"Jaga diri baik-baik, ya Nak!"
Kalimat itu terdengar sederhana. Tapi bagi saya, itu nasihat paling rumit yang pernah Ibu berikan.
Seiring bertambahnya usia dan pengalaman, baru saya sadar bahwa "jaga diri" bukan cuma soal pulang sebelum malam tiba atau selalu merangkul tas di depan.Â
Itu tentang menjaga harga diri, menjaga perasaan, dan yang paling berat, menjaga hati agar tidak tersesat di jalan yang salah. Apalagi di jalan tol tanpa rest area.
Sejak remaja, Ibu pernah mengingatkan saya bahwa cinta itu indah, tetapi bisa juga rumit. Maka, menjaga diri bukan tanda tidak percaya pada orang lain, melainkan bentuk tanggung jawab pada diri sendiri.Â
Ibu tidak banyak memberi larangan. Beliau percaya, saya harus belajar mengenali mana yang baik dan mana yang tidak. Hanya saja, beliau selalu menutup obrolan dengan kalimat yang hampir sakral itu. "Yang penting, jaga diri, ya."
Dulu saya pikir, menjaga diri berarti jangan pacaran sembarangan. Ternyata lebih dalam dari itu. Menjaga diri juga berarti jangan rela disakiti berkali-kali oleh orang yang sama.Â
Jangan lupa menghargai diri sendiri walau sedang jatuh cinta. Dan jangan lupa pulang ke rumah walau hati sedang tersesat. Klise? Mungkin. Tapi itu klise yang menyelamatkan saya berkali-kali.
Saat Jadi Ibu Nanti, Seorang Wanita Tidak Ingin Hanya Jadi Ibu yang Mengingatkan
Pernah ada masa, saya merasa Ibu terlalu banyak tahu soal hubungan asmara saya. "Kamu lagi dekat sama siapa sekarang?" adalah pertanyaan yang muncul hampir setiap kali saya pulang ke rumah.Â