Cerita Minggu Pagi 85
Lama tak kudengar tentangnya. Kecuali terus-menerus ia dikabarkan oleh media umum maupun media sosial. Apa saja gerakannya sebagai seorang wanita yang ucapannya enak untuk disimak bagi siapa saja. Tidak bagiku.
"Kamu bisa menjadi menteri, Rat."
"Ah, kecil itu."
"Kecil katamu?"
Ia tertawa meninggalkan sejumput tanya pada wanita yang sangat kukenal. Cantik, cerdas dan pemberani. Sejak kami sama-sama duduk di kelas putih-abu-abu. Pandai deklamasi dan serenteng kegiatan seni yang bisa dibahasatubuhkan dengan baik. Juga suaranya yang ceta. Gamblang dan intonasi serta artikulasi yang baik.
"Ratna ditahan untuk pemeriksaan lebih lanjut," desisku mengulang berita dari media yang kuakses di HP.
Brak! Aku membenturkan punggungku ke sandaran kursi di teras. Inilah yang tak kukehendaki. Meski aku sempat meragukan dengan khayalanku tentangnya. Yang kelewat-lewat bersuara bak seekor induk ayam yang anaknya dicocok elang secara tiba-tiba.
Aku tak bisa menghubunginya.
"Mama ....ya begitulah, Om Sam." Kisah Maryam ketika di ujung sana ia berbicara dengan suara tersendat.
"Kamu belum sempat menjenguknya?"