Mohon tunggu...
Teuku Aziizzu Jabbar
Teuku Aziizzu Jabbar Mohon Tunggu... Tracker

hobi menulis dengan bebas dan kapan saja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cinta Beda Agama: Antara Hati, Keyakinan, dan Realitas Sosial

16 April 2025   03:17 Diperbarui: 16 April 2025   03:17 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cinta beda agama lanjut atau mundur? (BINUS TV)

Cinta, awal katanya, adalah urusan hati. Tapi di dunia ini, cinta sering kali juga menjadi urusan kartu keluarga, surat nikah, hingga restu orang tua yang berlapis-lapis. Terutama jika cinta itu tumbuh di antara dua insan yang berbeda agama.Saya Sendiri pernah menjalani hubungan yang saling mencintai, harus mengakhiri hubungannya bukan karena tidak saling sayang, tapi karena tidak sanggup melawan realitas yang ada. Bagi sebagian orang, cinta beda agama bukan sekadar soal dua individu, tapi soal dua sistem keyakinan yang masing-masing punya batasan yang tak bisa dinegosiasi atau di telorir.

Dan terkadang hidup tidak akan berjalan sesuai ekspektasi di benak kita,terkadang kita harus siap mengikhlaskan dua insan ini yang tidak bisa menyatu harus berpisah demi kepentingan individu masing-masing,dan kepentingan keharmonisan keluarga masing-masing. karena ketika dua orang berpasangan tetapi berbeda agama akan ada permasalahan tentang keluarga bagaimana pandangannya.

Tidak selalu keluarga akan menerima ketika anaknya memilih pasangan hidupnya berbeda agama, maupun di keluarga besar akan ada perpecahan pandangan hal ini, soal berbeda agama pasti akan memunculkan permasalahan.

Di ruang publik, banyak yang bersuara lantang soal toleransi, namun di ruang keluarga, perbedaan keyakinan masih menjadi tembok tebal yang sulit ditembus. Bahkan tak jarang, mereka yang menjalin cinta beda agama harus memilih: cinta atau iman. Keduanya baik, keduanya penting tapi tidak selalu bisa disatukan dalam satu ikatan pernikahan.

Setiap orang punya jalan hidup masing-masing. Ada yang memutuskan untuk pindah agama demi menikah, dan merasa damai. Ada yang tetap teguh pada iman, dan memilih berpisah walau hati remuk. Ada juga yang tetap bertahan bersama dalam perbedaan, meski tak bisa menikah secara resmi di negeri ini.

Yang Pasti jelas, cinta beda agama mengajarkan banyak hal. Bahwa cinta saja tidak cukup. Bahwa dialog, empati, dan pengertian punya peran lebih besar dari sekadar perasaan. Dan bahwa kadang, mencintai juga berarti merelakan.

ketika tidak ada jalan keluar, satu-satunya adalah mengikhlaskan hubungan itu berakhir karena saya rasa masa depannya juga tidak jelas mau di bawa kemana. solusinya adalah merelakan memang sakit tapi ini konsokuensi menjalin cinta beda agama.

Negara kita belum sepenuhnya ramah terhadap pilihan-pilihan seperti ini. Hukum yang berlaku cenderung biner: kalau ingin menikah, harus satu agama. Pilihan-pilihan alternatif seperti menikah di luar negeri, atau melalui jalur hukum sipil, masih jadi ruang abu-abu yang tidak semua orang punya aksesnya.

Apakah cinta beda agama akan selalu berakhir tragis? Tidak selalu. Tapi realitasnya, itu bukan jalan yang mudah. Dan bagi mereka yang menjalaninya, mereka layak dihormati bukan karena keberhasilannya, tapi karena keberaniannya mencintai di tengah keterbatasan yang nyata.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun