Mohon tunggu...
Teopilus Tarigan
Teopilus Tarigan Mohon Tunggu... ASN - Pegawai Negeri Sipil

Pro Deo et Patria

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapresiasi Lagu dengan Mengenali Cerita di Balik Layar Komponisnya

16 September 2019   13:12 Diperbarui: 3 Oktober 2019   01:07 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Moderamen GBKP dengan Para Komponis KEE GBKP pada 26/08/2019 di RC GBKP Sukamakmur (foto: dokpri)

"Qui bene cantat, bis orat," sebuah ungkapan dalam bahasa Latin yang berarti "Ia yang bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa dua kali."

Khusus tentang lagu, khususnya lagu-lagu rohani, biasanya ada sebuah kisah yang melatari terciptanya sebuah lagu. Begitu juga di Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). Ada sebuah kisah yang melatari penggubahan Lagu Pujian yang diberi nomor 105 berjudul "Lawes Me Kam Mejuah juah," yang bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti "Pergilah Dalam Damai Sejahtera."

Dari lagu itu, warga jemaat bisa mengambil bagian renungan dari kenyataan kisah kehidupan istri Pdt. Wijngaarden dan anaknya yang masih kecil, saat selanjutnya mereka dipanggil kembali pulang ke Belanda dari ladang misi zending di pedalaman Desa Buluhawar Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deliserdang Provinsi Sumatera Utara pada 1800-an lampau. Ia kembali pulang meninggalkan jasad suami, ayah dari anaknya, yang dimakamkan di Buluh Awar.

Itu adalah salah satu contoh bentuk nyata yang bisa digunakan untuk belajar memahami bagaimana sebenarnya seorang manusia biasa, mampu setia sekalipun menderita, melalui syair-syair dalam sebuah lagu. Pada Gereja GBKP, lagu-lagu rohani yang dipakai dalam ibadah dan acara-acara kebaktian dirangkum dalam sebuah buku yang dinamakan Kitab Ende-enden GBKP (KEE GBKP).

Saat Pdt. M. Joustra datang dari Belanda menggantikan mendiang Pdt. Wijngaarden, ia menggubah sebuah lagu yang kini menjadi bagian dari 500 nomor rubrikasi KEE GBKP, pada nomor 105, berjudul "Lawes Me Kam Mejuah-juah."

Setiap menyanyikan lagu ini, akan membawa jemaat meresapi kenangan akan tulusnya pelayanan para misionaris, pembawa kabar baik, termasuk Pdt. Wijngaarden yang meninggal di Buluh Awar karena serangan disentri.

Baca juga: pengorbanan di buluh awar dan kisah christopher winnie the pooh robin renungan menyambut paskah

Ia dan yang lainnya, yang meninggalkan kenyamanan Eropa, kampung halamannya, untuk sebuah misi cinta kasih bagi orang-orang Karo, mulai dari pedalaman Buluh Awar. Maka patutlah orang-orang yang merasakan sentuhan kasih itu bernyanyi melalui sebuah lagu, yang merupakan doa dan harapan bagi kebaikan keluarga para misionaris yang telah memperkenalkan hidup yang baru bagi mereka. Bernyanyi adalah berdoa dua kali. 

Menyadari hal itu, jemaat GBKP patut mengucapkan puji syukur kepada Yesus Kristus, sang Kepala Gereja, di mana sesuai dengan amanah Sidang Sinode GBKP tentang rubrikasi KEE GBKP, saat ini KEE GBKP sudah mencapai 500 rubrikasi.

Pencapaian 500 rubrikasi ini telah melalui sebuah proses yang cukup panjang. Dimulai dari masa zending sampai dengan saat ini. Proses yang dimulai sejak masa zending dengan menggubah dan menterjemahkan lagu-lagu gereja bergaya Eropa, hingga pada saat ini berbagai aliran mood telah diaplikasikan kedalam KEE GBKP, baik yang bergaya Eropa, Asia, tradisi oikumene Indonesia, bahkan bermuatan lokal Karo, berikut dengan kontekstualisasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun