Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Minggu Pagi Awal Tahun

7 Januari 2018   07:27 Diperbarui: 7 Januari 2018   08:56 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. lifestyle. Liputan 6

Cerita Minggu Pagi 60

Tak ada yang berubah dengan halaman rumah. Pohon mangga tetap berdiri dengan batangnya yang besar. Daun-daunnya berserak pada pagi hari, dan kusapu dengan biasa. Sesekali menjawab sapaan orang-orang lewat, yang kenal maupun yang tak mengenal karena basa-basi melewati saya yang kadang membungkuk mengutip langsung daun mangga yang sulit disapu ujung lidi.

Ketika sisa daun mangga yang akan kukutip, sebuah suara menyapa dengan halus.

"Selamat pagi, selamat tahun baru, Bos."

Aku menoleh, dan dibarengi senyuman.

"Eh, Dik Kus ....Sampeyan yang bos lah."

Dia tertawa.

"Aduuuuh, jangan panggil begitulah."

Aku tertawa kecil ditepuk-tepuk pundakku olehnya. Lalu kami berbincang, setelah aku menampung sampah daun-daun mangga ke bak sampah persis di bawah pohon tua itu.

Perbincangan menjurus serius setelah ia mengungkapkan akan berpisah dengan istrinya.

"Jangan menurutinya. Itu boleh jadi godaan setan, Dik Kus."

Ia menelan ludah. Tampak gusar.

"Saya masih menimbang. Namun mungkin tersisa sedikit."

"Ingat anak-anak."

"Mereka sudah besar. Tak lagi membutuhkan biaya belajar. Dan hanya tinggal si kecil yang belum bekerja."

Aku tak mampu memberi pandangan lain. Jika memang itu menjadi keputusannya. Hingga ia berlalu, dan aku masih termangu.

"Tadi kayaknya ada Dik Kus, ya Pak?" sapa istriku.

"Ya."

"Tampaknya asyik dan serius."

Aku hanya tersenyum. Tak ingin berbagi untuk urusan serius orang lain. Meski Kus teman lama dan sudah sama-sama menghuni kompleks perumahan dua puluh lima tahun lebih.

"Dia lagi ngelirik Rini, janda kompleks sebelah," celetuk istri tanpa diminta.

Aku mengernyitkan kening.

"Mbok jangan menggosip....."

"Eh, bener. Istrinya saja cerita ama aku, Pak."

Aku menghindari pembicaraan lanjutan pagi itu seusai menyapu halaman. Namun aku yang mencari Koran Minggu pagi dengan menggenjot sepeda, berpikir dan bernalar perihal rumah tangga Kus.

"Masih suka baca koran, Mas?" sapa Kus yang tiba-tiba menjejeriku duduk di bangku kayu tak jauh dari kios lapak koran.

"Aaaaaah.... Nostalgia. Kayaknya Minggu tanpa koran, nggak sreg. Biar berita bisa diikuti dari berbagai media lain dan internet."

Kami pun membicarakan lagi perihal Kus dengan rumah tangganya. Itu lebih mememuhi keresahannya.

"Aku seperti nggak percaya. Maaf...Dik Kus."

Ia mengangguk-angguk.

"Saya pun demikian. Sudah bau tanah, kenapa mesti dihadapkan dengan pilihan pelik begini."

"Jadi?"

"Saya akan pulang kampung dulu. Mungkin di sana bisa berpikir lebih jernih."

"Kurasa itu baik, Dik."

Dan Kus kuketahui pulang di kampung sana di kota kecil Jawa Tengah. Ia merasa senang dan tenang. Sama sekali tak menyinggung soal janda yang disinggung istriku.

"Saya mungkin akan masih lama di kampung, Mas."

"Baguslah," sahutku lewat telepon.

"Bagus?"

"Ya, daripada ...."

"Pisah dengan istri?"

"Lha, iya?"

Diam.

"Kenapa, Dik Kus?"

"Jadi Mas setuju kalau saya menikahi Rini?" tanyanya, pelan. "Ia ada di sini, di kampong saya."

Plak! Aku menampar kening. Kuat-kuat.

***

AP, 7/1/18

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun