Selene adalah seorang gadis berbakat. Ia adalah seorang putri yang lahir dari pernikahan Cleopatra, sang ratu mesir, dengan Markus Antonius, sang Jenderal Roma.
Selene menguasai empat bahasa; Mesir, Yunani, Latin dan Parthia. Menarik sekali mengetahui bahwa Selene yang hobi melukis, adalah salah seorang pelukis sketsa terbaik di zamannya.
Begitulah menurut Vitruvius, seorang guru di Ludus, yang mengajari Selene bidang ilmu arsitektur. Magister Vitruvius adalah arsitek besar kota Roma pada masa kekuasaan Kaisar Oktavianus Augustus.
Belajar dari kehidupan Selene, yang diangkut dari Mesir dan dibuang ke Roma, pasca Mesir ditaklukkan oleh Oktavianus, pamannya sendiri, terlihat bahwa banyak hal yang baik justru berawal dari hal-hal yang awalnya samar-samar. Bahkan terkadang muncul dari kekacauan, atau dari tindakan yang tidak terpuji dan menyakitkan.
Tidal kurang dari kuil Apollo di bukit Palatina yang diagungkan di Roma pun berawal dari bangunan reyot, dibangun dari campuran lumpur dan kapur yang dioleskan oleh Romulus pada dinding-dinding batu Palatina. Romulus dicatat sebagai sang pendiri kota Roma.
Padahal, Romulus sendiri adalah saudara Remus, dua orang yatim piatu yang hidup terlantar dan disapih oleh seekor serigala, karena bapak ibunya sudah tiada.
Bangunan reot yang dibangun oleh Romulus dicemooh oleh Remus, sehingga Remus dibunuh oleh saudaranya Romulus. Maka, kota Roma yang diagungkan hingga masa-masa jauh sesudahnya pun ternyata tidak luput dari sejarah masa lalu yang kelam.
Selene, Putri Mesir yang diasingkan ke Roma, adalah seorang tawanan yang melihat kenyataan di negeri pembuangan dengan mitologi dewa-dewinya yang termasyhur pun ternyata tidak lebih baik dari negeri asalnya dulu.Â
Seni, sketsa dan arsitektur adalah beberapa hal yang memberikan pemulihan ketenangan batin bagi Selene, di antara perasaan geram kepada para penakluk dan rindu kampung halaman, dan tentu saja di antara selingan romantika gadis remaja.
Menikmati kandungan keajaiban nilai dalam ungkapan "Absolutely state of the art", karya sketsa sederhana anak kecil saya ternyata menghubungkannya dengan seniman-seniman dewasa dari berbagai belahan dunia. Entah akan menjadi seperti apa nantinya, setidaknya suatu saat ia akan belajar dan memahami keajaiban seni kehidupan yang sebenarnya, seperti Selene.
Di balik semua kesedihan dalam hidup, ternyata manusia masih mampu mengekspresikan kecintaannya akan keindahan. Selene mengalami kehilangan seluruh anggota keluarganya.Â
Setelah ayahnya mati dibunuh dan ibunya Cleopatra bunuh diri di Mesir, kakaknya Caesarion dan Antillus meninggal di Mesir dalam usia masih belasan tahun, serta adiknya Ptolomeus mati karena influenza dan dikuburkan di Laut Tengah dalam perjalanan pembuangan tanpa pernah mencapai Roma, dalam usia yang bahkan belum sepuluh tahun, Selene juga kehilangan saudara kembarnya, Alexander, di ulang tahunnya yang ke-15 saat ia dibunuh secara misterius di Villa Palatina.
Selene masih bisa menyembuhkan rasa pedihnya meskipun lama kemudian, melalui sketsa-sketsa terbaiknya yang tersimpan abadi pada mozaik-mozaik indah kuil Pantheon di Roma. Bahkan bersama Juba suaminya yang selanjutnya menjadi raja Mauritania, Selene bahkan merancang sendiri arsitektur kota Caesarea sebagai ibu kota kerajaan, yang dipandang hampir menyerupai Alexandria, ibu kota kerajaan Mesir tanah kelahirannya dulu.
Bukan mengharapkan keajaiban terjadi, namun setelah membagikan 16 sketsa dan lukisan pensil maupun krayon anak usia 11 tahun ini ke Instagram, saya pun terhubung ke puluhan seniman dan penikmat seni, baik sketsa, arsitektur, desainer interior maupun fotografer dari berbagai belahan dunia.Â
Lebih beruntung dibanding Selene, hari ini Peniel (nama anak saya itu), bisa melakukan pameran tunggal karya sketsa dan beberapa lukisan crayonnya, karena ada media sejenis Kompasiana. Terimakasih.
Bukan tidak mungkin sebagian dari mereka, para seniman yang terhubungi tanpa sengaja lewat media, ada yang nenek buyutnya adalah keturunan Selene maupun Vitruvius. Beberapa memang ada dari India, Rusia, Mexico, Panama, Amerika, dan tempat-tempat lainnya. Siapa tahu?
Referensi:
Michelle Moran, Selene, Penerbit Esensi, Jakarta: 2009