Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hujan Bulan Juni pun Diwaspadai BNPB

6 Juli 2017   22:15 Diperbarui: 7 Juli 2017   12:20 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sederet bencana, memang menjadi niscaya di negeri ini. Dan itu, untuk bangsa yang melek dan mengikuti perkembangan zaman digital era milenial mesti mengantisipasinya. Meminimalisir keniscayaan itulah bagian dari tugas BNPB -- ingat sandang embel-embel Penanggulangan -- dalam setiap saat. Sepanjang tahun, dan tak mengenal hari libur.

Bagaimana mengkomunikasikannya? BNPB punya cara, meski jadul kedengarannya. Yakni dengan sandiwara dan disiarkan di radio. Persisnya sandiwara radio bertajuk ada bencana-bencananya dan silakan tafsir, mengingat radio adalah media dengan kekuatan suara. Bisa disebut teater of mind yang dalam bahasa ahli komunikasi Effendi Gazali, Ph. D, "Tokoh Brama Kumbara atau Mantili, bisa berbeda-beda dalam tafsirannya. Apa yang dimiliki dan dipikirkan kita tentang Mantili, tidak boleh diklaim kebenarannya seperti yang diangankan Pak Topo," tandas dosen UI penggagas acara di TV bertajuk BBM, Benar-Benar Mimpi itu.

Inilah niat sadiwara radio Asmara di Tengah Bencana (ADB) untuk disiarkan lagi di jilid atawa bagian kedua, dan disiarkan lebih luas lagi jangkauannya. Artinya, sandiwara radio ADB kini ditambah penayangannya menjadi dua kali lipat disiarkan di radio. "Alhamdulillah kami dipercaya oleh BNPB," ujar sutradara ABD sebelum berbuka puasa di Kantor BNPB di Jalan Pramuka Raya, Jakarta dalam acara nangkring tahun kedua 2017, Selasa (6/6).

Pengertian alhamdulillah, tentu, bukan maksud untuk menakut-nakuti warga negara Indonesia. Kecuali sebagai warning, bahwa bencana perlu disikapi dengan arif dan kewaspadaan yang lebih. Tidak terlena. Tak juga jumawa bahwa bencana bisa ditanggulangi dengan teknologi terkini sekalipun. Bukan. Namun bencana lebih baik disikapi dalam kearifan bersama di lingkungan masing-masing. Karena bagi warga pesisir akan berbeda dengan yang berada di lereng gunung: bisa longsor, letusan gunung dan erupsinya atau sungainya yang membanjir bandang apabila tak diantisipasi. Termasuk gempa, tentu.

Pada setahun sebelumnya, Kepala Humas Sutopo sudah meyakini. Bahwa sandiwara radio ADB sebagai sarana ampuh untuk warning awal bagi warga yang tinggal di daerah rawan bencana. Sekaligus media hiburan yang gampang diakses -- dengan mengambil contoh sandiwara radio era Brama Kumara, Saur Sepuh dan sejenisnya karya S. Tijab -- yang bisa melekat dalam ingatan pendengarnya. Hingga kini dilanjutkan ke episode Kedua dan bahkan perlu menggandeng Ferry Fadli yang menjadi idola Effendi Gazali pula. "Sampurasuuuuun ....!" seru Ferry Fadli.

"Rampes ....!" kami para blogger dari Kompasiana.

donny-iqbal-garut-595e5398ee000f255947b2f2.jpg
donny-iqbal-garut-595e5398ee000f255947b2f2.jpg
Foto: Donny Iqbal

Itu tanda sandiwara radio, sesungguhnya tak ditinggalkan. Bahwa kini digunakan oleh BNPB, tentu dengan segala perhitungannya. Termasuk dianggap sosialisasi murah tapi mengena. Itu yang penting. Mengingat daerah bencana terutama di wilayah-wilayah pegunungan, membutuhkan kearifan lokal (local wisdom) yang selama ini masih terus digunakan oleh mereka yang bersinggungan dengan alam. Simak, misalnya di Tanah Pasundan masih ada wayang golek. Sedangkan ketoprak, ludruk atau kesenian-kesenian yang tergerus oleh zaman dan teknologi masih ada di Pulau Jawa.

Radio, medianya. Dan sandiwara, bentuknya. Sandiwara radio, yang diangkat BNPB dengan tajuknya ADB menjadi sebuah upaya lembaga ini yang berurusan dengan masalah bencana seharusnya bisa dikurangi akibatnya. 

Contoh yang dipaparkan dalam tesis Sutopo jelas dan memaksimalkan media, termasuk radio yang dianggap pas untuk soal pencegahan. Bahkan kini BNPB memiliki siaran televisi digital yang berisi berita dan informasi kebencanaan. "Siaran televisi ini bisa diakses menggunakan HP alias telepon genggam dengan aplikasi android. "BNPB TV ini merupakan saluran informasi dan komunikasi pemerintah dalam bentuk audio visual yang bertujuan membangun kesadaran dan pemahaman terhadap penanggulangan bencana dengan semangat pengurangan risiko bencana," ungkap Sutopo seperti dikutip Kompas, Kamis (6/7).

Dan bagi Kepala Humas BNPB, inilah pilihan benar cara mengajak warga dan masyarakat dengan cinta, atau dalam bahasa Kepala BNPB: "Kalau urusan asmara saya selalu ingat pada Pak Topo." Sedangkan makna di baliknya, adalah kecintaan pada lingkungan yang selazimnya dijaga secara seimbang. Baik flora dan faunanya. Sebab, pertambahan jumlah penduduk, satu di antaranya membutuhkan lahan. Dan artinya, akan ada pertumbuhan bangunan sebagai papan bagi manusia modern yang bisa menjadi pemicu bencana bila tak disikapi dengan tatanan lingkungan yang bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun