Di ruang tunggu, waktu berjalan lambat. Kursi-kursi kosong memberi kesan dingin, sementara wajah-wajah penumpang lain menunjukkan kegelisahan yang mirip. Ada yang pura-pura sibuk dengan ponsel, ada yang menatap jam berulang kali, ada juga yang hanya duduk termenung.Â
Saat itu saya tersadar, delay bukan hanya soal pesawat yang terlambat mengudara, tetapi juga refleksi bagaimana kita terbiasa menunggu di tengah ketidakpastian.
Ironisnya, delay selalu dihadapi dengan sabar, padahal di baliknya ada rasa pasrah yang kadang terlalu sering dimaklumi. Begitu pula dengan kehidupan sehari-hari di negeri ini.Â
Kenaikan harga, kebijakan yang berubah-ubah, bahkan rasa aman yang seolah bisa hilang kapan saja. Kita menunggu perbaikan, tetapi yang datang justru penundaan demi penundaan.
Pesawat yang Tetap Mengudara
Sekitar pukul setengah sembilan akhirnya kami dipanggil untuk boarding. Ada rasa lega ketika kaki melangkah menuju pesawat, meski langit pagi masih terasa muram.Â
Di dalam kabin, suara pramugari menyambut dengan senyum yang berusaha menenangkan. Saat roda pesawat mulai berputar dan perlahan meninggalkan landasan, saya merasakan simbol kecil dari keteguhan hati meski dihantui rasa takut. Hidup harus terus berjalan, perjalanan harus tetap dilanjutkan.
Pesawat yang menampung 132 penumpang itu menjadi saksi kecil bagaimana orang-orang tetap bergerak, tetap pulang, tetap melanjutkan kehidupan, meski di luar sana situasi sedang tidak pasti.Â
Ada keberanian sederhana dalam setiap kursi yang terisi. Mungkin itulah potret rakyat Indonesia, selalu berusaha bertahan dan mencari jalan pulang meski jalannya penuh rintangan.
Ketika mendarat di Soekarno-Hatta, ada rasa lega sekaligus refleksi mendalam. Perjalanan ini mengajarkan bahwa rasa takut tidak bisa dihindari, tetapi bisa dilalui.Â
Seperti delay yang akhirnya terbayar dengan penerbangan, begitu pula kehidupan yang penuh ketidakpastian ini. Ada saat-saat kita harus menunggu dengan cemas, tetapi ada juga saat di mana kita kembali terbang meski sebentar menuju tujuan yang kita yakini.