Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Empat Hal Cerdas tentang Menjaga Stabilitas di Tengah Ketidakpastian Pandemi Corona

6 April 2020   17:01 Diperbarui: 6 April 2020   17:24 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Canvas Butterfly Effect By Tobias Fonseca (Sumber: strategybg.com)

Sesuai dengan amanat Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang." Maka pada tanggal 31 Maret 2020 yang lalu, Presiden Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Pertimbangan yang mendasari keputusan pemerintah tentang parameter "kegentingan yang memaksa" dibalik terbitnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini adalah:

  1. Penyebaran COVID-19 yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat;
  2. Implikasi pandemi COVID-19 telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak;
  3. Implikasi pandemi COVID- 19 telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik, sehingga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi (forward looking) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan;

Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini dimaksudkan guna memberikan landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah dan lembaga terkait untuk mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan, melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta memperkuat kewenangan berbagai lembaga dalam sektor keuangan.

Kebijakan keuangan negara yang dimaksud dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini meliputi kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara ini, 

Pemerintah berwenang untuk mengambil beberapa bentuk kebijakan, yang salah satunya adalah menetapkan batasan defisit anggaran melampaui 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan COVID-19 dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022. Selanjutnya, ditetapkan bahwa sejak Tahun Anggaran 2023 besaran defisit ini akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3% (tiga persen) dari PDB, di mana penyesuaiannya akan dilakukan secara bertahap.

Sederet hal di atas, barangkali adalah kebijakan makro dalam menjaga perekonomian nasional yang ditangani oleh pihak yang berwenang dengan dukungan para ahli. Namun, bukan berarti kita tidak perlu mengetahui dan mengikuti perkembangannya, dalam kapasitas dan peran kita sebagai salah satu elemen riil ekonomi. Baik sebagai individu, anggota keluarga maupun warga negara.

Lalu apa yang bisa dilakukan oleh seorang individu, anggota keluarga dan warga negara di tengah potensi ancaman stabilitas sistem kuangan dan resesi yang membayang akibat pandemi COVID-19 yang telah mendera dua ratusan lebih negara di dunia ini? Apakah tindakan kita itu akan signifikan?

Berkaca dari Efek Kupu-Kupu

Dalam video sebuah episode tentang fenomena perkembangan gelombang laut di saluran National Geographic, dengan judul "Alien Deep: The Butterfly Effect", yang dibawakan oleh pembawa acara Bob Ballard, dijelaskan tentang berbagai pandangan para ahli terkait gelombang laut yang semakin mengganas dewasa ini, bila dibandingkan dengan beberapa dekade yang telah lalu. Indikator sederhananya antara lain terlihat melalui angka statistik peningkatan jumlah kapal yang tenggelam di laut akibat terjangan gelombang laut.

Dalam video itu disampaikan satu pendapat yang menarik dari seorang ilmuwan, pakar dalam oceanografi dan ahli bioengineer, bernama Dr. Kakani Katija. Ia mempelajari bagaimana air di samudra bercampur oleh kekuatan arus dalam jalur sirkulasi, pengaruh angin, dan hal-hal saintifik lainya. 

Tapi menurutnya, pandangan manusia seringkali hanya terpaku pada apa yang terlihat di permukaan. Padahal ada hal-hal lain di balik permukaan yang juga berpengaruh walaupun nyaris tidak terlihat dan dipandang mungkin tidak terlalu signifikan. Itu adalah pengaruh dari makhluk-makhluk hidup yang bergerak di dalam laut itu sendiri.

Dr. Kakani Katija melakukan penelitian dan menunjukkan secara detail bagaimana pengaruh gerak makhluk hidup yang hidup di dalam laut itu sendiri, mulai dari yang paling besar seperti ikan paus, hingga yang kecil-kecil seperti ubur-ubur mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk arus gelombang laut.

Adalah fenomena "butterfly effect", yakni efek yang timbul dalam skala dampak yang besar padahal berawal dari sebuah aksi yang kecil. Demikianlah menurut sang ahli, bahwa aktivitas dari jutaan ubur-ubur kecil yang bergerak dengan daya dorong dari selaput tubuh kecilnya yang halus, menghasilkan gerak gelombang air yang membesar di belakangnya. Itu adalah sebuah akumulasi energi yang patut diperhitungkan dalam mempengaruhi aktivitas gelombang laut, ditambah lagi dengan pengaruh gerak jutaan makhluk laut lainnya yang ukuran tubuhnya lebih besar lagi.

Jellyfish Lake, a marine habitat in Palau, Photograph by Tomas Kotouc, MyShot (Sumber: nationalgeographic.org)
Jellyfish Lake, a marine habitat in Palau, Photograph by Tomas Kotouc, MyShot (Sumber: nationalgeographic.org)
Empat Hal Cerdas yang Bisa Kita Lakukan dari Keluarga

Berkaca dari analogi tentang efek kupu-kupu dalam gelombang laut di atas, maka dalam gelombang perubahan sebagai implikasi pandemi COVID-19, yang tampak melalui perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, peningkatan belanja negara dan memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan oleh penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik.

Maka aksi dan partisipasi kita masing-masing, baik sebagai individu, anggota keluarga maupun warga negara, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan melalui perilaku cerdas di tengah ketidakpastian pasti bisa membawa dampak positif.

Empat hal cerdas yang bisa kita lakukan dalam ikut menjaga stabilitas sistem keuangan antara lain:

  1. Menjaga Kesehatan
    Potensi ancaman resesi yang membayang ini adalah bagian dari ketidakpastian yang muncul akibat masalah pandemi global Covid-19. Oleh sebab itu, tentu saja langkah penjagaan kesehatan menjadi hal cerdas yang paling utama untuk kita lakukan dalam hal ini.
    Kita mungkin akan kehilangan momentum pertumbuhan ekonomi akibat wabah ini. Tapi kita masih memiliki sumber daya manusia yang sehat, yang mampu bekerja keras, cerdas dan tuntas apabila kita masing-masing rajin dan disiplin mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan dalam mencegah penyebaran Covid-19 ini.
    Mungkin ini adalah saat yang tepat walaupun sulit membayangkannya sebelumnya, bahwa salah satu cara untuk melindungi aset terutama ekonomi kita, yakni sumber daya manusia, adalah cukup dengan cara rajin mencuci tangan dan mengurangi interaksi sosial yang memungkinkan terjadinya kontak fisik dengan manusia-manusia lainnya di luar sana. Kita bisa membayangkan, sebesar apalagi kerugian yang bisa timbul apabila korban jiwa terus bertambah hanya karena kita sulit mencuci tangan dan membatasi diri dari interaksi sosial yang berisiko, dan pada akhirnya akan juga berdampak pada aspek ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
    Mungkin kita akan selalu berputar-putar dalam lingkaran adu argumentasi, yang di satu pihak manyatakan bahwa mudah bagi yang mampu untuk membatasi diri, tapi di lain pihak bagaimana dengan orang susah? Adakah sebenarnya, kita yang tidak susah pada masa ini?
    Lihatlah para pasien dan korban jiwa yang berjatuhan, yang tidak mengenal status sosial lebih tinggi atau lebih rendah, kaya atau miskin. Bukankah hidup lebih penting dari pada makanan dan pakaian? Karena hanya orang yang hidup yang bisa kembali berusaha untuk mencukupi makanan dan pakaian yang dia butuhkan.
    Walaupun masing-masing kita punya kehendak bebas yang tidak mungkin dibatasi sepenuhnya, kita patut untuk bertindak lebih bijak.
     
  2. Mulailah dengan Ikut Menolong yang Paling Lemah
    Di masa ketidakpastian ekonomi akibat pandemi, barangkali adalah masa yang tepat untuk menerapkan berbagai pandangan filosofis dalam kehidupan yang selama ini hanya tampak perkasa dalam teori. Padahal sebenarnya memang sangat berguna dalam kehidupan nyata.
    Ada pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada satu kesatuan yang lebih kuat dari anggota kesatuannya yang paling lemah. Artinya, sekuat apapun sebuah kesatuan, hanya tinggal menunggu waktu ia akan ambruk, bila ada anggota kesatuannya yang dibiarkan tetap lemah sendiri. Anggota yang lemah adalah kelemahan dari sebuah kesatuan yang kuat.
    Ada juga sebuah cerita berisi pendidikan moral dari sebuah kenyataan di mana setiap orang merasa kasihan dengan sebuah warung yang nyaris tutup karena tidak mampu menjualkan apa pun lagi dan sepi pembeli. Pada kenyataannya, semua orang yang merasa kasihan itu setiap harinya tidak ada yang berbelanja ke warung yang hampir bangkrut itu.
    Dalam sebuah sistem ekonomi, keberadaan pasar sebagai tempat berlangsungnya aktivitas ekonomi sangatlah penting. Adalah pasar tradisional yang menjadi tempat berlangsungnya aktivitas ekonomi bagi banyak sekali pedagang kecil.
    Umumnya mereka menjualkan keperluan sehari-hari yang kita perlukan untuk kegiatan masak-memasak di dapur. Tidak lain mereka adalah para penjual ikan, daging, bumbu-bumbuan, sayur-mayur, buah-buahan dan keperluan dapur rumah tannga lainnya. Jenis komoditi seperti inipun sebenarnya banyak yang dijual di supermarket yang kelihatannya mungkin jauh lebih nyaman dan higienis, sekaligus jelas lebih mahal.
    Bukan bermaksud diskriminatif, namun keberpihakan bagi yang terlemah adalah sebuah solusi jangka pendek dalam masa krisis bagi keberlangsungan sebuah sistem dalam jangka panjang. Bila para pedagang kecil di pasar tradisional itu satu-satu berjatuhan, maka jangan kira negara sebagai sebuah kesatuan sistem tidak terganggu. Mereka mungkin kecil, tapi jumlahnya mungkin juga sangat banyak.
    Para pengusaha besar, umunya punya lebih banyak sumber daya dan cara untuk bertahan. Misalnya saja dalam program pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan oleh pemerintah.
    Dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara guna penyelamatan ekonomi nasional, yang bertujuan untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya, apabila skema perlindungan tersebut adalah dalam bentuk relaksasi terhadap permodalan yang mereka peroleh melalui pinjaman atau produk layanan lembaga perbankan dan penjaminan semacam bank dan sebagainya, itu erat sekali dengan tingkat kepercayaan. Dan biasanya justru para pelaku usaha yang kecil-kecil ini juga yang paling sering mengeluhkan sulitnya mendapatkan kepercayaan dan akses ke pemberi pinjaman permodalan.
    Oleh sebab itu, tolonglah mereka yang paling lemah. Jangan kira satu kilo ikan selar sirip kuning, setengah kilo daging ayam, satu porsi bumbu ayam goreng, dua ikat bayam, satu sisir pisang dan satu buah nanas ranum yang siap disajikan yang kita beli dari pedagang kecil di pasar tradisional tidak berdampak bagi stabilitas keuangan negara. Bukan tidak peduli pada yang besar-besar, tapi biasanya mereka akan baik-baik saja dan lebih mampu selamat melewati ini semua.

  3. Suami Istri perlu Membangun Ruang Diskusi yang Semakin Sehat dalam Keluarga
    Secara psikologis dan naluriah, tidak kurang banyak juga suami istri yang mengikuti perkembangan Covid-19 ini yang merasa was-was akan ketersediaan pasokan bahan makanan apabila pandemi global ini akan berkepanjangan. Tidak saja produksi bahan-bahan makanan yang akan semakin menurun karena kebijakan pelarangan dan pembatasan aktivitas di luar rumah yang semakin meningkat, tapi juga jalur distribusi logistik yang pasti ikut terganggu akan menyebabkan terganggunya ketersediaan pasokan bahan makanan.
    Di samping tidak ada orang hidup yang tidak butuh makan, berkembang pula cara berpikir spekulan yang sengaja melakukan penimbunan demi memperoleh keuntungan. Lihat saja melalui naiknya harga-harga berbagai komoditi secara tidak wajar karena tiba-tiba menjadi langka di pasaran.
    Barangkali pandangan itu memang ada benarnya. Justru menjadi tanggung jawab suami istri dalam keluarga-keluarga untuk mencegah agar bayangan horor yang terpampang di depan mata tidak menjadi kenyataan, jika seandainya ada skenario kebijakan yang lebih ketat dan keras dalam penerapannya untuk mencegah dampak lebih besar dari pandemi ini.
    Diskusi yang tidak justru berpotensi menyebabkan munculnya panic buying dalam berbelanja bahan kebutuhan pokok secara berlebihan. Atau memicu terjadinya rush akibat suami istri yang setelah berdiskusi sepakat melakukan penarikan simpanan di bank secara besar-besaran. Atau melahirkan spekulasi atas kalkulasi keuntungan yang mungkin diperoleh dengan menjual produk-produk investasi yang dimiliki melalui panic selling atau panic redeeming.
    Bahkan, di masa menjelang proses politik melalui agenda pemilihan kepala daerah di berbagai daerah saat ini, bukan tidak mungkin suami istri yang gagal membangun diskusi yang sehat dalam keluarga, akan termakan isu-isu yang menimbulkan kepanikan dari berbagai hoaks yang bertebaran di media sosial. Setidaknya, kebersamaan keluarga dalam masa-masa pembatasan sosial dan pembatasan jarak fisik seperti sekarang, setiap keluarga semakin memiliki kesempatan untuk saling mendekatkan diri membangun benteng keluarga dalam ruang-ruang diskusi yang lebih sehat, meningkatkan literasi keluarga.
    Bila tidak mampu menghentikan hoaks, setidaknya diskusi sehat keluarga mampu mencegah dan mengurangi tersebarnya hoaks yang menyebabkan berbagai kerugian di masyarakat dan hubungan sosial kita. Termasuk mengganggu efektivitas kebijakan pemerintah yang sedang terpecah energi dan konsentrasinya, antara menyelamatkan nyawa, menyelamatkan perekonomian, sambil juga mengamankan kedudukannya.

  4. Berhemat dan Membeli yang Paling Pokok sebagai Prioritas
    Banyak juga anggapan sementara ini yang mengatakan bahwa selama proses karantina mandiri, dengan membatasi aktivitas keluar rumah, yang tampak dalam praktik kebijakan belajar di rumah bagi anak sekolah yang sudah berjalan lebih kurang dua minggu, dan bekerja dari rumah yang sudah berjalan lebih kurang satu minggu di daerah tempat tinggal kami ini, pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari justru meningkat.
    Barangkali ini ada benarnya, bila hanya dilihat dari aspek belanja kebutuhan sehari-hari. Namun, bila dilihat dari aspek pengeluaran untuk belanja rumah tangga secara keseluruhan, maka anggapan ini perlu diperiksa lebih teliti.
    Setidaknya dalam dua bulan terakhir, sejak akhir bulan Februari 2020 di mana intensitas dan kualitas perhatian pemerintah semakin meningkat atas kasus Covid-19 di negeri kita, maka kita dapat melakukan asesmen atau penilaian mandiri atas beban pengeluaran rumah tangga kita masing-masing.
    Benar bahwa produktivitas mungkin terganggu. Produktivitas yang menurun berarti pemasukan yang menurun. Maka salah satu yang bisa kita siasati adalah dengan mengurangi beban pengeluaran atas belanja yang tidak perlu atau bukan prioritas.
    Benar bahwa belanja kebutuhan makanan sehari-hari kita meningkat. Namun, sikap disiplin kita untuk berdiam diri di rumah saja, sekalipun masih ada juga tawaran paket wisata murah di sekitar kita, tanpa kita sadari sebenarnya juga telah mengurangi beban pengeluaran kita dari aspek belanja jalan-jalan bersama anggota keluarga.
    Orang yang jalan-jalan atau berwisata, biasanya mengkombinasi beberapa beban belanja sekaligus. Jalan-jalan berarti mengenyangkan mata, perut dan selera. Di sana ada belanja kesehatan, belanja barang dan jasa, termasuk juga belanja modal, melalui pembelian berbagai oleh-oleh dan cendera mata, termasuk belanja kuliner, makan-makan.
    Bila kita hitung secara seksama, barangkali dalam kadar tertentu, beban belanja keluarga kita mungkin jauh lebih besar saat kita masih bebas berjalan-jalan dibandingkan dengan saat ini ketika kita disuruh mengkarantina diri di rumah secara mandiri. Lagi pula karena saat ini adalah saat di mana kita memang disuruh untuk benar-benar menjaga kesehatan, maka tidak ada salahnya kita menambah sedikit belanja lebih pada pemenuhan kebutuhan akan tersedianya makanan yang lebih sehat dan bergizi untuk keluarga, karena itu adalah prioritas kita.

    Kita perlu sama-sama menyadari, bahwa dalam kehidupan normal dan biasa, kekuatan dan peluang dalam waktu dan kesempatan yang tersedia memungkinkan kita mengambil berbagai pilihan tindakan tanpa konsekuensi yang serius. Namun, dalam keadaan yang mendesak dan berbagai ketidakpastian yang melingkupinya, pilihan kita mungkin terbatas dan dengan konsekuensi yang serius.
    Kurang bijak untuk berpikir menyelamatkan diri sendiri dalam kondisi saat ini. Karena telah terbukti, bahwa tanpa bersikap egois pun, pandemi yang ada saat ini dan bisa jadi bukan yang terakhir kali, ternyata tidak begitu mudah untuk dihadapi. Menyelamatkan diri sendiri dengan mengabaikan yang lain bahkan yang paling lemah di antara kita, hanya akan berhasil menunda bahaya tiba, sementara ancaman nyata di depan mata itu pasti.

    Referensi:
    1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun