September 25, 2025 by Thaba Pamungkas
"Semua hewan setara, tetapi beberapa hewan lebih setara daripada yang lain."
"Satu-satunya manusia yang baik, adalah manusia yang sudah mati."
(George Orwell-Animal Farm)
Begitulah kutipan yang membekas dari Animal Farm karya George Orwell, sebuah novel pendek yang pada permukaannya tampak seperti dongeng fabel, namun sesungguhnya adalah kritik tajam terhadap sistem kekuasaan yang korup dan rakyat yang terpedaya oleh narasi palsu. Diterbitkan pada 1945, novel ini tetap menggugah relevansi filosofis dan politisnya di tengah krisis demokrasi dan disinformasi dewasa ini.
Dongeng Hewan yang Naif
Kisah ini bermula di Peternakan Manor, sebuah tempat di mana para hewan hidup dalam tekanan dan eksploitasi oleh pemiliknya (Tuan Jones). Di tengah penderitaan itu muncul Old Major, seekor babi tua yang penuh kharisma membawa gagasan revolusi. Ia menanamkan mimpi akan sebuah dunia baru, dunia tanpa manusia sebagai penindas, di mana semua makhluk hidup setara, bebas, dan berbahagia.
Namun setelah Old Major meninggal, tongkat estafet kepemimpinan jatuh ke tangan dua babi muda: (Napoleon dan Snowball). Dengan semangat perubahan mereka memimpin pemberontakan dan mengusir manusia dari peternakan, lalu menamai ulang tempat itu menjadi Animal Farm. Di sana mereka menegakkan tujuh prinsip "Animalisme" sebagai fondasi dari sebuah masyarakat baru yang mereka bayangkan adil dan merata.
Akan tetapi idealisme yang semula membara perlahan bergeser. Napoleon dengan ambisi yang semakin besar menyingkirkan Snowball dan mengambil alih kekuasaan. Di bawah kendalinya, Animal Farm berubah menjadi kediktatoran yang tak kalah kejam dari rezim manusia yang dulu mereka lawan. Hukum-hukum yang dulu sederhana dan menjanjikan kesetaraan diubah demi kepentingan segelintir elite. Kebenaran dipelintir, ingatan kolektif dimanipulasi, hingga akhirnya tersisa satu kalimat yang merangkum ironi revolusi itu: "Semua hewan setara, tetapi beberapa lebih setara daripada yang lain."
Alegori Revolusi yang Tersesat
Animal Farm bukan sekadar kisah tentang hewan-hewan di sebuah peternakan; ia adalah alegori tajam atas Revolusi Rusia 1917 dan lahirnya komunisme Soviet. Sosok Old Major mewakili Karl Marx atau Lenin dengan gagasan utopisnya, Snowball mencerminkan Trotsky yang visioner namun tersingkir, sementara Napoleon berdiri sebagai simbol Stalin dengan kekuasaan absolutnya.
Melalui alegori ini, George Orwell menyingkap paradoks sejarah, yakni sebuah revolusi yang berangkat dari cita-cita luhur untuk membebaskan, justru dapat menjelma menjadi alat penindasan baru. Ketika pemimpin terlepas dari kendali moral, dan rakyat kehilangan kesempatan untuk berpikir kritis, idealisme yang semula murni perlahan terdistorsi menjadi kediktatoran.
Dalam dunia Orwell, kekuasaan bukan sekadar soal siapa yang memimpin, melainkan bagaimana narasi dibentuk dan dikendalikan. Elite yang menguasai cerita dapat memutarbalikkan kebenaran, mengubah hukum sesuai kepentingan, dan melumpuhkan rakyat dengan rasa takut serta kebodohan yang diciptakan. Inilah peringatan abadi dari Animal Farm, bahwa tanpa kewaspadaan etis dan kesadaran kritis, cita-cita kebebasan bisa dengan mudah digantikan oleh tirani yang lebih licik.
Bahasa sebagai Instrumen Kekuasaan
Salah satu lapisan kritik paling tajam dalam Animal Farm terletak pada bagaimana bahasa diperalat bukan untuk memberi terang, melainkan justru untuk menutup-nutupi. Tokoh Squealer si babi propagandis, menjadi wajah dari manipulasi itu dengan kefasihan retorikanya ia memelintir fakta, menyulap kebohongan menjadi kebenaran semu, dan meyakinkan hewan-hewan lain bahwa setiap keputusan Napoleon semata-mata demi kesejahteraan bersama.
Bahasa dalam tangan Squealer bukan lagi sarana komunikasi, melainkan instrumen kekuasaan. Hukum-hukum yang dulu jelas dan sederhana diubah diam-diam, sejarah ditulis ulang, dan memori kolektif perlahan dikikis. Orwell ingin menegaskan bahwa bahasa dapat lebih mematikan daripada senjata, karena ia membentuk cara manusia (atau hewan) memahami kenyataan.
Ketika rakyat kehilangan kendali atas bahasa, ketika mereka tak lagi bisa membedakan antara fakta dan manipulasi, maka saat itulah mereka kehilangan kendali atas nasib mereka sendiri. Kritik Orwell ini terasa tak pernah usang sebab di setiap zaman selalu ada Squealer-Squealer baru yang mengaburkan realitas lewat narasi yang tampak meyakinkan.
Anatomi Simbolis Tokoh
Setiap karakter utama di Animal Farm mewakili kelas sosial atau peran politik dalam masyarakat:
- Napoleon adalah simbol pemimpin diktator yang kejam dan manipulatif.
- Snowball adalah intelektual revolusioner yang kalah dalam pertarungan kekuasaan.
- Boxer, kuda pekerja keras, adalah personifikasi rakyat kelas buruh yang loyal namun naif.
- Squealer mewakili media atau juru propaganda yang membela kekuasaan.
- Anjing-anjing Napoleon adalah aparatus represif negara.
- Sheep (domba) mencerminkan massa yang mudah digiring.
Dengan narasi ini, Orwell ingin menegaskan bahwa bahaya sebenarnya bukan hanya pada individu jahat, tapi pada sistem yang membiarkan kekuasaan terakumulasi tanpa batas.
Relevansi Animal Farm di Era Modern
Meski menggambarkan dunia pada pertengahan abad ke-20, Animal Farm tetap relevan di zaman digital dan demokrasi yang terkikis oleh populisme. Beberapa hal yang menjadikan buku ini tetap hidup hingga kini:
- Manipulasi Media dan Disinformasi: Dalam era media sosial dan algoritma, opini publik dapat dibentuk oleh narasi palsu yang viral, seperti Squealer banyak aktor digital memelintir kebenaran untuk menjaga kekuasaan kelompok tertentu.
- Krisis Kelas Pekerja:Â Sosok Boxer menggambarkan bagaimana rakyat pekerja sering menjadi korban sistem, bekerja tanpa henti demi rezim yang justru menindas mereka. Fenomena ini masih nyata di berbagai negara yang sistem ekonominya timpang.
- Pelemahan Demokrasi: Ketika rakyat mulai apatis atau kehilangan daya kritis, demokrasi bisa direduksi menjadi simbol kosong. Pemimpin yang awalnya datang dengan janji reformasi bisa menjadi despot baru, sebagaimana Napoleon yang dulu mengaku berjuang untuk kesetaraan.
Orwell, Moralitas, dan Kehati-hatian Politik
George Orwell sejatinya bukan penentang revolusi. Ia memahami bahwa revolusi lahir dari penderitaan panjang dan kerinduan akan kebebasan. Namun ia juga menyadari bahaya laten di baliknya, yakni revolusi yang tidak disertai akuntabilitas dan nilai moral hanya akan melahirkan tirani baru dengan wajah berbeda. Dalam kacamata Orwell, masalah bukan sekadar ada pada komunisme Soviet, melainkan pada kecenderungan universal manusia untuk menyalahgunakan kekuasaan dalam sistem apa pun.
Dari sinilah lahir semacam etika kehati-hatian politik. Bagi Orwell kebebasan tidak cukup didefinisikan sebagai berakhirnya penindasan, melainkan harus ditopang oleh struktur yang adil, transparan, dan terbuka terhadap kritik. Tanpa itu kebebasan hanya sebatas slogan yang pada akhirnya memuluskan lahirnya kekuasaan absolut.
Animal Farm dengan demikian bisa dibaca bukan hanya sebagai satire atas Uni Soviet, tetapi juga sebagai refleksi universal tentang perlunya rakyat untuk senantiasa berpikir kritis, berani mempertanyakan otoritas, dan menjaga ingatan sejarah agar kesalahan yang sama tidak terus berulang. Di titik inilah Orwell menegaskan bahwa menjaga kebebasan adalah tugas yang tak pernah selesai.
Relevansi Animal Farm bagi Indonesia
Relevansi Animal Farm bagi Indonesia memang tak bisa disepelekan. Kita hidup dalam sebuah demokrasi yang lahir dari sejarah panjang: dari kolonialisme, otoritarianisme, hingga gelombang reformasi. Namun seperti yang digambarkan Orwell, bayang-bayang kekuasaan yang terpusat, manipulasi wacana publik, serta pengaburan sejarah masih bisa muncul kapan saja dengan wajah yang berbeda namun pola yang serupa.
Ketika hukum menjadi lentur di hadapan mereka yang berkuasa, ketika suara rakyat tenggelam di bawah gempuran propaganda, dan ketika janji kesetaraan hanya berhenti pada slogan kosong, kita sebenarnya sedang mengulang Animal Farm dalam versi lokal. Seakan-akan Orwell berbisik pada kita: demokrasi bukanlah titik akhir perjuangan, melainkan justru awal dari kewaspadaan yang tak boleh lengah.
Di sinilah pentingnya memelihara daya kritis, menjaga transparansi, serta memastikan sejarah tidak diputarbalikkan demi kepentingan sesaat. Di tengah dunia yang sarat dengan narasi, hoaks, dan framing media, Animal Farm mengingatkan bahwa kebebasan adalah sesuatu yang harus terus dijaga. Kekuasaan perlu diawasi bukan dengan kebencian yang membakar, tetapi dengan akal sehat, kejernihan berpikir, dan keberanian untuk selalu bertanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI