Buku hanya akan berbicara ketika dibaca. Demikianlah buku menjadi sahabat yang bisu bagi Kartini, tapi terasa menghibur tatkala keadaan terkurung di antara kepungan orang-orang yang hidup tanpa kepedulian.
3. Kuatkan hati melewati setiap pencobaan
Kalau dulu di zaman Kartini, saat penjajahan demikian ganasnya menghisap darah pribumi sekaligus kekayaan alamnya, maka populasi penduduk terbabat habis. Gambaran itu sebagaimana dijelaskan pada buku "Panggil Aku Kartini Saja" yang terjadi di Demak dan Grobokan karena bencana kelaparan.
"Adapun mereka yang masih bertahan hidup, banyak sekali yang seperti kerangka kurusnya, terhuyung-huyung sepanjang jalan, beberapa kelihatan begitu letih, ada pula yang tak mampu lagi memakan makanan yang disuguhkan ke mulutnya, mereka mati."
Tanpa menuliskan daftarnya di artikel ini, kita bisa membuat daftar panjang sendiri tentang penderitaan yang ada di dunia. Baik yang menimpa diri kita sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, hingga seluruh dunia ini.
Bagi seseorang yang sudah sangat lama menderita dan tetap menderita hingga menjelang akhir hayatnya, wawasannya tentang penderitaan tentulah sangat luas. Barangkali, ada yang merasa bahwa penderitaan paling keras pastilah penderitaan yang diakibatkan oleh siksa. Baik akibat siksa penyakit, siksa dari jiwa yang sesat, dosa, bencana, dan berbagai siksa lainnya.
Mungkin tidak banyak yang bisa atau yang sudah kita lakukan untuk memperbaiki penderitaan kita sendiri, apalagi penderitaan dunia ini. Satu hal yang mungkin masih bisa untuk kita lakukan bersama-sama mereka yang menderita, bahkan dalam penderitaan yang tak lagi tertahankan demi membersitkan sebuah harapan, "Kita perlu memanjatkan doa, kepada Sang Maha Pencipta, yang kita yakini harusnya mengasihi semua manusia di muka bumi."
Kuatkanlah hati melewati setiap pencobaan, meskipun untuk itu membutuhkan beberapa tetes air mata. Dia, yang takcukup untuk dijelaskan dengan kata-kata, punya jalanNya sendiri untuk menghiburkan manusia-manusia yang menderita.
Tanpa bermaksud untuk menggugat, tapi hanya berusaha tidak berhenti berharap, maafkanlah kami jika kami hanya dapat berdoa saat ini. Kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang sanggup?
Â
Selamat mengenangkan Kartini. Salam hangat dan sehat selalu.