Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenang Bruno, Memperingati Hari Hak Asasi Hewan Sedunia

14 Oktober 2020   22:19 Diperbarui: 17 Oktober 2020   14:44 1364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bruno, nama seekor anjing peliharaan kami, yang menjadi bagian anggota keluarga sejak tahun 2006. Saat itu usianya baru beberapa bulan.

Layaknya anak kecil yang baru belajar mengenal mainan, ia tengah berada pada usia lucu-lucunya meskipun sering kali sangat merepotkan; buang kotoran sembarangan, merobek setiap barang yang ia temukan, hingga keluyuran tanpa sedikitpun rasa kecemasan saat lepas dari pengawasan.

Seiring waktu berjalan, Bruno segera menua dan semakin jarang dimandikan. Namun, ia tampak semakin tenang dan lebih banyak diam.

Meskipun begitu, untuk urusan keamanan, ia cukup galak. Ia akan menyalak kepada setiap orang asing yang masuk ke pekarangan. Meskipun galak, Bruno bukan anjing gila.

Semakin lama, semakin terasa bahwa Bruno semakin kurang mendapat perhatian. Ia semakin tidak lucu seiring usianya yang semakin menua.

Pernah suatu ketika, Bruno menghilang lebih dari sebulan. Meskipun hanya seekor hewan peliharaan, ketidakhadiran Bruno di rumah seperti biasanya menyisakan rasa kehilangan dan penyesalan. "Mungkinkah ia pergi karena merasa sudah tidak lagi dibutuhkan?" pikir kami.

Dalam keyakinan sebagian orang, kuatnya rasa "kemanusiaan" seekor anjing peliharaan memberikan petunjuk yang bisa dijadikan kesimpulan berdasarkan pengalaman, bahwa sering kali seekor anjing yang pergi dan tidak kembali dalam jangka waktu yang lama, adalah salah satu dari sekian banyak tanda, bahwa ia mungkin akan segera mati.

Namun, entah bagaimana, setelah lebih dari sebulan, Bruno menemukan jalan pulang dan kembali ke rumah dalam keadaan lusuh tak terawat. Ada perasaan lega, meskipun Bruno memang bukan lagi anak anjing yang lucu.

Dilansir dari www.bbc.com, usia anjing yang paling tua tercatat dimiliki oleh seekor anjing bernama Maggie, yang mati dalam kondisi buta dan tuli pada usia 30 tahun, di negara bagian Victoria, Australia.

Pada 22 September 2017, Bruno yang mungkin sudah berusia 11 atau 12 tahun, terlihat sudah sangat tua dan ringkih. Semakin sedikit rambut yang tersisa di badannya. Tatapan matanya sendu dan gerakannya sangat lamban.

Foto terakhir Bruno, 17/12/2017 (Dokpri)
Foto terakhir Bruno, 17/12/2017 (Dokpri)
Ia bahkan lebih banyak berbaring dan nyaris tanpa seringai galak yang dulu bisa tampak sangat menakutkan.

Bruno adalah anggota keluarga, meskipun tak mampu berkata-kata. Perilaku dan sorot matanya menunjukkan bahwa ia paham dan mengingat segala hal yang telah ia lalui bersama keluarga.

Saat kami semuanya masih tinggal di rumah orang tua bersama-sama, hingga anak-anak pergi, membangun keluarganya sendiri dan menjalani hidupnya masing-masing. Meninggalkan bapak, dan mamak, yang memasak untuk mereka bertiga di rumah, tentu saja termasuk untuk Bruno.

Rasa "kemanusiaan" hewan peliharaan yang diperlihatkan Bruno memberikan sebuah pelajaran, bahwa meskipun anjing dan tuannya mungkin tidak duduk satu meja saat makan, ia tetap layak diberi makan lebih dari sekadar sisa-sisa remah di meja makan.

Kisah hidup Bruno mengajarkan arti penting kepercayaan, kasih sayang dan keberanian untuk hidup dengan keteguhan, meskipun tidak mudah. 

Dengan gerak lamban dan rambutnya yang tersisa sedikit saja, Bruno juga mengajarkan bahwa bukan tampilan luar yang penting, melainkan apa yang ada di dalam, jauh di dalam lubuk hati.

Jika tuannya memberi pemberian yang baik kepada anjing peliharaannya, maka menjadi sangat jelas seharusnya jawaban dari sebuah pertanyaan yang sudah sangat tua, "Adakah seorang bapa yang akan memberikan batu kepada anaknya yang meminta roti, atau memberi ular jika ia meminta ikan?"

Menyadari semua kisah yang telah ia lalui, tanpa mengesampingkan fakta bahwa Bruno tinggal menyisakan sedikit rambut di tubuhnya, rasanya layak untuk memajang foto Bruno sekali ini, dan selamanya ia layak dikenang, sebagai bagian keluarga.

Kini Bruno sudah tiada, mungkin sudah tiga tahun lamanya. Meminjam istilah Pdt. Prof. Dr. Lothar Schreiner, yang dikutip oleh Sahat P. Siburian & Deonal Sinaga dalam bukunya "Kabar dari Tanah Karo Simalem", tentang buku sebagai sebuah apostel (pembela) yang diam. 

Bruno yang diam dan nyaris tidak bersuara di usia tuanya, akan selamanya mengingatkan beragam pesan dan pelajaran tentang kesetiaan, pengabdian dan bermacam rasa lainnya saat kita merasa sebagai bagian anggota keluarga. Saat ia dikenang, dimana saja dan kapan saja.

Rasa "kemanusiaan" dalam kesetiaan seekor anjing peliharaan seperti pada Bruno, mengesankan dengan jelas, bahwa Bruno sebagaimana juga saudara-saudaranya dari genus dan spesies yang lain dalam kerajaan animalia, mereka pun patut diakui hak-hak asasinya.

Tanggal 15 Oktober 2020 diperingati sebagai Hari Hak Asasi Hewan Sedunia. Sebuah pesan di hari penting bagi hewan sedunia ini, bahwa "Lebih baik tidak memiliki hewan peliharaan sama sekali, daripada harus menelantarkan hidup mereka".

Untuk Bruno, yang telah pergi selamanya dalam keheningan, pada suatu hari di 17 Desember 2017. Bruno pergi dan tidak pernah pulang lagi kembali ke rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun