Senangnya bukan main dalam hati. Saya mendapatkan undangan wawancara kerja dari salah satu perusahaan asuransi ternama yang berkantor di kawasan Jakarta Barat pada (17/7).
Akhirnya ada panggilan juga, pikir saya. Harapan saya sederhana bisa memulai karier lanjutan saya di bidang yang sesuai dengan minat dan latar belakang pendidikan.
Namun, rasa semangat itu mulai runtuh ketika saya mengetahui isi sesi wawancaranya. Bukannya membahas posisi yang saya lamar, saya justru ditawarkan program Management Trainee (MT) yang ternyata berbalut peran sebagai agen asuransi.Â
Bahasa yang digunakan si HRD rapi benar. Ada tunjangan allowance atau bonus, jenjang karier yang jelas, hingga kesempatan business trip ke luar negeri. Tapi pada akhirnya, pekerjaan itu berputar pada mencari nasabah.
Bagi saya yang justru belum memiliki produk asuransi dari perusahaan itu sendiri, bagaimana bisa dengan mudah meyakinkan orang lain untuk membelinya? Apalagi ini bukan sekadar soal menjual barang, tapi menawarkan komitmen jangka panjang kepada orang lain.Â
Saya langsung merasa, "Ini bukan jalur saya." Tapi ya ... siapa juga yang tidak dilema ketika lowongan kerja zaman sekarang amat terbatas?
Saat MT Jadi Gerbang Masuk Tenaga Pemasar, Bukan Pengembangan Talenta
Fenomena ini ternyata bukan sekali dua kali terjadi.
Di kesempatan lain, saya juga pernah melamar di sebuah perusahaan yang membuka posisi di bagian kreatif. Sudah sempat masuk tahap diskusi dengan HRD, tetapi ujung-ujungnya ditolak dengan alasan pengalaman saya kurang "meng-cover" posisi tersebut.Â
Tapi yang menarik dan jujur, cukup menyesakkan itu adalah tawaran lanjutannya. Saya malah disarankan untuk mencoba di bagian sales online.
Saya tidak mau mengambilnya lagi karena pernah punya pengalaman turun ke lapangan. Bukan karena anti target penjualan dan bertemu dengan banyak orang, tapi kelelahan fisik yang sejak saat itu sadar panggilan hidup saya bukan di dunia sales.