Mohon tunggu...
Okti Li
Okti Li Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga suka menulis dan membaca.

"Pengejar mimpi yang tak pernah tidur!" Salah satu Kompasianer Backpacker... Keluarga Petualang, Mantan TKW, Indosuara, Citizen Journalist, Tukang icip kuliner, Blogger Reporter, Backpacker,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Halal Bukan Sekadar "No Pork"

7 November 2017   22:34 Diperbarui: 8 November 2017   07:17 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena pada kenyataannya pernah ada makanan halal (dari Indonesia) tapi ternyata justru tidak halal (dilarang) di Taiwan. Masih ingat dengan pemberitaan mie instant buatan Indonesia yang sudah jelas kehalalannya, ternyata di Taiwan (negara yang notabene non muslim) sekitar tahun 2010 malah dilarang?

Yang dipermasalahkan bukan terbuat dari bahan halal non halal (seperti pork) tapi banyaknya takaran minyak/bumbu yang disertakan dalam kemasanmie tersebut.

Di Indonesia contohnya minyak dan bumbu 10 cc itu termasuk aman dikonsumsi, tapi ternyata di negara orang batas amannya maksimal 6 cc. Otomatis yang 10 cc dari Indonesia dilarang dikonsumsi di negara orang karena menurut mereka dapat membahayakan kesehatan konsumen. Karena itu dilarang.

Peredaran produk makanan yang tidak sesuai dengan aturan di negara mereka dilarang (dianggap ilegal) karena dinilai membahayakan jiwa konsumen. Meski di Indonesia produk tersebut halal dan aman-aman saja bahkan jadi kesukaan (mie sejuta umat).

Padahal kita pasti mikirnya kalau makanan yang sudah diberi label halal itu bukan hanya "no pork" tapi juga pasti sudah melalui proses produksi yang baik dan higienis. Tapi jika  ternyata diketahui mengandung bahan-bahan yang tidak aman dikonsumsi bagi ukuran batas aman negara orang, meski di Indonesia sudah diproduksi sesuai standar yang berlaku pun tetap saja dilarang beredar.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Ini salah satu pembuktian kalau jaminan halal itu bukan sekadar tidak mengandung babi dan turunannya, tapi juga harus mengacu kepada jaminan kualitas keamanan saat makanan itu dikonsumsi oleh konsumen. Halal pun ternyata belum tentu dapat diterima oleh negara lain jika terdapat perbedaan aturan. Tapi kalau sudah halal ditambah kualitas produk dan keamanan bagi konsumen tentu ini akan jadi nilai plus.

Hal seperti itu semoga bisa jadi cermin bagi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang saat ini mempunyai wewenang mengeluarkan label halal. Ketelitian BPJPH tidak hanya menjamin makanan "no pork" atau pemrosesannya sudah sesuai dengan syariah Islam tapi juga ketelitian kepada standar internasional untuk keamanan konsumennya. Bukan untuk penduduk Muslim saja, tapi juga kemaslahatan dan keamanan semua pemeluk agama sesuai dengan Undang undang Jaminan Produk Halal UURI Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal.

Sekedar saling mengingatkan saja, khususnya untuk muslim, meski produknya sudah memiliki sertifikat halal, tapi kalau mendapatkannya dengan cara nyolong, ngutil, atau hasil beli tapi uangnya dari hasil korupsi, tetap aja nilainya jadi haram alias tidak halal, bukan? Hehehe...

Waspada dengan makanan dan minuman tidak halal dok. Pribadi
Waspada dengan makanan dan minuman tidak halal dok. Pribadi
Semoga jadi pelajaran kalau untuk Muslim nilai kehalalan sesuatu tidak hanya asal ada tanda atau legalitas "no pork", tapi juga cara bagaimana sesuatu itu didapatkannya. Apakah dengan jalan halal juga?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun