Adalah lampu teplok, atau disebut "tendang", adalah simbol berkat dari kalimbubu yang akan menerangi kehidupan kedua mempelai. Tikar anyaman yang disebut "amak tayangen", simbol dari perlunya kedua mempelai menyediakan tempat dan waktu untuk berbincang-bincang untuk kebaikan rumah tangganya.Â
Beras, yang ditempatkan di dalam sumpit (wadah dari anyaman), simbol harapan agar kedua mempelai memiliki bekal untuk menjamu siapa saja yang akan datang bertamu ke rumah mereka. Lalu ada "amak kapal" atau tilam.
Bila dilihat dari sisi Batak Toba juga hampir sama. Pihak kalimbubu yang disebut hula-hula itu juga datang membawa beras dalam sebuah sumpit yang berukuran sangat tinggi, disebut Tandok. Tandok itu berisi beras.
Sama dengan manfaat "beras piher" pada suku Karo, berkat yang ditunjukkan dengan menghamburkan sejumput beras ke udara dan mendarat di atas kepala (rambut) atau menyentuh raga dari para hadirin, adalah gamabaran doa berkat untuk meneguhkan hati siapa saja yang diberkati dalam menjalani kehidupan.
 Makanan, Musik, Lagu dan Bahasa Lintas Budaya
Selain itu, dalam hal makanan dari sisi Batak Toba, ada juga yang disebut "Jabbar"Â dari daging babi. Jabbar dibagikan sebagai simbol bagi-bagi berkat bagi pihak-pihak keluarga yang patut dihormati.
Musik kolaborasi ini, mengkawinkan hentak rancak nan bersemangat dari "Gondang Sembilan" Toba dan mistisnya alunan suara dan aura "Sarune" (sarunai) dan "Kulcapi" (kecapi) Karo, membuat jiwa menggeletar dan kontak ingin menari, dalam irama tarian "Tortor" Toba dan "Landek" Karo.Â