Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sesuatu yang Indah Tidak Pernah Minta Perhatian

18 April 2020   23:23 Diperbarui: 1 Juli 2020   21:20 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Snow leopards-one of the world's most elusive cats are perfectly equipped to thrive in extreme, high-elevation habitats (PHOTOGRAPH BY BRIANA MAY, nationalgeographic.com)

Memang menjadi sangat ironi, bahwa sesuatu yang indah tidak pernah meminta perhatian, tapi seringkali justru menjadi korban. Seolah menegaskan bahwa keindahan dan keburukan yang tertinggi sebagai ujung-ujung ekstrem keanekaragaman hayati mengandung sebuah bahaya. Oleh karena keingintahuan dan keinginan untuk merasa istimewa lewat sebuah pengakuan, manusia sedang menempatkan kehidupan di ambang kepunahan.

Jangan disangka sesuatu yang hidup di Afghanistan tidak terganggu dengan tindakan sekecil apapun yang tidak terkendali di belahan bumi yang lain, karena kita masih hidup pada bumi yang sama. Penelitian menunjukkan, bahwa kehidupan Macan Tutul Salju Afghanistan makin terdesak ke puncak pegunungan, karena lapisan es di pegunungan Himalaya pun semakin berkurang akibat terjadinya pemanasan global.

Lingkungan yang semakin sempit berhubungan dengan sumber makanan yang semakin terbatas. Dengan prinsip yang sama, barangkali hal-hal seperti inilah yang membuat para peneliti mengklaim bahwa bumi, dan kita yang masih hidup saat ini, sedang menghadapi ancaman kepunahan massal keenam. 

Itu sehubungan dengan kemungkinan akan punahnya berbagai spesies yang saat ini terancam dalam beberapa dekade ke depan atau bahkan lebih cepat, bila manusia tidak bisa mengendalikan syahwat merasa istimewanya.

Kegemaran berburu, adalah hobbi membunuh kehidupan tanpa alasan yang bisa diterima akal sehat. Bila yang menjadi argumentasi kita karena itu sudah menjadi hama, maka akan tetap kembali menjadi kesalahan yang tidak bisa diterima dari manusia sendiri. Predator alami dari satwa yang dikatakan telah menjadi hama-hama itu sudah hilang juga akibat perburuan manusia. 

Lalu bila manusia merasa paling berhak untuk mengendalikan seluruh spesies dengan menggantikan aktor-aktor alami bahkan manusia beralih menjadi predator itu sendiri, siapa lagikah yang paling bertanggung jawab atas semua kehilangan ini selain kita manusia, baik yang merasa berburu secara langsung maupun tidak.

Tidak terlalu jelas lagi batasan antara manusia yang mencemari dan tidak mencemari lingkungan saat ini, saat sedikit saja tindakan sebenarnya berpengaruh signifikan terhadap kondisi kritis ekosistem. 

Dengan duduk dan tiduran di rumah saja pun manusia dapat berkontribusi merusak alam, apabila misalnya ia tidak bisa mengendalikan sampah plastik camilan yang dimakan sambil rebahan dan dibuang sembarangan ke selokan di depan rumah. 

Suatu saat sampah plastik itu akan mengalir ke lautan, kemudian berkumpul dengan plastik-plastik rumah tangga dari berbagai belahan bumi membentuk gunung plastik di tengah lautan yang mengganggu ekosistem atau tertelan oleh ikan-ikan, dan bahkan menyebabkan kematian.

"Kita masih memiliki cukup hutan, kata sebagian manusia yang hidup di daerah yang masih dikelilingi oleh hutan di pegunungan". Namun, itu yang terlihat di permukaan. 

Bila bukan menjadi daerah yang rawan banjir, maka daerah pegunungan pun kini menjadi kawasan yang rawan bencana longsor. Belum lagi bercerita soal tempat-tempat yang menjadi daerah rawan kekeringan karena susahnya mendapatkan air bersih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun