Mohon tunggu...
Thaba Pamungkas
Thaba Pamungkas Mohon Tunggu... Mahasiswa/Penulis

Menulis adalah ruang berekspresi sekaligus laboratorium pemikiran. Dan saya bukan hanya sebatas tertarik, namun juga mendalami dan mengeksplorasi tema-tema filsafat, budaya, serta fenomena sosial yang membentuk kehidupan kita sehari-hari. Di Kompasiana, saya ingin menghadirkan tulisan yang tidak hanya informatif, tetapi juga mengundang pembaca untuk merenung lebih dalam.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Animal Farm: Alegori Kekuasaan Dan Pengkhianatan

25 September 2025   08:29 Diperbarui: 25 September 2025   08:32 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Napoleon-Animal Farm by George Orwell (Sumber: Villains Wiki)

Dalam dunia Orwell, kekuasaan bukan sekadar soal siapa yang memimpin, melainkan bagaimana narasi dibentuk dan dikendalikan. Elite yang menguasai cerita dapat memutarbalikkan kebenaran, mengubah hukum sesuai kepentingan, dan melumpuhkan rakyat dengan rasa takut serta kebodohan yang diciptakan. Inilah peringatan abadi dari Animal Farm, bahwa tanpa kewaspadaan etis dan kesadaran kritis, cita-cita kebebasan bisa dengan mudah digantikan oleh tirani yang lebih licik.

Bahasa sebagai Instrumen Kekuasaan

Salah satu lapisan kritik paling tajam dalam Animal Farm terletak pada bagaimana bahasa diperalat bukan untuk memberi terang, melainkan justru untuk menutup-nutupi. Tokoh Squealer si babi propagandis, menjadi wajah dari manipulasi itu dengan kefasihan retorikanya ia memelintir fakta, menyulap kebohongan menjadi kebenaran semu, dan meyakinkan hewan-hewan lain bahwa setiap keputusan Napoleon semata-mata demi kesejahteraan bersama.

Bahasa dalam tangan Squealer bukan lagi sarana komunikasi, melainkan instrumen kekuasaan. Hukum-hukum yang dulu jelas dan sederhana diubah diam-diam, sejarah ditulis ulang, dan memori kolektif perlahan dikikis. Orwell ingin menegaskan bahwa bahasa dapat lebih mematikan daripada senjata, karena ia membentuk cara manusia (atau hewan) memahami kenyataan.

Ketika rakyat kehilangan kendali atas bahasa, ketika mereka tak lagi bisa membedakan antara fakta dan manipulasi, maka saat itulah mereka kehilangan kendali atas nasib mereka sendiri. Kritik Orwell ini terasa tak pernah usang sebab di setiap zaman selalu ada Squealer-Squealer baru yang mengaburkan realitas lewat narasi yang tampak meyakinkan.

Anatomi Simbolis Tokoh

Setiap karakter utama di Animal Farm mewakili kelas sosial atau peran politik dalam masyarakat:

  • Napoleon adalah simbol pemimpin diktator yang kejam dan manipulatif.
  • Snowball adalah intelektual revolusioner yang kalah dalam pertarungan kekuasaan.
  • Boxer, kuda pekerja keras, adalah personifikasi rakyat kelas buruh yang loyal namun naif.
  • Squealer mewakili media atau juru propaganda yang membela kekuasaan.
  • Anjing-anjing Napoleon adalah aparatus represif negara.
  • Sheep (domba) mencerminkan massa yang mudah digiring.

Dengan narasi ini, Orwell ingin menegaskan bahwa bahaya sebenarnya bukan hanya pada individu jahat, tapi pada sistem yang membiarkan kekuasaan terakumulasi tanpa batas.

Napoleon-Animal Farm by George Orwell (Sumber: Villains Wiki)
Napoleon-Animal Farm by George Orwell (Sumber: Villains Wiki)

Relevansi Animal Farm di Era Modern

Meski menggambarkan dunia pada pertengahan abad ke-20, Animal Farm tetap relevan di zaman digital dan demokrasi yang terkikis oleh populisme. Beberapa hal yang menjadikan buku ini tetap hidup hingga kini:

  1. Manipulasi Media dan Disinformasi: Dalam era media sosial dan algoritma, opini publik dapat dibentuk oleh narasi palsu yang viral, seperti Squealer banyak aktor digital memelintir kebenaran untuk menjaga kekuasaan kelompok tertentu.
  2. Krisis Kelas Pekerja: Sosok Boxer menggambarkan bagaimana rakyat pekerja sering menjadi korban sistem, bekerja tanpa henti demi rezim yang justru menindas mereka. Fenomena ini masih nyata di berbagai negara yang sistem ekonominya timpang.
  3. Pelemahan Demokrasi: Ketika rakyat mulai apatis atau kehilangan daya kritis, demokrasi bisa direduksi menjadi simbol kosong. Pemimpin yang awalnya datang dengan janji reformasi bisa menjadi despot baru, sebagaimana Napoleon yang dulu mengaku berjuang untuk kesetaraan.

Orwell, Moralitas, dan Kehati-hatian Politik

George Orwell sejatinya bukan penentang revolusi. Ia memahami bahwa revolusi lahir dari penderitaan panjang dan kerinduan akan kebebasan. Namun ia juga menyadari bahaya laten di baliknya, yakni revolusi yang tidak disertai akuntabilitas dan nilai moral hanya akan melahirkan tirani baru dengan wajah berbeda. Dalam kacamata Orwell, masalah bukan sekadar ada pada komunisme Soviet, melainkan pada kecenderungan universal manusia untuk menyalahgunakan kekuasaan dalam sistem apa pun.

Dari sinilah lahir semacam etika kehati-hatian politik. Bagi Orwell kebebasan tidak cukup didefinisikan sebagai berakhirnya penindasan, melainkan harus ditopang oleh struktur yang adil, transparan, dan terbuka terhadap kritik. Tanpa itu kebebasan hanya sebatas slogan yang pada akhirnya memuluskan lahirnya kekuasaan absolut.

Animal Farm dengan demikian bisa dibaca bukan hanya sebagai satire atas Uni Soviet, tetapi juga sebagai refleksi universal tentang perlunya rakyat untuk senantiasa berpikir kritis, berani mempertanyakan otoritas, dan menjaga ingatan sejarah agar kesalahan yang sama tidak terus berulang. Di titik inilah Orwell menegaskan bahwa menjaga kebebasan adalah tugas yang tak pernah selesai.

Relevansi Animal Farm bagi Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun