karena toh meskipun sudah divaksin masih saja penyakit itu menyerang manusia. Semisal vaksin campak, meskipun sudah divaksin namun masih saja dapat menjangkiti seseorang.

Well.. saya rasa anggapan ini terlalu prematur untuk diyakini. Sebagaimana sudah saya jelaskan sebelumnya bahwa manfaat vaksin adalah membentuk antibodi atau kekebalan. Antibodi ini selain dapat menangkal penyakit secara langsung, bisa juga mengurangi tingkat risiko penyakit tersebut.

Risiko terbesar dari sebuah penyakit adalah kematian. Dengan vaksinasi minimal tubuh pernah melawan penyakit tersebut sehingga membentuk imunitas yang mampu mengalahkan dan/atau meminimalisir dampaknya.

2. Pandangan Politik

Campur aduk antara kepentingan politik dengan kesehatan seharusnya dapat kita hindari. Kesehatan itu taruhannya nyawa. Jikalau politik menyeret kesehatan masuk kedalamnya, maka apapun upaya yang dilakukan pemerintah akan mendapatkan perlawanan.

Paling penting adalah kita mengawal proses dan mendukung semua program yang dilakukan. Pandemi adalah masalah bersama, oleh karena itu kita juga harus bersama-sama mengatasinya.

3. Salah Informasi Tentang Efek Samping

Semua vaksin tentunya memiliki efek samping. Namun yang perlu diperhatikan adalah seberapa berat tingkat kerawanan efek sampingnya itu. Kalau gejala yang ditimbulkan dapat diatasi secara mandiri, seharunya sudah cukup meyakinkan kita agar bersedia divaksin.

Beberapa contoh efek samping ringan setelah divaksin yakni badan panas, kepala pusing, perut mual, iritasi pada lokasi injeksi maupun perubahan nafsu makan. Jika efek samping tersebut dapat dihilangkan dengan obat generik tanpa harus perawatan intensif, maka aman-aman saja kok.

Sebelum diedarkan juga tentunya vaksin sudah melalui berbagai uji coba klinis. Dan tingkat efek sampingnya pun sudah terukur sedemikan rupa.

4. Kepercayaan Agama

Adanya informasi salah mengenai halal tidaknya vaksin biasanya sangat mempengaruhi kelompok antivaksin untuk menolak. Padahal sebelum diedarkan, pemerintah sudah memberikan delegasi kepada MUI sebagai lembaga resmi yang menerbitkan sertifikat halal untuk turut serta mengawal proses pembuatan hingga sertifikasinya.

Kalau kita tidak percaya kepada MUI lalu mau percaya kepada siapa lagi?

5. Testimoni dan Opini Tidak Berdasar

Berbagai opini pribadi yang dinggah seringkali juga turut berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Sekali lagi opini itu harus memiliki pijakan dasar yang jelas. Harus disertai dengan bukti-bukti ilmiah serta dipahami secara holistik bukan per bagian saja.

***

Akhir tulisan ini saya mengajak kepada Anda semua untuk bijak dalam menyikapi vaksin. Kalau Anda memang tidak mau ya sudah silahkan itu pilihan. 

Anda manusia yang bebas berpikir, berkehendak dan berperilaku. Tapi pesan saya SETOP! menyebarkan propaganda untuk membelokkan keyakinan orang lain yang memang sudah bersedia divaksin.

Biarkan pilihan sikap Anda menjadi bagian diri sendiri. Kita sekarang berada pada masalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau tetap menyuarakan lantang antivaksin berarti Anda egois!. 

Pemerintah dan negara sedang berjuang untuk mengatasi pandemi. Mari kita saling berempati dengan menjunjung tinggi rasa menghargai dan menghormati dengan mensukseskan program vaksinasi. 

Buat Anda yang sudah divaksin, ingat vaksin itu bukan obat jadi tetap wajib menjalankan protokol kesehatan, menjaga kesehatan dengan pola makan dan istirahat teratur. Rajin berolahraga untuk meningkatkan imunitas serta selalu jaga jarak dan hindari kerumunan. 

"Saya Siap Divaksin!" The Architect

-AP-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun