Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengawinkan Makanan, Musik, Lagu, dan Bahasa dalam Pernikahan Lintas Budaya

29 November 2020   15:04 Diperbarui: 30 November 2020   12:36 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepasang Pengantin Karo sedang "Landek" (Dokumentasi pribadi)

Adalah lampu teplok, atau disebut "tendang", adalah simbol berkat dari kalimbubu yang akan menerangi kehidupan kedua mempelai. Tikar anyaman yang disebut "amak tayangen", simbol dari perlunya kedua mempelai menyediakan tempat dan waktu untuk berbincang-bincang untuk kebaikan rumah tangganya. 

Beras, yang ditempatkan di dalam sumpit (wadah dari anyaman), simbol harapan agar kedua mempelai memiliki bekal untuk menjamu siapa saja yang akan datang bertamu ke rumah mereka. Lalu ada "amak kapal" atau tilam.

Bila dilihat dari sisi Batak Toba juga hampir sama. Pihak kalimbubu yang disebut hula-hula itu juga datang membawa beras dalam sebuah sumpit yang berukuran sangat tinggi, disebut Tandok. Tandok itu berisi beras.

Bingkisan adat dalam pesta pernikahan (Dokumentasi pribadi)
Bingkisan adat dalam pesta pernikahan (Dokumentasi pribadi)

Sama dengan manfaat "beras piher" pada suku Karo, berkat yang ditunjukkan dengan menghamburkan sejumput beras ke udara dan mendarat di atas kepala (rambut) atau menyentuh raga dari para hadirin, adalah gamabaran doa berkat untuk meneguhkan hati siapa saja yang diberkati dalam menjalani kehidupan.

 Makanan, Musik, Lagu dan Bahasa Lintas Budaya

Selain itu, dalam hal makanan dari sisi Batak Toba, ada juga yang disebut "Jabbar" dari daging babi. Jabbar dibagikan sebagai simbol bagi-bagi berkat bagi pihak-pihak keluarga yang patut dihormati.

Jabbar (Dokumentasi pribadi)
Jabbar (Dokumentasi pribadi)
Membagikan jabbar (Dokumentasi pribadi)
Membagikan jabbar (Dokumentasi pribadi)
Kemudian ada juga "Nurung sampur pinggan", yang bila diterjemahkan bebas artinya "ikan besar yang melampaui pinggan/nampan". Itu adalah simbol berkat dari kalimbubu (hula-hula, Toba) yang dalam suku Karo disebut juga "dibata ni idah", tuhan yang terlihat, sebagai saluran berkat bagi "anak beru", yakni pihak yang meminang mempelai wanita.

Nurung sampur pinggan (Dokumentasi pribadi)
Nurung sampur pinggan (Dokumentasi pribadi)
Selain itu ada juga sajian "manuk sangkep" (suku Karo), atau disebut juga "manuk ni atur" (suku Toba) yang dikhususkan bagi kedua mempelai. Sajian itu berbahan daging ayam kampung yang dimasak khusus dengan tata cara dan rempah tradisional, utuh, khusus untuk simbolisasi doa berkat.

Manuk sangkep dan Nurung sampur pinggan untuk Pengantin (Dokumentasi pribadi)
Manuk sangkep dan Nurung sampur pinggan untuk Pengantin (Dokumentasi pribadi)
Selain akulturasi makanan, pernikahan lintas budaya (sebagaimana pada pernikahan suku Karo dan Toba ini) juga merupakan pernikahan seni dalam musik, lagu, dan bahasa.

Musik kolaborasi ini, mengkawinkan hentak rancak nan bersemangat dari "Gondang Sembilan" Toba dan mistisnya alunan suara dan aura "Sarune" (sarunai) dan "Kulcapi" (kecapi) Karo, membuat jiwa menggeletar dan kontak ingin menari, dalam irama tarian "Tortor" Toba dan "Landek" Karo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun